Jakarta: Penolakan terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketahanan Keluarga semakin kencang. Draf perundang-undangan tersebut dianggap terlalu masuk ke ranah privat.
Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh menyebut RUU Ketahanan Keluarga akan menimbulkan masalah baru. Menurut dia, banyak RUU yang harus diprioritaskan ketimbang mengurus privasi keluarga.
Mayoritas anggota Fraksi Partai Gerindra di DPR pun menolak RUU Ketahanan Keluarga. RUU itu lebih banyak menuai polemik dan kontroversi.
Salah satu kontroversi dalam draf ini, yaitu Pasal 25 RUU Ketahanan Keluarga yang mengatur kewajiban seorang suami dan istri.
Pasal 25:
(1) Setiap suami istri yang terikat perkawinan yang sah melaksanakan kewajiban masing-masing sesuai norma agama, etika sosial, dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Kewajiban suami sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), yakni:
a. Sebagai kepala keluarga yang bertanggung jawab untuk menjaga keutuhan dan kesejahteraan keluarga, memberikan keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya, dan bertanggung jawab atas legalitas kependudukan keluarga;
b. Melindungi keluarga dari diskriminasi, kekejaman, kejahatan, penganiayaan, eksploitasi, penyimpangan seksual, dan penelantaran;
c. Melindungi diri dan keluarga dari perjudian, pornografi, pergaulan dan seks bebas, serta penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya; serta
d. Melakukan musyawarah dengan seluruh anggota keluarga dalam menangani permasalahan keluarga.
(3) Kewajiban istri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), yakni:
a. Wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya;
b. Menjaga keutuhan keluarga; serta
c. Memperlakukan suami dan anak secara baik, serta memenuhi hak-hak suami dan anak sesuai norma agama, etika sosial, dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh. Medcom.id/Fachri Audhia Hafiez
Berikut rentetan penolakan terhadap RUU Ketahanan Keluarga:
1. Urgensi RUU Ketahanan Keluarga Dipertanyakan
Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ace Hasan Syadzily menilai RUU Ketahanan Keluarga tidak mendesak. RUU ini dianggap terlalu jauh mencampuri ranah privat keluarga.
Beberapa poin yang disoroti aturan hubungan dan pembagian tugas suami istri. Hubungan keluarga tegas Ace ranah kehidupan pribadi yang tak perlu dibuat aturan khusus.
"Itu sebetulnya ranah pribadi masing-masing, ranah privat yang memang tak perlu diatur UU," kata Ace di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 20 Februari 2020.
Selengkapnya baca di sini
2. Mengabaikan HAM
Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat menilai RUU Ketahanan Keluarga tidak perlu ada. RUU tersebut terlalu mengintervensi entitas keluarga.
"RUU Ketahanan Keluarga mestinya tidak tendensius. RUU ini mengabaikan HAM sekaligus melegitimasi posisi perempuan sebagai tiyang wingking," ujar Lestari, Jakarta, Kamis, 20 Februari 2020.
Selengkapnya baca di sini
3. RUU Ketahanan Keluarga Tak Perlu
Wakil Ketua Sekolah Hukum Jentera, Bivitri Susanti, mengkritisi RUU Ketahanan Keluarga. Tidak semua persoalan sosial harus diselesaikan negara.
"Tidak hanya pasal per pasal, menurut saya UU itu tidak perlu ada," kata Bivitri di Jakarta, Sabtu, 22 Februari 2020.
Selengkapnya baca di sini
Ilustrasi: Medcom.id
4. Tak relevan
Anggota Komisi VIII DPR RI Fraksi PDIP Diah Pitaloka menyebut konsep RUU Ketahanan Keluarga tak relevan. Aturan itu dinilai berseberangan dengan Indonesia yang dikenal demokratis.
"Kalau kita terjemahkan, berarti negara punya fungsi yang totaliterisme. Konstruksi (RUU Ketahanan Keluarga) sama negara kita hari ini tak cocok," kata Diah dalam diskusi publik di Jakarta, Rabu, 26 Februari 2020.
Selengkapnya baca di sini
5. Pertajam Segregasi Sosial
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) Sulistyowati Irianto mengecam RUU Ketahanan Keluarga. RUU itu dianggap banyak berisi larangan yang bersifat intim.
"RUU ini menajamkan segregasi sosial," kata Sulistyowati dalam diskusi publik di Jakarta, Rabu, 26 Februari 2020.
Selengkapnya baca di sini
RUU Ketahanan Keluarga masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020. RUU tersebut diajukan lima anggota DPR, yaitu Ledia Hanifa, Netty Prasetiyani (PKS), Sodik Mudjahid (Partai Gerindra), Ali Taher (PAN), Endang Maria (Golkar).
