Jakarta: Cendikiawan Yudi Latief mempersoalkan penerapan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold 20 persen. Aturan tersebut dinilai memunculkan polarisasi.
"Desain-desain politik yang memaksa kita terbelah. Contohnya, mana ada di negara sistem presidensialisme harus dibatasi dengan presidential threshold," ujar Yudi dalam Seminar Kebangsaan bertajuk Masa Depan Bangsa Di Tengah Maraknya Politik Identitas, di Golden Ballroom Hotel Sultan, Jakarta, Kamis, 16 Juni 2022.
Menurut dia, adanya presidential threshold 20 persen hanya membuat pengelompokan politik secara tajam hingga menimbulkan perpecahan di tengah masyarakat. Padahal, Pancasila sejatinya menyatukan perbedaan dan mencari titik temu antar elemen bangsa.
"Bhineka Tunggal Ika itu suatu yang dimiliki Indonesia yang sangat khas. Kita mengakui adanya perbedaan di antara kita tetapi kita juga selalu mencari titik-titik persamaan," terangnya.
Baca: 'Cahaya Dari Timur' Menggema di Rakernas NasDem
Sementara itu, Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla menilai ambang batas 20 persen cukup berat dipenuhi. Saat ini, partai yang berhasil memenuhi angka tersebut, kata JK, justru memiliki capres yang elektabilitasnya rendah.
"(Sedangkan) yang punya elektabilitas tinggi tapi tidak ada partainya, bagaimana menggabungkan dua hal ini, elektabilitas tinggi partainya cukup (memenuhi ambang batas)," ujar Jusuf Kalla.
Jakarta: Cendikiawan Yudi Latief mempersoalkan penerapan ambang batas pencalonan presiden atau
presidential threshold 20 persen. Aturan tersebut dinilai memunculkan polarisasi.
"Desain-desain politik yang memaksa kita terbelah. Contohnya, mana ada di negara sistem presidensialisme harus dibatasi dengan presidential threshold," ujar Yudi dalam Seminar Kebangsaan bertajuk Masa Depan Bangsa Di Tengah Maraknya Politik Identitas, di Golden Ballroom Hotel Sultan, Jakarta, Kamis, 16 Juni 2022.
Menurut dia, adanya
presidential threshold 20 persen hanya membuat pengelompokan politik secara tajam hingga menimbulkan perpecahan di tengah masyarakat. Padahal, Pancasila sejatinya menyatukan perbedaan dan mencari titik temu antar elemen bangsa.
"Bhineka Tunggal Ika itu suatu yang dimiliki Indonesia yang sangat khas. Kita mengakui adanya perbedaan di antara kita tetapi kita juga selalu mencari titik-titik persamaan," terangnya.
Baca:
'Cahaya Dari Timur' Menggema di Rakernas NasDem
Sementara itu, Wakil Presiden (Wapres)
Jusuf Kalla menilai ambang batas 20 persen cukup berat dipenuhi. Saat ini, partai yang berhasil memenuhi angka tersebut, kata JK, justru memiliki capres yang elektabilitasnya rendah.
"(Sedangkan) yang punya elektabilitas tinggi tapi tidak ada partainya, bagaimana menggabungkan dua hal ini, elektabilitas tinggi partainya cukup (memenuhi ambang batas)," ujar Jusuf Kalla.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AGA)