medcom.id, Jakarta: Suap pada eks Direktur Utama Garuda Indonesia, Emirsyah Satar diharapkan bisa menjadi jalan melakukan revisi UU BUMN. Hal ini perlu dilakukan sebab selama ini pengawasan pengadaan dan pembelanjaan di perusahaan pelat merah dinilai kurang mendalam.
"DPR kesulitan melakukan pengawasan terlalu mendalam, jadi kurang efektif, karena kita nggak bisa masuk ke dalam pengawsan pengadaan dan pembelanjaan secara dalam. Satu satunya cara agar efisien adalah dengan mengubah total UU BUMN," kata Anggota Komisi VI Darmadi Durianto pada wartawan, Jumat (20/1/2017).
Darmadi mengatakan, saat ini Komisi VI sedang berupaya untuk bisa merombak total UU BUMN agar bisa memperkuat sistem pengawasan. Nantinya dia bilang revisi soal pengawasan terhadap BUMN akan dibuat ketat dan efektif. Pengetatan itu, mulai dari pemilihan Direksi dan Komisaris BUMN.
"Membuat aturan main yang lebih ketat soal pemilihan Direksi dan Komisaris BUMN, anak dan cucu (sub perusahaan BUMN) karena permainan mulai bergeser dari induk ke anak dan cucu perusahaan," beber Darmadi.
KPK menetapkan Emirsyah dan beneficial owner Cannaught International Pte. Ltd, Soetikno Soedarjo, sebagai tersangka. Keduanya, tersandung kasus dugaan suap pengadaan mesin pesawat dari Rolls Royce P. L. C pada PT Garuda Indonesia (Persero).
Emirsyah diduga menerima suap dari Soetikno. Suap tersebut diberikan dalam bentuk uang dan barang.
Fulus yang diterima Emirsyah senilai 1,2 juta euro dan USD180 ribu atau setara Rp20 miliar. Sedangkan barang yang diterima senilai USD2 juta tersebar di Singapura dan Indonesia.
Emirsyah diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Soetikno sebagai pemberi suap djerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
medcom.id, Jakarta: Suap pada eks Direktur Utama Garuda Indonesia, Emirsyah Satar diharapkan bisa menjadi jalan melakukan revisi UU BUMN. Hal ini perlu dilakukan sebab selama ini pengawasan pengadaan dan pembelanjaan di perusahaan pelat merah dinilai kurang mendalam.
"DPR kesulitan melakukan pengawasan terlalu mendalam, jadi kurang efektif, karena kita nggak bisa masuk ke dalam pengawsan pengadaan dan pembelanjaan secara dalam. Satu satunya cara agar efisien adalah dengan mengubah total UU BUMN," kata Anggota Komisi VI Darmadi Durianto pada wartawan, Jumat (20/1/2017).
Darmadi mengatakan, saat ini Komisi VI sedang berupaya untuk bisa merombak total UU BUMN agar bisa memperkuat sistem pengawasan. Nantinya dia bilang revisi soal pengawasan terhadap BUMN akan dibuat ketat dan efektif. Pengetatan itu, mulai dari pemilihan Direksi dan Komisaris BUMN.
"Membuat aturan main yang lebih ketat soal pemilihan Direksi dan Komisaris BUMN, anak dan cucu (sub perusahaan BUMN) karena permainan mulai bergeser dari induk ke anak dan cucu perusahaan," beber Darmadi.
KPK menetapkan Emirsyah dan beneficial owner Cannaught International Pte. Ltd, Soetikno Soedarjo, sebagai tersangka. Keduanya, tersandung kasus dugaan suap pengadaan mesin pesawat dari Rolls Royce P. L. C pada PT Garuda Indonesia (Persero).
Emirsyah diduga menerima suap dari Soetikno. Suap tersebut diberikan dalam bentuk uang dan barang.
Fulus yang diterima Emirsyah senilai 1,2 juta euro dan USD180 ribu atau setara Rp20 miliar. Sedangkan barang yang diterima senilai USD2 juta tersebar di Singapura dan Indonesia.
Emirsyah diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Soetikno sebagai pemberi suap djerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(Des)