Jakarta: Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs Ahmad Khoirul Umam menilai PDI Perjuangan (PDIP) mengisyaratkan bakal mengambil posisi politik sebagai oposisi di pemerintahan baru. Hal ini dibaca dari pidato Ketum PDIP Megawati Sukarnoputri dalam Rakernas V PDIP di Jakarta.
Ia mencontohkan pernyataan Megawati yang melabeli dirinya sebagai provokator demi kebenaran dan keadilan. Sikap ini dinilai mempertegas PDIP tidak ingin diajak negosiasi dan kompromi dengan pemenangan Pemilu 2024.
"Megawati juga meluncurkan serangan balik kepada Ketum Partai Geridnra Prabowo Subianto dan Presiden Joko Widodo," ujar Umam, Jumat, 24 Mei 2024.
Megawati dinilai juga melontarkan sindiran terhadap Prabowo. Ini dibaca dalam respons Megawati yang menegaskan dirinya merupakan anak biologis Bung Karno dan secara ideologis membenarkan Soekarno milik semua rakyat Indonesia.
"Pernyataan ini menepis pidato Prabowo yang menuding PDIP sebagai partai yang mengeklaim Bung Karno hanya milik partainya," ungkapnya.
Sedangkan serangan secara implisit berkali-kali diluncurkan Megawati untuk Joko Widodo. Misalnya, dengan meminta kadernya tidak mudah goyah dalam berjuang.
"Bagi mereka yang goyah-goyah dan mbalelo, Megawati meneriakkan, keluar kamu. Kalimat pengusiran itu secara implisit bisa dialamatkan kepada Jokowi dan keluarganya, yang dituding Megawati sebagai pihak yang goyah dalam pendirian, sehingga dinilai wajar jika tidak kuat bertahan di PDIP," paparnya.
Megawati sebut Umam juga menyampaikan kritik keras kepada pemerintahan presiden Joko Widodo yang dianggap telah menyalahgunakan kekuasaan. Bahkan, Presiden ke-5 Indonesia itu mengkritik keras praktik penyalahgunaan lembaga penegak hukum dan TNI-Polri sebagai alat politik dan kekuasaan.
Megawati mempertanyakan menggugat dan mempertanyakan kredibilitas Pemilu 2024 yang dianggap telah diwarnai kecurangan secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM). Menurut Megawati, Pemilu tidak berjalan secara jujur dan adil.
"Megawati juga menggugat praktik kekuasaan yang semakin represif pada kebebasan sipil. Semua itu dianggap mirip dengan praktik kekuasaan yang otokratik," ungkapnya.
Sejumlah pernyataan Megawati itu hampir pasti mengindikasikan PDIP akan mengambil sikap sebagai oposisi di pemerintahan Prabowo-Gibran. Dengan logika terbalik (mafhum mukholafah), penggunaan tema Satyam Eva Jayate atau yang benar pada akhrinya akan menang, merupakan tudingan secara tidak langsung bahwa yang menang saat ini adalah yang tidak benar menurut cara pandang PDIP.
"Cara pandang itu tak lepas dari koreksi total PDIP atas praktik kekuasaan pemerintahan Jokowi yang dianggap telah melumpuhkan pilar-pilar demokrasi dan dianggap telah menyalahi komitmen agenda Reformasi 1998," bebernya.
Jakarta: Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs Ahmad Khoirul Umam menilai PDI Perjuangan (
PDIP) mengisyaratkan bakal mengambil posisi politik sebagai oposisi di pemerintahan baru. Hal ini dibaca dari pidato Ketum PDIP Megawati Sukarnoputri dalam Rakernas V PDIP di Jakarta.
Ia mencontohkan pernyataan Megawati yang melabeli dirinya sebagai provokator demi kebenaran dan keadilan. Sikap ini dinilai mempertegas PDIP tidak ingin diajak negosiasi dan kompromi dengan pemenangan
Pemilu 2024.
"Megawati juga meluncurkan serangan balik kepada Ketum Partai Geridnra Prabowo Subianto dan Presiden Joko Widodo," ujar Umam, Jumat, 24 Mei 2024.
Megawati dinilai juga melontarkan sindiran terhadap Prabowo. Ini dibaca dalam respons Megawati yang menegaskan dirinya merupakan anak biologis Bung Karno dan secara ideologis membenarkan Soekarno milik semua rakyat Indonesia.
"Pernyataan ini menepis pidato Prabowo yang menuding PDIP sebagai partai yang mengeklaim Bung Karno hanya milik partainya," ungkapnya.
Sedangkan serangan secara implisit berkali-kali diluncurkan Megawati untuk Joko Widodo. Misalnya, dengan meminta kadernya tidak mudah goyah dalam berjuang.
"Bagi mereka yang goyah-goyah dan mbalelo, Megawati meneriakkan, keluar kamu. Kalimat pengusiran itu secara implisit bisa dialamatkan kepada Jokowi dan keluarganya, yang dituding Megawati sebagai pihak yang goyah dalam pendirian, sehingga dinilai wajar jika tidak kuat bertahan di PDIP," paparnya.
Megawati sebut Umam juga menyampaikan kritik keras kepada pemerintahan presiden Joko Widodo yang dianggap telah menyalahgunakan kekuasaan. Bahkan, Presiden ke-5 Indonesia itu mengkritik keras praktik penyalahgunaan lembaga penegak hukum dan TNI-Polri sebagai alat politik dan kekuasaan.
Megawati mempertanyakan menggugat dan mempertanyakan kredibilitas Pemilu 2024 yang dianggap telah diwarnai kecurangan secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM). Menurut Megawati, Pemilu tidak berjalan secara jujur dan adil.
"Megawati juga menggugat praktik kekuasaan yang semakin represif pada kebebasan sipil. Semua itu dianggap mirip dengan praktik kekuasaan yang otokratik," ungkapnya.
Sejumlah pernyataan Megawati itu hampir pasti mengindikasikan PDIP akan mengambil sikap sebagai oposisi di pemerintahan Prabowo-Gibran. Dengan logika terbalik (mafhum mukholafah), penggunaan tema Satyam Eva Jayate atau yang benar pada akhrinya akan menang, merupakan tudingan secara tidak langsung bahwa yang menang saat ini adalah yang tidak benar menurut cara pandang PDIP.
"Cara pandang itu tak lepas dari koreksi total PDIP atas praktik kekuasaan pemerintahan Jokowi yang dianggap telah melumpuhkan pilar-pilar demokrasi dan dianggap telah menyalahi komitmen agenda Reformasi 1998," bebernya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AGA)