Jakarta: Ketua DPR RI Bambang Soesatyo akan mengampanyekan penggunaan hak jawab kepada anggota DPR yang merasa keberatan dengan pemberitaan di media. Pasalnya, belum banyak anggota dewan yang memahami tahapan ini dan lebih memilih memperkarakan ke jalur hukum.
Dia mengatakan konsekuensi anggota DPR adalah menjadi objek kritik, terutama dari media massa. Politikus Partai Golkar itu mengusulkan diadakan seminar bagi anggota dewan mengenai UU Pers.
Ide tersebut muncul setelah Bamsoet, sapaan Bambang, bertemu pimpinan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Pertemuan salah satunya membahas keberatan PWI terhadap isi UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) yang baru saja disahkan. Sejumlah pasal di UU itu dikhawatirkan mengancam kebebasan pers.
"Pers memiliki hak untuk mengoreksi, yakni melalui hak jawab yang diminta narasumber. Jadi, tidak melulu melalui proses hukum," kata Bamsoet di Gedung Dewan Pers, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Selasa, 20 Februari 2018.
Ia berjanji mendatangkan tenaga ahli yang memaparkan hak-hak para anggota DPR yang kerap menjadi narasumber pemberitaan media.
"Sosialisasi ini penting, agar tak ada persepsi seolah-olah anggota DPR antikritik dan berlindung di balik UU MD3 yang baru saja disahkan," katanya.
Baca: Presiden Kemungkinan tak Tanda Tangan UU MD3
Pasal 122 huruf K UU MD3 menyebutkan pengritik DPR dapat dipidana dengan pertimbangan usulan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).
Terkait pasal itu, politisi Golkar itu berjanji tak akan memberangus kebebasan pers. Sebaliknya, ia menantang pers lebih kritis kepada DPR dengan tujuan membangun DPR lebih baik lagi.
"Banyak informasi yang beredar bahwa UU MD3 membatasi ruang gerak masyarakat maupun pers dalam mengawasi dan memberikan kritik terhadap DPR. Saya tegaskan hal ini tidak benar. Saya menjamin dan pasang badan, kebebasan pers tetap terjaga di DPR. Saya juga yakin wartawan di DPR sudah lulus uji kompetensi sehingga menjunjung tinggi kode etik," ucap dia.
Pers ikut bahas RUU
Mantan pimpinan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) ini menyadari masih banyaknya pro dan kontra di kalangan masyarakat terkait pengesahan UU MD3. Ia membuka ruang dan mempersilakan bagi yang ingin menggugat UU MD3 ke Mahkamah Konstitusi.
"Menggugat sebuah UU ke MK adalah hak masyarakat yang dijamin oleh hukum. Termasuk insan pers. Saya hormati dan persilakan bagi yang ingin menggugat UU MD3. Apa pun putusan MK, DPR akan taat hukum dan taat asas," tegasnya.
Pada kesempatan itu, Bamsoet berjanji memberi ruang insan pers ikut membahas rancangan undang-undang. "Ke depan kita akan libatkan insan pers dalam pembahasan RUU di DPR," katanya.
Pelaksana tugas Ketua Umum PWI Sasongko Tedjo menyambut baik pelibatan insan pers dalam pembahasan RUU.
Meski begitu, Sasongko juga menyatakan tengah menyiapkan upaya uji materi ke Mahkamah Konstitusi terkait pasal kontroversial di dalam UU MD3.
"Kita memberikan beberapa opsi. Langkah JR (judicial review) di MK itu salah satu solusi," katanya.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/VNx3RADK" allowfullscreen></iframe>
Jakarta: Ketua DPR RI Bambang Soesatyo akan mengampanyekan penggunaan hak jawab kepada anggota DPR yang merasa keberatan dengan pemberitaan di media. Pasalnya, belum banyak anggota dewan yang memahami tahapan ini dan lebih memilih memperkarakan ke jalur hukum.
Dia mengatakan konsekuensi anggota DPR adalah menjadi objek kritik, terutama dari media massa. Politikus Partai Golkar itu mengusulkan diadakan seminar bagi anggota dewan mengenai UU Pers.
Ide tersebut muncul setelah Bamsoet, sapaan Bambang, bertemu pimpinan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Pertemuan salah satunya membahas keberatan PWI terhadap isi UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) yang baru saja disahkan. Sejumlah pasal di UU itu dikhawatirkan mengancam kebebasan pers.
"Pers memiliki hak untuk mengoreksi, yakni melalui hak jawab yang diminta narasumber. Jadi, tidak melulu melalui proses hukum," kata Bamsoet di Gedung Dewan Pers, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Selasa, 20 Februari 2018.
Ia berjanji mendatangkan tenaga ahli yang memaparkan hak-hak para anggota DPR yang kerap menjadi narasumber pemberitaan media.
"Sosialisasi ini penting, agar tak ada persepsi seolah-olah anggota DPR antikritik dan berlindung di balik UU MD3 yang baru saja disahkan," katanya.
Baca:
Presiden Kemungkinan tak Tanda Tangan UU MD3
Pasal 122 huruf K UU MD3 menyebutkan pengritik DPR dapat dipidana dengan pertimbangan usulan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).
Terkait pasal itu, politisi Golkar itu berjanji tak akan memberangus kebebasan pers. Sebaliknya, ia menantang pers lebih kritis kepada DPR dengan tujuan membangun DPR lebih baik lagi.
"Banyak informasi yang beredar bahwa UU MD3 membatasi ruang gerak masyarakat maupun pers dalam mengawasi dan memberikan kritik terhadap DPR. Saya tegaskan hal ini tidak benar. Saya menjamin dan pasang badan, kebebasan pers tetap terjaga di DPR. Saya juga yakin wartawan di DPR sudah lulus uji kompetensi sehingga menjunjung tinggi kode etik," ucap dia.
Pers ikut bahas RUU
Mantan pimpinan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) ini menyadari masih banyaknya pro dan kontra di kalangan masyarakat terkait pengesahan UU MD3. Ia membuka ruang dan mempersilakan bagi yang ingin menggugat UU MD3 ke Mahkamah Konstitusi.
"Menggugat sebuah UU ke MK adalah hak masyarakat yang dijamin oleh hukum. Termasuk insan pers. Saya hormati dan persilakan bagi yang ingin menggugat UU MD3. Apa pun putusan MK, DPR akan taat hukum dan taat asas," tegasnya.
Pada kesempatan itu, Bamsoet berjanji memberi ruang insan pers ikut membahas rancangan undang-undang. "Ke depan kita akan libatkan insan pers dalam pembahasan RUU di DPR," katanya.
Pelaksana tugas Ketua Umum PWI Sasongko Tedjo menyambut baik pelibatan insan pers dalam pembahasan RUU.
Meski begitu, Sasongko juga menyatakan tengah menyiapkan upaya uji materi ke Mahkamah Konstitusi terkait pasal kontroversial di dalam UU MD3.
"Kita memberikan beberapa opsi. Langkah JR (
judicial review) di MK itu salah satu solusi," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UWA)