medcom.id, Jakarta: Sejumlah nama anggota parlemen yang terseret dalam pusaran kasus dugaan korupsi kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el) masuk dalam panitia khusus (pansus) hak angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM Oce Madril menilai, hal ini bisa menyebabkan konflik kepentingan dalam pansus.
"Para politikus yang disebut di KTP-el, punya kepentingan agar kasus itu tidak terlanjut," jelas Oce saat dihubungi Metrotvnews.com, Jumat, 9 Juni 2017.
Oce menyebut, pansus hak angket KPK rentan digunakan sebagai alat negosiasi, penekan, dan alat untuk melindungi pihak tertentu. Apalagi, kata Oce, pansus hak angket KPK dinilai sudah keluar dari jalur yang dikehendaki konstitusi.
Pansus angket KPK bisa saja digunakan untuk menekan KPK. Bahkan, pansus dinilai bisa digunakan untuk melemahkan lembaga antikorupsi itu.
"Dan boleh jadi ujung-ujungnya adalah revisi UU kelembagaan KPK, kewenangan KPK misalnya, dan itu sangat memungkinkan kalau melihat arah dari pansus hak angket sekarang," tandasnya.
Rabu 7 Juni menjadi rapat perdana pansus. Pada saat itu hal yang disampaikan adalah sambutan pimpinan pansus yang terpilih. Masa kerja pansus, 60 hari. Sebanyak tujuh fraksi mengirimkan nama perwakilan ke pansus. Yaitu PDIP, Golkar, Gerindra, PPP, Hanura, NasDem, dan PAN.
Sementara PKS dan Demokrat tidak sepakat dengan keberadaan hak angket. Dua fraksi ini berdalih KPK tidak termasuk kategori objek penyelidikan angket DPR. Adapun PKB sama sekali belum bersikap. Fraksi PKB berdalih belum menerima arahan dari Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar.
medcom.id, Jakarta: Sejumlah nama anggota parlemen yang terseret dalam pusaran kasus dugaan korupsi kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el) masuk dalam panitia khusus (pansus) hak angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM Oce Madril menilai, hal ini bisa menyebabkan konflik kepentingan dalam pansus.
"Para politikus yang disebut di KTP-el, punya kepentingan agar kasus itu tidak terlanjut," jelas Oce saat dihubungi
Metrotvnews.com, Jumat, 9 Juni 2017.
Oce menyebut, pansus hak angket KPK rentan digunakan sebagai alat negosiasi, penekan, dan alat untuk melindungi pihak tertentu. Apalagi, kata Oce, pansus hak angket KPK dinilai sudah keluar dari jalur yang dikehendaki konstitusi.
Pansus angket KPK bisa saja digunakan untuk menekan KPK. Bahkan, pansus dinilai bisa digunakan untuk melemahkan lembaga antikorupsi itu.
"Dan boleh jadi ujung-ujungnya adalah revisi UU kelembagaan KPK, kewenangan KPK misalnya, dan itu sangat memungkinkan kalau melihat arah dari pansus hak angket sekarang," tandasnya.
Rabu 7 Juni menjadi rapat perdana pansus. Pada saat itu hal yang disampaikan adalah sambutan pimpinan pansus yang terpilih. Masa kerja pansus, 60 hari. Sebanyak tujuh fraksi mengirimkan nama perwakilan ke pansus. Yaitu PDIP, Golkar, Gerindra, PPP, Hanura, NasDem, dan PAN.
Sementara PKS dan Demokrat tidak sepakat dengan keberadaan hak angket. Dua fraksi ini berdalih KPK tidak termasuk kategori objek penyelidikan angket DPR. Adapun PKB sama sekali belum bersikap. Fraksi PKB berdalih belum menerima arahan dari Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DRI)