Jakarta: Wakil Ketua MPR Syarief Hasan menyebut masih terus menampung usulan terkait rumusan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). Usulan berbagai elemen masyarakat akan dibawa ke dalam rapat gabungan.
"Karena kami memiliki kajian ketatanegaraan dan komisi kajian ketatanegaraan," kata Syarief dalam diskusi Cross Check by Medcom.id bertajuk 'Menghidupkan GBHN, Menghidupkan Orba?' di Upnormal Coffee and Roasters, Jalan Wahid Hasyim, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu, 16 Februari 2020.
Syarief menilai GBHN memang diperlukan. Namun, ia menilai penerapan GBHN tak perlu dengan mengamendemen Undang-Undang Dasar (UUD). "Cukup melalui UUD, seperti sekarang ini," ujarnya.
Menurut Syarief, tak ada tenggat yang ditetapkan dalam wacana amendemen UUD atau penerapan GBHN. MPR tak mau revisi regulasi penting ini dikerjakan dengan terburru-buru.
"Rencana perubahan amandemen UUD 1945 ini dirasa cukup tinggi, ya itu nanti jadi keputusan MPR. Kita harus pertanggungjawaban semua jadi apapun yang kami putuskan tergantung dari aspirasi masyarakat," ujar Syarief.
Diskusi Cross Check by Medcom.id bertajuk 'Menghidupkan GBHN, Menghidupkan Orba?'. Foto: Medcom.id/Fachri Audhia Hafiez
GBHN sejatinya pernah menjadi pedoman pembangunan semasa rezim Orde Baru. Kala itu, GBHN dijadikan acuan oleh Presiden kedua Indonesia, Soeharto. GBHN yang memuat haluan penyelenggaraan negara ini dirancang dan disahkan MPR yang saat itu masih menjadi lembaga tertinggi negara.
Menyetujui kembalinya GBHN bisa membuka pintu amendemen lain, yaitu mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara. Jika presiden kembali menjadi mandataris MPR, pemilihan presiden cukup dilakukan sekelompok politikus, seperti pada era Orde Baru. Masa jabatan presiden berpotensi juga tidak dibatasi.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/xkE3Z8MN" frameborder="0" scrolling="no" allowfullscreen></iframe>
Jakarta: Wakil Ketua MPR Syarief Hasan menyebut masih terus menampung usulan terkait rumusan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). Usulan berbagai elemen masyarakat akan dibawa ke dalam rapat gabungan.
"Karena kami memiliki kajian ketatanegaraan dan komisi kajian ketatanegaraan," kata Syarief dalam diskusi Cross Check by Medcom.id bertajuk 'Menghidupkan GBHN, Menghidupkan Orba?' di Upnormal Coffee and Roasters, Jalan Wahid Hasyim, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu, 16 Februari 2020.
Syarief menilai GBHN memang diperlukan. Namun, ia menilai penerapan GBHN tak perlu dengan mengamendemen Undang-Undang Dasar (UUD). "Cukup melalui UUD, seperti sekarang ini," ujarnya.
Menurut Syarief, tak ada tenggat yang ditetapkan dalam wacana amendemen UUD atau
penerapan GBHN. MPR tak mau revisi regulasi penting ini dikerjakan dengan terburru-buru.
"Rencana perubahan amandemen UUD 1945 ini dirasa cukup tinggi, ya itu nanti jadi keputusan MPR. Kita harus pertanggungjawaban semua jadi apapun yang kami putuskan tergantung dari aspirasi masyarakat," ujar Syarief.
Diskusi Cross Check by Medcom.id bertajuk 'Menghidupkan GBHN, Menghidupkan Orba?'. Foto: Medcom.id/Fachri Audhia Hafiez
GBHN sejatinya pernah menjadi pedoman pembangunan semasa rezim Orde Baru. Kala itu, GBHN dijadikan acuan oleh Presiden kedua Indonesia, Soeharto. GBHN yang memuat haluan penyelenggaraan negara ini dirancang dan disahkan MPR yang saat itu masih menjadi lembaga tertinggi negara.
Menyetujui kembalinya GBHN bisa membuka pintu amendemen lain, yaitu mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara. Jika presiden kembali menjadi mandataris MPR, pemilihan presiden cukup dilakukan sekelompok politikus, seperti pada era Orde Baru. Masa jabatan presiden berpotensi juga tidak dibatasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(AGA)
