medcom.id, Jakarta: Forum Advokat Pengawal Pancasila (FAPP) yakin Mahkamah Konstitusi (MK) menolak uji materi Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Ormas. Pasalnya, kedudukan hukum para pemohon masih dipertanyakan.
"Dari segi legal standing saya lihat tidak cukup kuat. Bagaimana mau menang jika legal standing saja masih dipersoalkan, diragukan. Berputar-putar, berganti-ganti (pemohonnya)," kata anggota FAPP I Wayan Sudirta di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu 30 Agustus 2017.
Menurut dia, unsur keadaan mendesak dari munculnya Perppu sudah terpenuhi. Alhasil, penerbitan aturan ini sudah sesuai dengan undang-undang. Hal ini, kata dia, terlihat dari survei Wahid Foundation bersama Lingkaran Survei Indonesia di 2016.
"(Survei) menyatakan sekitar 11 juta masyarakat kita sudah dipengaruhi untuk mengikuti ideologi lain di luar NKRI. Apakah ini bukan dalam keadaan mendesak?" kata Wayan.
Wayan pun mempertanyakan protes pihak yang menilai penerbitan Perppu Ormas tidak demokratis. Pasalnya, tak ada tindakan represif yang mengindikasikan hilangnya demokrasi. Bekas anggota ormas yang dibubarkan tetap diberi ruang di Tanah Air.
Dari sisi hukum, kata dia, pihak yang tak setuju masih bisa menggugat regulasi dengan mengajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Mereka juga bisa mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi.
"Tersedia cukup lembaga dan jalur untuk menempuh upaya hukum untuk membela hak-haknya," imbuh Wayan.
Sidang uji materi Perppu Ormas digelar pukul 11.00 WIB, siang ini. Sidang beragendakan mendengar keterangan pihak pemerintah dan pihak terkait.
Ada 7 pihak yang mengajukan gugatan dan berpartisipasi sebagai pemohon dalam sidang tersebut. Di antaranya, Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) dan pengurus Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) serta kuasa hukum Front Pembela Islam (FPI) Kapitra Ampera.
FAPP dalam sidang ini menjadi pihak terkait. Pasalnya, FAPP merasa menjadi pihak yang terkena dampak jika ada perubahan Perppu Ormas.
medcom.id, Jakarta: Forum Advokat Pengawal Pancasila (FAPP) yakin Mahkamah Konstitusi (MK) menolak uji materi Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Ormas. Pasalnya, kedudukan hukum para pemohon masih dipertanyakan.
"Dari segi
legal standing saya lihat tidak cukup kuat. Bagaimana mau menang jika
legal standing saja masih dipersoalkan, diragukan. Berputar-putar, berganti-ganti (pemohonnya)," kata anggota FAPP I Wayan Sudirta di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu 30 Agustus 2017.
Menurut dia, unsur keadaan mendesak dari munculnya Perppu sudah terpenuhi. Alhasil, penerbitan aturan ini sudah sesuai dengan undang-undang. Hal ini, kata dia, terlihat dari survei Wahid Foundation bersama Lingkaran Survei Indonesia di 2016.
"(Survei) menyatakan sekitar 11 juta masyarakat kita sudah dipengaruhi untuk mengikuti ideologi lain di luar NKRI. Apakah ini bukan dalam keadaan mendesak?" kata Wayan.
Wayan pun mempertanyakan protes pihak yang menilai penerbitan Perppu Ormas tidak demokratis. Pasalnya, tak ada tindakan represif yang mengindikasikan hilangnya demokrasi. Bekas anggota ormas yang dibubarkan tetap diberi ruang di Tanah Air.
Dari sisi hukum, kata dia, pihak yang tak setuju masih bisa menggugat regulasi dengan mengajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Mereka juga bisa mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi.
"Tersedia cukup lembaga dan jalur untuk menempuh upaya hukum untuk membela hak-haknya," imbuh Wayan.
Sidang uji materi Perppu Ormas digelar pukul 11.00 WIB, siang ini. Sidang beragendakan mendengar keterangan pihak pemerintah dan pihak terkait.
Ada 7 pihak yang mengajukan gugatan dan berpartisipasi sebagai pemohon dalam sidang tersebut. Di antaranya, Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) dan pengurus Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) serta kuasa hukum Front Pembela Islam (FPI) Kapitra Ampera.
FAPP dalam sidang ini menjadi pihak terkait. Pasalnya, FAPP merasa menjadi pihak yang terkena dampak jika ada perubahan Perppu Ormas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)