Ketua Umum Partai Golkar hasil Munas Bali Aburizal Bakrie (Ical)--Antara/Reno Esnir
Ketua Umum Partai Golkar hasil Munas Bali Aburizal Bakrie (Ical)--Antara/Reno Esnir

Pesan Kubu Bali untuk Ical cs

Githa Farahdina • 07 Januari 2016 17:18
medcom.id, Jakarta: Orang dekat Ketua Umum Partai Golkar kubu Bali Aburizal Bakrie (Ical), Hafidz Zawawi dan Indra Bambang Utoyo, gerah dengan kondisi partai. Mereka menemui mantan Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar Akbar Tandjung.
 
Hafidz menyebut Golkar perlu dibangun kembali. Konflik berkepanjangan membuat partai berada di garis bawah.
 
"Harusnya partai menjalankan prinsip kebersamaan, kekeluargaan, amanah. Pemimpin partai sekarang (Ical) tidak bisa," tegas Hafidz di Akbar Tandjung Institute, Pancoran, Jakarta Selatan, Kamis (7/1/2016).

Hafidz tak mau partai berlambang pohon beringin ini keluar dari garis edar demokrasi Indonesia. Hafidz meminta sebaiknya Ical tidak mementingkan golongan dan kelompok.
 
Apabila kondisi seperti ini dipertahankan, tegas Hafidz, konflik partai tak akan selesai. "Kecuali mereka berniat menghancurkan partai," ujar Hafidz.
 
Hafidz meminta Akbar dan para senior lain turun tangan dan membentuk presidium untuk menyelenggarakan Munas. Sebab, hanya itu cara satu-satunya menyelamatkan Golkar. "Tidak ada lagi Bali-Ancol, semua harus terlibat," tambah dia.
 
Menurut Hafidz, Ical tak lagi bisa memimpin Golkar semaunya. Regenerasi harus dilakukan. "Tidak bisa lagi dikendalikan sebagaimana perusahan," tegasnya.
 
Kader Golkar di Daerah Malu
 
Ketua DPP Partai Golkar hasil Munas Bali, Indra Bambang Utoyo, mengamini ucapan Hafidz. Indra yang sempat mengunjungi daerah mengaku malu. DPD Golkar menceritakan kepada dia soal dampak konflik di tingkat nasional: Pilkada gagal di berbagai daerah.
 
"Di daerah, orang menertawakan. Partai besar seperti ini kok pecah sendiri oleh kelakuan pemimpinnya," ujar Indra yang dikenal dekat dengan Ical sejak lama ini.
 
Kader daerah, tegas Indra, banyak yang tak mengerti harus berbuat apa. Indra didesak segera mengambil langkah.
 
Muaknya masyarakat akan konflik Golkar juga mendorong Indra menemui Akbar sebagai sesepuh yang sempat membawa Golkar berjaya pada 2004.
 
"Karena saya (kubu) Bali, saya menganggap selesai pengesahan Ancol mungkin tensinya menurun. Ternyata kita menemui di DPR sana fraksi ribut lagi. Itu antar-Bali, bukan Ancol. Artinya luka ini ternyata membesar," jelas Indra.
 
Jika diteruskan, tambah Indra, besar kemungkinan Golkar hanya tinggal sejarah. Toh, pimpinan DPD Golkar mengaku sudah tak memiliki semangat menjalankan tugas dalam suasana konflik.
 
Indra meminta Akbar sebagai senior menggelar pertemuan untuk bermusyawarah. Ia mengusulkan Akbar dan para senior mencari solusi agar Golkar bisa bangkit di 2019. "Kalau tidak, bisa jadi cemoohan saja," tambahnya.
 
Munas lagi-lagi menjadi satu-satunya jalan bagi Golkar. Indra meminta Akbar mengatur bagaimana mekanisme berlangsungnya Munas.
 
Indra menyadari akan ada permasalahan siapa yang menyelenggarakan. Namun melalui musyawarah ia yakin semuanya selesai.
 
"Bali menganggap Ancol tidak disahkan ikut. Bali belum disahkan. Kalau tidak disahkan, kembali ke Riau, kita semua ada di sana. Kami serahkan ke Bang Akbar mau dimana kumpul, apakah di Riau atau di mana, kami serahkan ke Bang Akbar," pinta Indra.
 
Perpecahan dua kubu Golkar sudah lebih dari setahun. Saat ini kedua kubu masih terbelah dan ngotot untuk mempertahankan pendirian masing-masing.
 
Golkar tak kali ini saja dilanda perpecahan. Pengalaman pahit sempat diterima partai yang memiliki ciri khas kuning ini di tahun 2004 dan 2010. Saat itu, Golkar terpecah sehingga melahirkan dua partai baru.
 
Tahun 2004, dualisme di internal Golkar menelurkan Partai Gerakan Indonesia Raya dan Partai Hati Nurani Rakyat. Sedangkan pada 2010, perpecahan di tubuh Golkar melahirkan Partai NasDem.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(YDH)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan