Jakarta: Sebanyak 20 Warga Negara Indonesia (WNI) di Arab Saudi terancam hukuman mati. Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri RI Lalu Muhammad Iqbal menyebut, lima orang WNI di antaranya terlibat kasus sihir.
"Sebagai pemetaan saja dari kasus 20 WNI terancam hukuman mati, 15 kasus tuduhannya pembunuhan dan lima adalah sihir," kata Iqbal di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 21 Maret 2018.
Saat ini pendampingan hukum untuk para WNI tersebut telah dilakukan pemerintah Indoneisa sebagai upaya pembelaan. Khusus untuk kasus tuduhan sihir, lanjut Iqbal, eksekusi hukuman mati peluangnya masih besar untuk dihindari.
"Kasus ini (tuduhan sihir) bisa dimaafkan oleh raja, kemungkinan besar masih bisa dibebaskan. Tapi yang pembunuhan ini sudah didampingi sejak awal sehingga kita punya semua datanya," tuturnya.
Baca: Hukum Pancung Hak Konstitusional Arab
Iqbal mengungkapkan, dua dari 15 WNI dengan kasus pembunuhan nasibnya berada di ujung tanduk. Dua WNI tersebut bernama Tuty Tursilawati dan Eti binti Toyib.
Keduanya masuk dalam katagori kritis menghadapi eksekusi hukuman mati setelah divonis pada tahun 2010. Katagori kritis disematkan lantaran pemerintah Indonesia tak cukup waktu melakukan pendampingan hukum.
Sistem perlindungan terhadap WNI terutama TKI relatif baru terbangun dan memadai pada tahun 2011. Karenanya, sulit bagi kuasa hukum melakukan strategi pembelaan.
"Dari 23 (vonis hukuman mati), yang dibebaskan hampir 90 persen adalah kasus yang muncul setelah periode 2011, pendampingan langsung pada saat kasus itu muncul mulai dari proses investigasi sehingga kita tahu persis apa yang ada di dalam BAP, strateginya kita susun dari awal," tuturnya.
Jakarta: Sebanyak 20 Warga Negara Indonesia (WNI) di Arab Saudi terancam hukuman mati. Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri RI Lalu Muhammad Iqbal menyebut, lima orang WNI di antaranya terlibat kasus sihir.
"Sebagai pemetaan saja dari kasus 20 WNI terancam hukuman mati, 15 kasus tuduhannya pembunuhan dan lima adalah sihir," kata Iqbal di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 21 Maret 2018.
Saat ini pendampingan hukum untuk para WNI tersebut telah dilakukan pemerintah Indoneisa sebagai upaya pembelaan. Khusus untuk kasus tuduhan sihir, lanjut Iqbal, eksekusi hukuman mati peluangnya masih besar untuk dihindari.
"Kasus ini (tuduhan sihir) bisa dimaafkan oleh raja, kemungkinan besar masih bisa dibebaskan. Tapi yang pembunuhan ini sudah didampingi sejak awal sehingga kita punya semua datanya," tuturnya.
Baca: Hukum Pancung Hak Konstitusional Arab
Iqbal mengungkapkan, dua dari 15 WNI dengan kasus pembunuhan nasibnya berada di ujung tanduk. Dua WNI tersebut bernama Tuty Tursilawati dan Eti binti Toyib.
Keduanya masuk dalam katagori kritis menghadapi eksekusi hukuman mati setelah divonis pada tahun 2010. Katagori kritis disematkan lantaran pemerintah Indonesia tak cukup waktu melakukan pendampingan hukum.
Sistem perlindungan terhadap WNI terutama TKI relatif baru terbangun dan memadai pada tahun 2011. Karenanya, sulit bagi kuasa hukum melakukan strategi pembelaan.
"Dari 23 (vonis hukuman mati), yang dibebaskan hampir 90 persen adalah kasus yang muncul setelah periode 2011, pendampingan langsung pada saat kasus itu muncul mulai dari proses investigasi sehingga kita tahu persis apa yang ada di dalam BAP, strateginya kita susun dari awal," tuturnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(YDH)
