Jakarta: Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) yang kini berprofesi sebagai advokat, Denny Indrayana, mengaku dirinya mendapatkan informasi mengenai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) perihal sistem pemilu legislatif yang akan kembali ke sistem proporsional tertutup atau coblos partai. Putusan tersebut, kata Denny, diwarnai perbedaan pendapat atau dissenting opinion di MK.
Menanggapi itu, Analisis Politik Ray Rangkuti, menilai jika MK memutuskan sistem pemilu jadi proporsional tertutup, maka MK tak memandang ke arah depan namun memilih mundur ke belakang.
“Itu artinya MK tak memandang ke depan republik tetapi memandang melihat ke belakang. Karena kebutuhan publik di era digital bukan seperti parpol pada era ketika jaman 1980-1990-an,” tutur Ray kepada Media Indonesia, Minggu, 28 Mei 2023.
Menurut Ray, memperkuat partai melalui proporsional tertutup seperti di zaman era 1980-an sudah tak relevan. Sebab adanya satu kultur politik yang berbeda di masa sekarang.
“Tren ke depan tak lagi formil seperti itu. Orang per orang bisa mengubah wajah satu wilayah, seperti Bima (kasus jalan di Lampung),” tuturnya.
Saya kira kasus Sambo, semua tak melakukan formil di DPR, itu semua riuhan-riuhan publik melalui medsos. “Itulah realitas politik masa depan,” tegas Ray.
Jika MK masih berpikir untuk memperkuat partai dengan proporsional tertutup, Ray menyebut hal tersebut tak akan adaptif untuk kultur politik di masa mendatang.
Ray menegaskan ke depannya masyarakat malah akan meninggalkan partai. Hal itu lantaran masyarakat sudah tak merasa punya hubungan dengan partai.
“Orang mau ke TPS itu biasanya punya hubungan. Setidaknya ia punya hubungan dengan calon yang akan dipilihnya untuk ke TPS itu,” tuturnya.
Intinya, kata Ray, cara pandang jadul hakim konstitusi membuat publik dan partai semakin merenggang.
Ray juga mengemukakan akan ada sedikit banyak kekacauan jika MK memutuskan sistem pemilu jadi proporsional tertutup. Pasalnya, Ray mengatakan tak sedikit anggota DPR RI yang tengah menjabat sekarang akan mengundurkan diri.
“Saya mendengar begitu, mereka (anggota DPR) mengatakan jika MK akan putuskan tertutup, kita lebih baik mundur saja. Menurut mereka itu buang-buang tenaga,” ungkap Ray.
Jika MK betul-betul memutuskan sistem pemilu jadi proporsional tertutup, Ray beranggapan bahwa keputusan tersebut menjadi tanda kemerosotan MK.
“Saya berkesimpulan, kalau anda ingin memorosotkan demokrasi, dan melemahkan gerakan reformasi datanglah ke MK. Di MK adalah gedung di mana demokrasi merosot dan anti korupsi melemah,” ujarnya.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id
Jakarta: Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) yang kini berprofesi sebagai advokat, Denny Indrayana, mengaku dirinya mendapatkan informasi mengenai putusan
Mahkamah Konstitusi (MK) perihal sistem pemilu legislatif yang akan kembali ke
sistem proporsional tertutup atau coblos partai. Putusan tersebut, kata Denny, diwarnai perbedaan pendapat atau
dissenting opinion di MK.
Menanggapi itu, Analisis Politik Ray Rangkuti, menilai jika MK memutuskan sistem pemilu jadi proporsional tertutup, maka MK tak memandang ke arah depan namun memilih mundur ke belakang.
“Itu artinya MK tak memandang ke depan republik tetapi memandang melihat ke belakang. Karena kebutuhan publik di era digital bukan seperti parpol pada era ketika jaman 1980-1990-an,” tutur Ray kepada
Media Indonesia, Minggu, 28 Mei 2023.
Menurut Ray, memperkuat partai melalui proporsional tertutup seperti di zaman era 1980-an sudah tak relevan. Sebab adanya satu kultur politik yang berbeda di masa sekarang.
“Tren ke depan tak lagi formil seperti itu. Orang per orang bisa mengubah wajah satu wilayah, seperti Bima (kasus jalan di Lampung),” tuturnya.
Saya kira kasus Sambo, semua tak melakukan formil di DPR, itu semua riuhan-riuhan publik melalui medsos. “Itulah realitas politik masa depan,” tegas Ray.
Jika MK masih berpikir untuk memperkuat partai dengan proporsional tertutup, Ray menyebut hal tersebut tak akan adaptif untuk kultur politik di masa mendatang.
Ray menegaskan ke depannya masyarakat malah akan meninggalkan partai. Hal itu lantaran masyarakat sudah tak merasa punya hubungan dengan partai.
“Orang mau ke TPS itu biasanya punya hubungan. Setidaknya ia punya hubungan dengan calon yang akan dipilihnya untuk ke TPS itu,” tuturnya.
Intinya, kata Ray, cara pandang jadul hakim konstitusi membuat publik dan partai semakin merenggang.
Ray juga mengemukakan akan ada sedikit banyak kekacauan jika MK memutuskan sistem pemilu jadi proporsional tertutup. Pasalnya, Ray mengatakan tak sedikit anggota DPR RI yang tengah menjabat sekarang akan mengundurkan diri.
“Saya mendengar begitu, mereka (anggota DPR) mengatakan jika MK akan putuskan tertutup, kita lebih baik mundur saja. Menurut mereka itu buang-buang tenaga,” ungkap Ray.
Jika MK betul-betul memutuskan sistem pemilu jadi proporsional tertutup, Ray beranggapan bahwa keputusan tersebut menjadi tanda kemerosotan MK.
“Saya berkesimpulan, kalau anda ingin memorosotkan demokrasi, dan melemahkan gerakan reformasi datanglah ke MK. Di MK adalah gedung di mana demokrasi merosot dan anti korupsi melemah,” ujarnya.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(END)