Jakarta: Panitia Kerja (Panja) DPR tidak memasukkan sejumlah pidana kekerasan seksual di Rancangan Undang-Undang (RUU) Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Pasalnya, berbagai konskuensi pidana tersebut sudah termaktub dalam payung hukum lainnya.
"Kita prinsipnya tidak akan memasukkan apa yang sudah diatur UU (undang-undang) lain. Ini (RUU TPKS) memang UU (bersifat) lex specialis," kata Ketua Panja RUU TPKS Willy Aditya saat dihubungi, Sabtu, 4 September 2021.
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) itu menyampaikan Panja melakukan sinkronisasi saat menyusun RUU TPKS. Sinkronisasi dilakukan terhadap sejumlah UU.
Baca: DPR Didesak Mengembalikan 9 Jenis Kategori Kekerasan Seksual
Payung hukum terkait ialah UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, UU Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan, UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, dan UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Kemudian, UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT), dan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), dan berbagai jenis aturan lainnya.
"Beberapa yang sudah diatur UU KUHP sendiri tidak akan kita masukkan ke dalam RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual," ungkap Willy.
Dia menyampaikan draf tersebut belum bersifat final. Berbagai elemen masyarakat diberikan kesempatan menyampaikan catatan atau masukan terhadap draf awal RUU TPKS.
"Kalau teman-teman mamu memberikan masukkan tidak apa-apa, kita terbuka. Sampaikan saja melalui fraksi-fraksi," ujar dia.
Sejumlah kelompok masyarakat mengkritisi draf awal RUU TPKS. Salah satunya, menyoroti kategori kekerasan seksual yang berkurang dari sembilan menjadi empat.
Kategori yang termaktub dalam RUU TPKS yaitu pelecehan seksual, pemaksaan alat kontrasepsi, pemaksaan hubungan seksual, dan eksploitasi seksual. Sedangkan, yang hilang yaitu tindak pidana perkosaan, pemaksaan perkawinan, pemaksaan pelacuran, pemaksaan aborsi, penyiksaan seksual, serta perbudakan seksual.
Jakarta: Panitia Kerja (Panja)
DPR tidak memasukkan sejumlah pidana kekerasan seksual di Rancangan Undang-Undang (RUU) Tindak Pidana Kekerasan Seksual (
TPKS). Pasalnya, berbagai konskuensi pidana tersebut sudah termaktub dalam payung hukum lainnya.
"Kita prinsipnya tidak akan memasukkan apa yang sudah diatur UU (undang-undang) lain. Ini (RUU TPKS) memang UU (bersifat)
lex specialis," kata Ketua Panja RUU TPKS Willy Aditya saat dihubungi, Sabtu, 4 September 2021.
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) itu menyampaikan Panja melakukan sinkronisasi saat menyusun RUU TPKS. Sinkronisasi dilakukan terhadap sejumlah UU.
Baca:
DPR Didesak Mengembalikan 9 Jenis Kategori Kekerasan Seksual
Payung hukum terkait ialah UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, UU Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan, UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, dan UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Kemudian, UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT), dan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), dan berbagai jenis aturan lainnya.
"Beberapa yang sudah diatur UU KUHP sendiri tidak akan kita masukkan ke dalam RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual," ungkap Willy.
Dia menyampaikan draf tersebut belum bersifat final. Berbagai elemen masyarakat diberikan kesempatan menyampaikan catatan atau masukan terhadap draf awal RUU TPKS.
"Kalau teman-teman mamu memberikan masukkan tidak apa-apa, kita terbuka. Sampaikan saja melalui fraksi-fraksi," ujar dia.
Sejumlah kelompok masyarakat mengkritisi draf awal RUU TPKS. Salah satunya, menyoroti kategori kekerasan seksual yang berkurang dari sembilan menjadi empat.
Kategori yang termaktub dalam RUU TPKS yaitu pelecehan seksual, pemaksaan alat kontrasepsi, pemaksaan hubungan seksual, dan eksploitasi seksual. Sedangkan, yang hilang yaitu tindak pidana perkosaan, pemaksaan perkawinan, pemaksaan pelacuran, pemaksaan aborsi, penyiksaan seksual, serta perbudakan seksual.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)