Jakarta: Penolakan terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketahanan Keluarga semakin kencang. Draf perundang-undangan tersebut dianggap terlalu masuk ke ranah privat.
Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh menyebut RUU Ketahanan Keluarga akan menimbulkan
masalah baru. Menurut dia, banyak RUU yang harus diprioritaskan ketimbang mengurus privasi keluarga.
Mayoritas anggota Fraksi Partai Gerindra di DPR pun
menolak RUU Ketahanan Keluarga. RUU itu lebih banyak menuai polemik dan kontroversi.
Salah satu kontroversi dalam draf ini, yaitu Pasal 25 RUU Ketahanan Keluarga yang mengatur kewajiban seorang suami dan istri.
Pasal 25:
(1) Setiap suami istri yang terikat perkawinan yang sah melaksanakan kewajiban masing-masing sesuai norma agama, etika sosial, dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Kewajiban suami sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), yakni:
a. Sebagai kepala keluarga yang bertanggung jawab untuk menjaga keutuhan dan kesejahteraan keluarga, memberikan keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya, dan bertanggung jawab atas legalitas kependudukan keluarga;
b. Melindungi keluarga dari diskriminasi, kekejaman, kejahatan, penganiayaan, eksploitasi, penyimpangan seksual, dan penelantaran;
c. Melindungi diri dan keluarga dari perjudian, pornografi, pergaulan dan seks bebas, serta penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya; serta
d. Melakukan musyawarah dengan seluruh anggota keluarga dalam menangani permasalahan keluarga.
(3) Kewajiban istri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), yakni:
a. Wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya;
b. Menjaga keutuhan keluarga; serta
c. Memperlakukan suami dan anak secara baik, serta memenuhi hak-hak suami dan anak sesuai norma agama, etika sosial, dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh. Medcom.id/Fachri Audhia Hafiez
Berikut rentetan penolakan terhadap RUU Ketahanan Keluarga:
1. Urgensi RUU Ketahanan Keluarga Dipertanyakan
Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ace Hasan Syadzily menilai RUU Ketahanan Keluarga tidak mendesak. RUU ini dianggap terlalu jauh mencampuri ranah privat keluarga.
Beberapa poin yang disoroti aturan hubungan dan pembagian tugas suami istri. Hubungan keluarga tegas Ace ranah kehidupan pribadi yang tak perlu dibuat aturan khusus.
"Itu sebetulnya ranah pribadi masing-masing, ranah privat yang memang tak perlu diatur UU," kata Ace di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 20 Februari 2020.
Selengkapnya baca di
sini
2. Mengabaikan HAM
Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat menilai RUU Ketahanan Keluarga tidak perlu ada. RUU tersebut terlalu mengintervensi entitas keluarga.
"RUU Ketahanan Keluarga mestinya tidak tendensius. RUU ini mengabaikan HAM sekaligus melegitimasi posisi perempuan sebagai tiyang wingking," ujar Lestari, Jakarta, Kamis, 20 Februari 2020.
Selengkapnya baca di
sini
3. RUU Ketahanan Keluarga Tak Perlu
Wakil Ketua Sekolah Hukum Jentera, Bivitri Susanti, mengkritisi RUU Ketahanan Keluarga. Tidak semua persoalan sosial harus diselesaikan negara.
"Tidak hanya pasal per pasal, menurut saya UU itu tidak perlu ada," kata Bivitri di Jakarta, Sabtu, 22 Februari 2020.
Selengkapnya baca di
sini
Ilustrasi: Medcom.id
4. Tak relevan
Anggota Komisi VIII DPR RI Fraksi PDIP Diah Pitaloka menyebut konsep RUU Ketahanan Keluarga tak relevan. Aturan itu dinilai berseberangan dengan Indonesia yang dikenal demokratis.
"Kalau kita terjemahkan, berarti negara punya fungsi yang totaliterisme. Konstruksi (RUU Ketahanan Keluarga) sama negara kita hari ini tak cocok," kata Diah dalam diskusi publik di Jakarta, Rabu, 26 Februari 2020.
Selengkapnya baca di
sini
5. Pertajam Segregasi Sosial
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) Sulistyowati Irianto mengecam RUU Ketahanan Keluarga. RUU itu dianggap banyak berisi larangan yang bersifat intim.
"RUU ini menajamkan segregasi sosial," kata Sulistyowati dalam diskusi publik di Jakarta, Rabu, 26 Februari 2020.
Selengkapnya baca di
sini
RUU Ketahanan Keluarga masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020. RUU tersebut diajukan lima anggota DPR, yaitu Ledia Hanifa, Netty Prasetiyani (PKS), Sodik Mudjahid (Partai Gerindra), Ali Taher (PAN), Endang Maria (Golkar).
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)