Jakarta: Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko menyebut ada dua masalah riset di Indonesia. Salah satunya terkait sikap pemerintah yang terlalu mendominasi lembaga riset.
"Problem utama riset di Indonesia itu hanya dua, yang pertama terlalu didominasi pemerintah aktivitasnya. Padahal kalau secara global mestinya harus didominasi non pemerintah," kata Handoko dalam diskusi Crosscheck by Medcom.id dengan tema 'Bos Badan Riset Buka Fakta Mengejutkan', Minggu, 30 Januari 2022.
Handoko mengatakan badan riset seharusnya bergerak di luar pemerintahan. Mereka bekerja untuk memberikan masukan berupa inovasi untuk pemerintah meningkatkan perkembangan ekonomi di suatu negara.
"Kalau kita ingin perkembangan ekonomi naik, ya artinya aktivitas riset di luar pemerintah itu harus naik," ujar Handoko.
Masalah kedua, yakni penguasaan sumber daya riset yang terlalu didominasi pemerintah. Sumber daya riset di Indonesia terpecah ke banyak pihak karena dikuasai pemerintah.
"Sumber daya risetnya, yaitu SDM (sumber daya manusia) unggul, infrastruktur, dan anggarannya itu diecer-ecer di berbagai unit riset di 74 kementerian lembaga," tutur Handoko.
Baca: BRIN: Pandemi Jadi Pembelajaran Periset Kembangkan Vaksin
Perpecahan tenaga riset membuat tidak ada kompetisi antara kelompok kerja. Hasil riset yang dikeluarkan akhirnya bersifat untuk kementerian dan lembaga masing-masing.
"Jadi, itu yang kita sebut critical mass-nya itu rendah," ucap Handoko.
Penyatuan seluruh badan riset di Indonesia dinilai menjadi pintu keluar dari kedua masalah itu. Penyatuan seluruh badan riset juga diyakini membuat inovasi untuk membantu kinerja pemerintah makin baik.
Penyatuan badan riset juga diyakini bisa mengonsolidasikan semua sumber daya yang dimiliki negara saat ini. Penyatuan itu bisa menjadi pintu masuk periset baru di Indonesia.
"Supaya kalau sumber dayanya sudah kita gabung, kita mampu memberikan fasilitas supaya orang lain bisa masuk ke riset," kata Handoko.
Jakarta: Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (
BRIN) Laksana Tri Handoko menyebut ada dua masalah
riset di Indonesia. Salah satunya terkait sikap pemerintah yang terlalu mendominasi lembaga riset.
"Problem utama riset di Indonesia itu hanya dua, yang pertama terlalu didominasi pemerintah aktivitasnya. Padahal kalau secara global mestinya harus didominasi non pemerintah," kata Handoko dalam diskusi
Crosscheck by Medcom.id dengan tema 'Bos Badan Riset Buka Fakta Mengejutkan', Minggu, 30 Januari 2022.
Handoko mengatakan badan riset seharusnya bergerak di luar pemerintahan. Mereka bekerja untuk memberikan masukan berupa
inovasi untuk pemerintah meningkatkan perkembangan ekonomi di suatu negara.
"Kalau kita ingin perkembangan ekonomi naik, ya artinya aktivitas riset di luar pemerintah itu harus naik," ujar Handoko.
Masalah kedua, yakni penguasaan sumber daya riset yang terlalu didominasi pemerintah. Sumber daya riset di Indonesia terpecah ke banyak pihak karena dikuasai pemerintah.
"Sumber daya risetnya, yaitu SDM (sumber daya manusia) unggul, infrastruktur, dan anggarannya itu diecer-ecer di berbagai unit riset di 74 kementerian lembaga," tutur Handoko.
Baca:
BRIN: Pandemi Jadi Pembelajaran Periset Kembangkan Vaksin
Perpecahan tenaga riset membuat tidak ada kompetisi antara kelompok kerja. Hasil riset yang dikeluarkan akhirnya bersifat untuk kementerian dan lembaga masing-masing.
"Jadi, itu yang kita sebut
critical mass-nya itu rendah," ucap Handoko.
Penyatuan seluruh badan riset di Indonesia dinilai menjadi pintu keluar dari kedua masalah itu. Penyatuan seluruh badan riset juga diyakini membuat inovasi untuk membantu kinerja pemerintah makin baik.
Penyatuan badan riset juga diyakini bisa mengonsolidasikan semua sumber daya yang dimiliki negara saat ini. Penyatuan itu bisa menjadi pintu masuk periset baru di Indonesia.
"Supaya kalau sumber dayanya sudah kita gabung, kita mampu memberikan fasilitas supaya orang lain bisa masuk ke riset," kata Handoko.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)