medcom.id, Jakarta: Direktur Pukat UGM Oce Madril menilai kisruh di tubuh DPD membuka pitensi korupsi secara kelembagaan. Konflik karena kepemimpinan DPD yang diketuai Oesman Sapta Odang (OSO) dianggap ilegal karena proses pemilihannya yang cacat hukum tak kunjung selesai.
"Potensi korupsi itu akibat kepemimpinan yang ilegal. Kalau kepemimpinannya ilegal, tentu keputusan yang dihasilkan selama itu pun ilegal," kata Oce seperti dilansir Media Indonesia, Senin 22 Mei 2017.
OSO dilantik oleh Wakil Ketua MA Bidang Non-Yudisial Suwardi pada April lalu. Padahal, pemilihan OSO dan pimpinan yang baru lainnya didasarkan pada tata tertib yang telah dibatalkan MA.
Oce menekankan apa pun keputusan yang dikeluarkan OSO, yang berkaitan dengan anggaran, dianggap ilegal karena tidak sah secara hukum. "Kalau anggaran (DPD) sebesar Rp1 triliun, berarti ada potensi Rp500 miliar-Rp600 miliar anggaran yang bermasalah," tegasnya.
Rangkap jabatan oleh OSO yang menduduki posisi ketua DPD sekaligus wakil ketua MPR juga disebut melanggar Undang-Undang (UU) MD3 dan UU 28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
Peneliti Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas bidang Hukum Keuangan Negara Beni Kurnia Illahi mengatakan, potensi korupsi dari rangkap jabatan itu sekitar Rp785 juta setahun. Nilai tersebut dengan perhitungan penghasilan OSO di DPD sekitar Rp63 juta per bulan.
Pada kesempatan terpisah, Aliansi Advokat Muda Indonesia (AAMI) menentang pemberian penghargaan Bhinneka Tunggal Ika kepada OSO. Ketua AAMI Rizky Sianipar menilai OSO yang memunculkan kepemimpinan cacat hukum di DPD telah mencederai jiwa Pancasila.
Penghargaan akan diberikan Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) dan Lembaga Kantor Berita Nasional Antara selaku penyelenggara, hari ini, di Wisma Antara, Jakarta. Sejumlah tokoh lain juga akan menerima anugerah tersebut.
medcom.id, Jakarta: Direktur Pukat UGM Oce Madril menilai kisruh di tubuh DPD membuka pitensi korupsi secara kelembagaan. Konflik karena kepemimpinan DPD yang diketuai Oesman Sapta Odang (OSO) dianggap ilegal karena proses pemilihannya yang cacat hukum tak kunjung selesai.
"Potensi korupsi itu akibat kepemimpinan yang ilegal. Kalau kepemimpinannya ilegal, tentu keputusan yang dihasilkan selama itu pun ilegal," kata Oce seperti dilansir
Media Indonesia, Senin 22 Mei 2017.
OSO dilantik oleh Wakil Ketua MA Bidang Non-Yudisial Suwardi pada April lalu. Padahal, pemilihan OSO dan pimpinan yang baru lainnya didasarkan pada tata tertib yang telah dibatalkan MA.
Oce menekankan apa pun keputusan yang dikeluarkan OSO, yang berkaitan dengan anggaran, dianggap ilegal karena tidak sah secara hukum. "Kalau anggaran (DPD) sebesar Rp1 triliun, berarti ada potensi Rp500 miliar-Rp600 miliar anggaran yang bermasalah," tegasnya.
Rangkap jabatan oleh OSO yang menduduki posisi ketua DPD sekaligus wakil ketua MPR juga disebut melanggar Undang-Undang (UU) MD3 dan UU 28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
Peneliti Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas bidang Hukum Keuangan Negara Beni Kurnia Illahi mengatakan, potensi korupsi dari rangkap jabatan itu sekitar Rp785 juta setahun. Nilai tersebut dengan perhitungan penghasilan OSO di DPD sekitar Rp63 juta per bulan.
Pada kesempatan terpisah, Aliansi Advokat Muda Indonesia (AAMI) menentang pemberian penghargaan Bhinneka Tunggal Ika kepada OSO. Ketua AAMI Rizky Sianipar menilai OSO yang memunculkan kepemimpinan cacat hukum di DPD telah mencederai jiwa Pancasila.
Penghargaan akan diberikan Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) dan Lembaga Kantor Berita Nasional Antara selaku penyelenggara, hari ini, di Wisma Antara, Jakarta. Sejumlah tokoh lain juga akan menerima anugerah tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OJE)