Jakarta: Indonesia sudah punya banyak aturan untuk memitigasi kekerasan seksual. Namun, tindakan tak bermoral itu masih terjadi di Tanah Air.
"Kurang keras apa Pak Jokowi (Presiden Joko Widodo) soal kebiri? itu sudah high call bahkan itu Undang-Undang (UU)-nya sudah luar biasa," kata Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) Willy Aditya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 26 Juli 2022.
Willy menyampaikan masifnya kekerasan seksual di Indonesia terjadi bukan karena permasalahan hukum. Bahkan, Indonesia sudah menerapkan hukuman kebiri bagi pelaku kekerasan seksual dalam UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.
Selain UU Perlindungan Anak, Indonesia sudah memiliki UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT), UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang, dan UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
"Yang penting political will dari pemerintah itu sudah hadir baik dalam perlindungan anak ataupun tindak pidana kekerasan seksual," sebut dia.
Wakil Ketua Fraksi NasDem itu menilai masalah utama kekerasan seksual yaitu sosiologis. Menurut dia, lahirnya payung hukum tak menjamin kesadaran publik.
"Belum tentu lahirnya UU otomatis jadi kesadaran di tengah publik ditengah masyarakat kita," ungkap dia.
Menurut Willy, salah satu upaya mengatasi permasalahan sosiologis ada di UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Payung hukum itu memuat ketentuan tentang literasi.
Dia meminta media massa aktif meningkatkan kualitas literasi masyarakat terhadap kekerasan seksual. Sehingga, kesadaran masyarakat terhadap kekerasan seksual semakin meningkat.
Ketua DPP NasDem itu mengakui bukan perkara gampang meningkatkan kesadaran masyarakat tersebut. Butuh upaya besar dan waktu panjang.
"Nah itu pekerjaan itu basisnya narasi dan literasi," ujar dia
Jakarta: Indonesia sudah punya banyak aturan untuk memitigasi
kekerasan seksual. Namun, tindakan tak bermoral itu masih terjadi di Tanah Air.
"Kurang keras apa Pak Jokowi (Presiden Joko
Widodo) soal kebiri? itu sudah
high call bahkan itu Undang-Undang (UU)-nya sudah luar biasa," kata Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) Willy Aditya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 26 Juli 2022.
Willy menyampaikan masifnya kekerasan seksual di Indonesia terjadi bukan karena permasalahan hukum. Bahkan, Indonesia sudah menerapkan hukuman kebiri bagi pelaku
kekerasan seksual dalam UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.
Selain UU Perlindungan Anak, Indonesia sudah memiliki UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT), UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang, dan UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
"Yang penting
political will dari pemerintah itu sudah hadir baik dalam perlindungan anak ataupun tindak pidana kekerasan seksual," sebut dia.
Wakil Ketua Fraksi NasDem itu menilai masalah utama kekerasan seksual yaitu sosiologis. Menurut dia, lahirnya payung hukum tak menjamin kesadaran publik.
"Belum tentu lahirnya UU otomatis jadi kesadaran di tengah publik ditengah masyarakat kita," ungkap dia.
Menurut Willy, salah satu upaya mengatasi permasalahan sosiologis ada di UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Payung hukum itu memuat ketentuan tentang literasi.
Dia meminta media massa aktif meningkatkan kualitas literasi masyarakat terhadap kekerasan seksual. Sehingga, kesadaran masyarakat terhadap kekerasan seksual semakin meningkat.
Ketua DPP NasDem itu mengakui bukan perkara gampang meningkatkan kesadaran masyarakat tersebut. Butuh upaya besar dan waktu panjang.
"Nah itu pekerjaan itu basisnya narasi dan literasi," ujar dia
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)