Seorang anak memerhatikan senapan mesin di atas kendaraan militer saat Pameran Alat Utama Sistem Pertahanan (Alutsista) TNI AD, AU, dan AL di Trans Studio Mall, Makassar. ANT/Dewi Fajriani.
Seorang anak memerhatikan senapan mesin di atas kendaraan militer saat Pameran Alat Utama Sistem Pertahanan (Alutsista) TNI AD, AU, dan AL di Trans Studio Mall, Makassar. ANT/Dewi Fajriani.

Belanja Alutsista tak Boleh Melalui Makelar

Golda Eksa • 03 Maret 2018 11:12
Jakarta: Pembelian alat utama sistem persenjataan (alutsista) sebaiknya dilakukan sesuai regulasi yang berlaku. Proses pengadaan alutsista pun tidak boleh melibatkan agen atau makelar.
 
Ketua Tim Pelaksana Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) Laksamana (Purn) Soemarjono mengatakan, proses pembelian alutsista telah diatur dalam UU Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan.
 
"Jadi tidak boleh menggunakan agen. Tidak ada ceritanya memakai agen karena hal itu jelas menabrak UU," ujar Soemarjono kepada wartawan di Gedung Kementerian Pertahanan, Jakarta, Jumat, 2 Maret 2018.

Contoh kasus pelanggaran tersebut, lanjut dia, seperti pembelian helikopter Agusta Westland (AW) 101 oleh TNI Angkatan Udara yang akhirnya berujung pada kasus dugaan pidana korupsi. Ia juga mengingatkan agar setiap pembelian alutsista sejatinya mengantongi izin dari KKIP.
 
"UU 16/2012 mengatakan untuk membeli produk dari luar negeri manakala produk dalam negeri belum memungkinkan, bisa dilaksanakan G to G (government to government), G to B (government to business), atau B to B (business to business) untuk pembelian komponen," jelas Soemarjono.
 
Ia menambahkan, dalam membangun industri pertahanan harus mengenal konsep Triple Helix, yaitu sinergitas antara perguruan tinggi, pemerintah, dan industri pertahanan. Artinya, pertahanan tidak akan maju jika tidak ada dukungan dari pemerintah dan perguruan tinggi.
 
"Perguruan tinggi dan industri pertahanan bekerja sama melakukan penelitian, pengembangan, dan rekayasa yang dibutuhkan untuk memajukan kemampuan dan keterampilan dalam hal inovasi teknologi. Sementara itu, pemerintah melalui kebijakannya mendukung kegiatan-kegiatan tersebut," terang dia.
 
Ketua Perencanaan KKIP Said Didu menambahkan, sebaiknya BUMN tetap diposisikan sebagai pelaksana utama atau pemandu yang realitasnya perlu dibantu oleh BUMS dalam pengadaan alutsista. Apabila pihak swasta yang berperan selaku pelaksana utama dikhawatirkan negara bisa mengalami kerugian.
 
"Ini yang kadang-kadang diabaikan dan justru pensiunan bintang yang berjuang bahwa ini harus swasta," kata Said.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DRI)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan