medcom.id, Jakarta: Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) resmi mengesahkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah. Pengesahan dilakukan melalui sidang paripurna.
Wakil Ketua DPR RI Taufik Kurniawan yang memimpin jalannya paripurna akhirnya mengetuk palu pertanda keputusan telah diambil. "Dengan ini menyatakan RUU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah resmi menjadi Undang-undang," tegas Taufik dalam sidang paripuna di Nusantara II Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (2/6/2016).
Pengesahan dilaksanakan di hadapan 363 anggota DPR dan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo serta Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.
Pengesahan RUU Pilkada menjadi UU bukan tanpa halangan. Perdebatan demi perdebatan kembali muncul setelah sempat terjadi di Komisi II sebagai pembahas RUU Pilkada.
Poin anggota DPR, DPD, dan DPRD harus mundur masih mewarnai perdebatan di pembahasan tingkat II itu. Fraksi PKS dalam pandangannya menyebut, keharusan anggota legislatif mundur dari jabatannya untuk maju sebagai calon kepala daerah bertentangan dengan Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 17 Tahun 2008.
Putusan tersebut berisi petahana yang maju sebagai calon tidak perlu mundur dari jabatannya. PKS menilai, putusan tersebut harus diberlakukan sama kepada anggota legislatif.
"Seharusnya anggota dewan juga tidak perlu mundur," kata perwakilan Fraksi PKS, Al Muzammil Yusuf.
Ilustrasi suasana sidang paripurna DPR/ANT/Reno Esnir
Menurut Muzammil, kekhawatiran penyalahgunaan wewenang terkait harus mundurnya anggota legislatif tidak terlalu berpengaruh. Apabila diperhatikan lebih mendalam, petahana dianggap lebih berpotensi menyalahgunakan wewenang menjelang pilkada.
Sementara Fraksi Partai Gerindra menilai syarat harus mundurnya calon kepala daerah dari jabatan lebih tepat untuk anggota TNI/Polri. Gerindra juga mamandang syarat dukungan partai politik yang dapat mengusung pasangan calon mencapai 20-25 persen kurang pas. Apabila syarat tersebut dapat turun 15-20 persen, parpol dapat memiliki kesempatan lebih luas.
"Persentase itu dimaksudkan agar parpol dapat bertanggung jawab dan rekrutmen politik dapat lebih berkualitas," kata perwakilan Fraksi Gerindra, Azikin Solthan.
Sementara itu, pandangan Fraksi PAN menitikberatkan poin mantan narapidana yang diizinkan mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Perwakilan Fraksi PAN, Yandri Susanto, mengatakan, napi diperbolehkan mencalonkan diri, kecuali napi bandar narkoba dan kejahatan seksual.
"Bahwa tidak semua napi boleh ikut. Mantan napi bandar narkoba haram ikut pilkada," tegas Yandri.
medcom.id, Jakarta: Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) resmi mengesahkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah. Pengesahan dilakukan melalui sidang paripurna.
Wakil Ketua DPR RI Taufik Kurniawan yang memimpin jalannya paripurna akhirnya mengetuk palu pertanda keputusan telah diambil. "Dengan ini menyatakan RUU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah resmi menjadi Undang-undang," tegas Taufik dalam sidang paripuna di Nusantara II Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (2/6/2016).
Pengesahan dilaksanakan di hadapan 363 anggota DPR dan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo serta Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.
Pengesahan RUU Pilkada menjadi UU bukan tanpa halangan. Perdebatan demi perdebatan kembali muncul setelah sempat terjadi di Komisi II sebagai pembahas RUU Pilkada.
Poin anggota DPR, DPD, dan DPRD harus mundur masih mewarnai perdebatan di pembahasan tingkat II itu. Fraksi PKS dalam pandangannya menyebut, keharusan anggota legislatif mundur dari jabatannya untuk maju sebagai calon kepala daerah bertentangan dengan Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 17 Tahun 2008.
Putusan tersebut berisi petahana yang maju sebagai calon tidak perlu mundur dari jabatannya. PKS menilai, putusan tersebut harus diberlakukan sama kepada anggota legislatif.
"Seharusnya anggota dewan juga tidak perlu mundur," kata perwakilan Fraksi PKS, Al Muzammil Yusuf.
Ilustrasi suasana sidang paripurna DPR/ANT/Reno Esnir
Menurut Muzammil, kekhawatiran penyalahgunaan wewenang terkait harus mundurnya anggota legislatif tidak terlalu berpengaruh. Apabila diperhatikan lebih mendalam, petahana dianggap lebih berpotensi menyalahgunakan wewenang menjelang pilkada.
Sementara Fraksi Partai Gerindra menilai syarat harus mundurnya calon kepala daerah dari jabatan lebih tepat untuk anggota TNI/Polri. Gerindra juga mamandang syarat dukungan partai politik yang dapat mengusung pasangan calon mencapai 20-25 persen kurang pas. Apabila syarat tersebut dapat turun 15-20 persen, parpol dapat memiliki kesempatan lebih luas.
"Persentase itu dimaksudkan agar parpol dapat bertanggung jawab dan rekrutmen politik dapat lebih berkualitas," kata perwakilan Fraksi Gerindra, Azikin Solthan.
Sementara itu, pandangan Fraksi PAN menitikberatkan poin mantan narapidana yang diizinkan mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Perwakilan Fraksi PAN, Yandri Susanto, mengatakan, napi diperbolehkan mencalonkan diri, kecuali napi bandar narkoba dan kejahatan seksual.
"Bahwa tidak semua napi boleh ikut. Mantan napi bandar narkoba haram ikut pilkada," tegas Yandri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(OJE)