medcom.id, Jakarta: Polemik soal lesbian, gay, bisexual and transgender (LBGT) tengah mencuat beberapa waktu belakangan ini. Bermula dari protes Universitas Indonesia (UI) terhadap kelompok support group and research center (SGRC) yang membawa nama UI, polemik melebar ke mana-mana.
Isu LGBT pun mewarnai rapat gabungan Komisi I dan III bersama perwakilan pemerintah. Anggota DPR menghendaki, polemik LGBT juga dijadikan salah satu prioritas penanganan.
Anggota Komisi III dari Fraksi PKS, Aboe Bakar Alhabsy menyatakan fenomena LGBT tak kalah berbahaya dibanding dengan isu terorisme dan narkoba. Ia meminta, pemerintah segera menangani masalah ini. Pemerintah diharap ketegasannya untuk melarang LGBT.
"Jika tidak, maka kampungan republik ini. Ini (LGBT) aib," kata Aboe Bakar dalam rapat gabungan tersebut di Kompleks Parlemen, Jalan Jenderal Gatot Subroto, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (15/2/2016).
Aboe Bakar mengutip kitab suci Alquran. Menurut dia, fenomena gay dan lesbi pernah terjadi pada kaum yang hidup di zaman Nabi Luth. Kaum tersebut kemudian dimusnahkan karena membiarkan perilaku menyimpang terkait hubungan sesama jenis.
"Kaum Luth itu dibinasakan," ujar Aboe Bakar.
Senada dengan Aboe Bakar, anggota Komisi I dari Fraksi PDI Perjuangan Effendi Muara Sakti Simbolon menilai serupa. Effendi menyebut, LGBT sebagai ancaman yang sudah sangat dekat.
"Ini sudah jadi sebuah ancaman, bukan lagi di luar pekarangan tapi dalam rumah kita, rentan terhadap persoalan hal ini," ujar Effendi.
Polemik LGBT ramai dibicarakan di media sosial. Fenomena ini bermula dari brosur SGRC yang memberi ruang kepada pengidap LGBT. SGRC awalnya membawa nama UI. Tapi belakangan, Rektorat UI tak terima nama kampus dibawa-bawa. Polemik melebar hingga membikin Menristek DIkti Muhammad Natsir berkomentar yang melarang LGBT di kampus.
Komentar sang menteri membikin polemik baru. Bahkan, Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan itu mengomentari. Luhut tak sepakat LGBT tak dilindungi. Sebab, Luhut menilai LGBT masih punya hak sebagai warga negara.
medcom.id, Jakarta: Polemik soal lesbian, gay, bisexual and transgender (LBGT) tengah mencuat beberapa waktu belakangan ini. Bermula dari protes Universitas Indonesia (UI) terhadap kelompok
support group and research center (SGRC) yang membawa nama UI, polemik melebar ke mana-mana.
Isu LGBT pun mewarnai rapat gabungan Komisi I dan III bersama perwakilan pemerintah. Anggota DPR menghendaki, polemik LGBT juga dijadikan salah satu prioritas penanganan.
Anggota Komisi III dari Fraksi PKS, Aboe Bakar Alhabsy menyatakan fenomena LGBT tak kalah berbahaya dibanding dengan isu terorisme dan narkoba. Ia meminta, pemerintah segera menangani masalah ini. Pemerintah diharap ketegasannya untuk melarang LGBT.
"Jika tidak, maka kampungan republik ini. Ini (LGBT) aib," kata Aboe Bakar dalam rapat gabungan tersebut di Kompleks Parlemen, Jalan Jenderal Gatot Subroto, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (15/2/2016).
Aboe Bakar mengutip kitab suci Alquran. Menurut dia, fenomena gay dan lesbi pernah terjadi pada kaum yang hidup di zaman Nabi Luth. Kaum tersebut kemudian dimusnahkan karena membiarkan perilaku menyimpang terkait hubungan sesama jenis.
"Kaum Luth itu dibinasakan," ujar Aboe Bakar.
Senada dengan Aboe Bakar, anggota Komisi I dari Fraksi PDI Perjuangan Effendi Muara Sakti Simbolon menilai serupa. Effendi menyebut, LGBT sebagai ancaman yang sudah sangat dekat.
"Ini sudah jadi sebuah ancaman, bukan lagi di luar pekarangan tapi dalam rumah kita, rentan terhadap persoalan hal ini," ujar Effendi.
Polemik LGBT ramai dibicarakan di media sosial. Fenomena ini bermula dari brosur SGRC yang memberi ruang kepada pengidap LGBT. SGRC awalnya membawa nama UI. Tapi belakangan, Rektorat UI tak terima nama kampus dibawa-bawa. Polemik melebar hingga membikin Menristek DIkti Muhammad Natsir berkomentar yang melarang LGBT di kampus.
Komentar sang menteri membikin polemik baru. Bahkan, Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan itu mengomentari. Luhut tak sepakat LGBT tak dilindungi. Sebab, Luhut menilai LGBT masih punya hak sebagai warga negara.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(TII)