Ahmad Riza Patria (tengah)-------MI/M Irfan
Ahmad Riza Patria (tengah)-------MI/M Irfan

Komisi II Kecewa MK 'Halalkan' Politik Dinasti

Astri Novaria • 09 Juli 2015 07:44
medcom.id, Jakarta: Pimpinan Komisi II DPR RI kecewa dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang politik dinasti. Sebab, MK yang membatalkan ketentuan perundang-undangan yang mengatur soal larangan politik dinasti.
 
"Komisi II kecewa dengan putusan MK. Kami harap seharusnya MK memahami niat baik dan tujuan dari pasal tersebut dan kenyataan selama ini banyak kenyataan di daerah politik dinasti tidak membawa pengaruh baik," ujar Wakil Ketua Komisi II, Ahmad Riza Patria, Rabu (8/7/2015).
 
Menurut dia, ketentuan dalam Pasal 119 dan Pasal 123 ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, dan Undang-Undang No.8 Tahun 2015 tentang Perubahan UU No. 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, yang dinilai sudah sesuai dalam mengadang niatan kepala daerah untuk membangun kerajaannya.

"Kami sudah sampaikan ke pimpinan MK agar coba memahami apa yang menjadi niat dan maksud saat kita membuat pasal itu. Fakta membuktikan di lapangan, kepala daerah periode kedua sangat mudah karena dia punya kekuasaan dan otoritas karena punya kewenangan menempatkan pejabat dari level bawah hingga level atas. Ini kan masalah, tidak memberi rasa keadilan," paparnya.
 
Meskipun begitu, Riza mengaku pihaknya hanya bisa mengikuti Putusan MK, karena sudah final dan mengikat. Ia mengimbau pimpinan parpol untuk tidak memperbolehkan calon-calon dari petahana untuk maju lagi. Selain itu, ia mengatakan PKPU mengenai petahana juga harus dicabut oleh KPU dan membuat PKPU yang baru lagi mengikuti putusan MK.
 
"Bawaslu juga dalam hal ini dapat memberikan laporan yang cepat dan tepat kalau ada petahana yang mencalonkan, dan keluarga kepala daerah untuk maju bagi calon. Begitu juga LSM dan Media harus ikut memantau untuk membongkar kasus-kasus kepala daerah yang ada bila ada agar publik tidak terjebak," pungkasnya.
 
Kemarin, MK membolehkan siapa saja yang memiliki hubungan darah atau perkawinan dengan kepala daerah untuk mencalonkan diri dalam Pilkada.
 
Dalam putusannya terkait pengujian Pasal 7 huruf r Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota terkait syarat yang melarang bakal calon kepala daerah memiliki hubungan darah/perkawinan dengan petahana, majelis hakim konstitusi menilai pasal itu bertentangan dengan Pasal 28 i ayat 2 UUD 1945.
 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(TII)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan