medcom.id, Jakarta: Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) membantah ideologinya bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Sebagai bukti, HTI mencantumkan Pancasila sebagai dasar negara dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga organisasi.
Namun, klaim tersebut dimentahkan oleh anggota Komisi VIII DPR RI Abdul Malik Haramain. Malik mengatakan klaim itu justru berbanding terbalik dengan pernyataan HTI sendiri saat RUU Ormas masih dibahas di kalangan legislatif.
"Justru teman-teman HTI tidak mau mencantumkan Pancasila sebagai ideologi negara di AD/ART-nya. Padahal asas ormas di UU Ormas itu jelas tidak boleh bertentangan dengan pancasila dan UUD 1945," ujar Malik dalam Primetime News, Rabu 19 Juli 2017.
Selama ini, kata Malik, apa yang digembar-gemborkan oleh HTI secara eksplisit bukan hanya menolak Pancasila melainkan juga mengampanyekan untuk mengganti Pancasila dengan negara khilafah. Hal inilah yang kemudian menjadi bukti kuat pemerintah untuk membubarkan ormas tersebut.
Malik menilai pemerintah memiliki cukup bukti dari dokumen yang dimiliki HTI dan aktivitas yang selama ini dilakukan bukan hanya laten tapi juga manifes menentang Pancasila.
"Faktual bahwa mereka benar-benar melakukan gerakan politik, bukan gerakan dakwah yang tidak hanya menolak tetapi ingin mengganti dasar negara dengan konsep khilafah. Ini berbahaya dan apa yang dilakukan pemerintah sudah tepat," katanya.
Menurut Malik, penerbitan Perppu Ormas hingga pencabutan status badan hukum yang dimiliki HTI tidak serampangan. Pemerintah telah melalui beragam proses dan analisis yang panjang untuk mengklasifikasi ormas-ormas yang bertentangan dengan Pancasila.
Namun, meskipun HTI telah dibubarkan dan dihapus secara administratif, hak konstitusi yang dimiliki ormas itu tak gugur. Ketika HTI merasa tak puas dengan keputusan pemerintah, gugatan ke pengadilan tetap bisa dilayangkan.
"Masalah uji hukum di pengadilan itu tidak hilang karena HTI atau pengurus HTI masih diberikan hak untuk mengajukan ke PTUN. Di PTUN nanti itulah ujian pertama apakah putusan administratif pemerintah itu bisa dipertahankan secara politik dan hukum atau tidak," jelasnya.
medcom.id, Jakarta: Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) membantah ideologinya bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Sebagai bukti, HTI mencantumkan Pancasila sebagai dasar negara dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga organisasi.
Namun, klaim tersebut dimentahkan oleh anggota Komisi VIII DPR RI Abdul Malik Haramain. Malik mengatakan klaim itu justru berbanding terbalik dengan pernyataan HTI sendiri saat RUU Ormas masih dibahas di kalangan legislatif.
"Justru teman-teman HTI tidak mau mencantumkan Pancasila sebagai ideologi negara di AD/ART-nya. Padahal asas ormas di UU Ormas itu jelas tidak boleh bertentangan dengan pancasila dan UUD 1945," ujar Malik dalam Primetime News, Rabu 19 Juli 2017.
Selama ini, kata Malik, apa yang digembar-gemborkan oleh HTI secara eksplisit bukan hanya menolak Pancasila melainkan juga mengampanyekan untuk mengganti Pancasila dengan negara khilafah. Hal inilah yang kemudian menjadi bukti kuat pemerintah untuk membubarkan ormas tersebut.
Malik menilai pemerintah memiliki cukup bukti dari dokumen yang dimiliki HTI dan aktivitas yang selama ini dilakukan bukan hanya laten tapi juga manifes menentang Pancasila.
"Faktual bahwa mereka benar-benar melakukan gerakan politik, bukan gerakan dakwah yang tidak hanya menolak tetapi ingin mengganti dasar negara dengan konsep khilafah. Ini berbahaya dan apa yang dilakukan pemerintah sudah tepat," katanya.
Menurut Malik, penerbitan Perppu Ormas hingga pencabutan status badan hukum yang dimiliki HTI tidak serampangan. Pemerintah telah melalui beragam proses dan analisis yang panjang untuk mengklasifikasi ormas-ormas yang bertentangan dengan Pancasila.
Namun, meskipun HTI telah dibubarkan dan dihapus secara administratif, hak konstitusi yang dimiliki ormas itu tak gugur. Ketika HTI merasa tak puas dengan keputusan pemerintah, gugatan ke pengadilan tetap bisa dilayangkan.
"Masalah uji hukum di pengadilan itu tidak hilang karena HTI atau pengurus HTI masih diberikan hak untuk mengajukan ke PTUN. Di PTUN nanti itulah ujian pertama apakah putusan administratif pemerintah itu bisa dipertahankan secara politik dan hukum atau tidak," jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MEL)