Ilustrasi: Medcom.id
Ilustrasi: Medcom.id

Formappi Anggap Kinerja DPR Buruk

Cahya Mulyana • 08 Maret 2021 02:43
Jakarta: Kinerja DPR RI selama masa sidang III dinilai buruk dengan dasar rendahnya produktivitas di bidang legislasi, pengawasan, maupun budgeting. Kondisi serupa bisa berlanjut karena perencanaan legislasi sebagai acuan tugas legislatif tidak kunjung tuntas. 
 
"Selama masa sidang III, kinerja wakil rakyat sangat buruk karena dari rencana membahas empat RUU, faktanya hanya dua yang selesai, yaitu Cipta Kerja dan Bea Materi," ujar Direktur Eksekutif Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) I Made Leo Wiratma di Jakarta, Minggu, 7 Maret 2021.
 
Menurut dia, masa sidang III relatif pendek, 11 Januari sampai 7 Maret 2021 atau 23 hari kerja. Selain itu, rencana kegiatan fungsi pengawasan dialokasikan 50 persen, legislasi hanya 35 persen, dan anggaran 15 persen dari waktu yang tersedia. 

Baca: Keterlambatan Pengesahan Prolegnas Dinilai Berdampak pada Anggaran Pembahasan
 
Hasilnya, kata dia, kinerja Parlemen pada masa sidang III masih melanjutkan tradisi lama, yakni di bawah harapan. DPR gagal menjadikan periode kerja itu sebagai momentum untuk membangkitkan optimisme dalam meningkatkan kinerja legislasi. 
 
"Masa sidang III justru memunculkan pesimisme sejak awal bahwa kinerja DPR di 2021 tak akan lebih baik dari tahun sebelumnya," ujar Leo.
 
Ada banyak alasan yang menyebabkan buruknya kinerja legislasi. Hal ini mulai dari tata kelola perencanaan yang buruk hingga sabotase kepentingan politik yang menghambat laju pengesahan program legislasi nasional (prolegnas) prioritas. 
 
Kepatuhan DPR kepada Presiden Joko Widodo juga menambah runyamnya pelaksanaan fungsi legislasi. Perencanaan yang buruk di bidang legislasi ditandai belum rampungnya penyusunan prolegnas prioritas yang seharusnya disahkan pada masa sidang I 2020-2021. 
 
"Bagaimana mungkin DPR dapat langsung membahas suatu RUU sementara yang harus dibahas belum ditetapkan. Oleh karena itu, rencana DPR membahas empat RUU pada masa sidang III ini menjadi utopis karena tidak memiliki dasar yang jelas dan kuat," papar dia. 
 
Ia mengatakan Prolegnas Prioritas 2021 sudah ditetapkan Badan Legislasi pada 14 Januari 2021. Mestinya Bamus langsung mengagendakan pengambilan keputusan di tingkat paripurna, tetapi tiba-tiba muncul pro kontra antarfraksi dan pemerintah yang ingin mencabut RUU Pemilu. 
 
Ke depan, DPR didorong konsisten menetapkan prolegnas protitas pada akhir tahun. Perencanaan itu diharap dibentuk tanpa berdasarkan kepentingan pragmatis sempit, tetapi untuk kebutuhan prioritas hukum nasional. 
 
"Selain itu, pemerintah itu bermitra dengan DPR, karena itu DPR jangan tunduk kepada pemerintah dalam penyusunan legislasi," ujar dia.

Bebas sanksi 


Leo mengatakan DPR sulit diberikan sanksi meskipun kinerjanya buruk. Pasalnya, tidak ada institusi di atas DPR. 
 
"Hanya rakyat yang bisa memberikan sanksi dengan tidak kembali memilih mereka di pemilihan legislatif. Tapi itu pun kalau masih ingat dan kebanyakan lupa sehingga banyak yang kembali terpilih," jelas Leo. 
 
Peneliti Formappi Lucius Karus menjelaskan pihak yang paling mungkin memberikan sanksi terhadap kinerja DPR, yakni fraksi dan partai. Pasalnya, keduanya memiliki kekuasaan terhadap anggota DPR, tetapi tidak pernah berjalan. 
 
"Sanksi seperti pergantian antarwaktu (PAW) atau lainnya hanya dilakukan ketika anggota DPR yang membangkang terhadap keinginan fraksi dan partai," ujar Lucius. 
 
Dia mencontohkan pemecatan anggota DPR asal Partai Demokrat. Mereka didepak dengan alasan membantu kongres luar biasa (KLB). 
 
"Jadi partai politik sangat sensitif terhadap kepentingan partainya saja namun tidak terhadap kepentingan rakyat. Jadi tak ada harapan kepada partai atau fraksi memberi sanksi terhadap anggotanya yang kinerjanya buruk," ungkap Lucius.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan