medcom.id, Jakarta: Pernyataan Panglima TNI, Jenderal Gatot Nurmantyo tentang 5.000 pucuk senjata api, harus disikapi secara hati-hati oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Sebab pernyataan itu bermakna politis.
"Presiden Jokowi mesti berhati-hati mengambil sikap atas Panglima TNI. Karena Panglima TNI sedang mencari momentum untuk memperkuat profil politik bagi dirinya," kata Ketua SETARA Instutute Hendardi melalui keterangan tertulis, Minggu 24 September 2017.
Seharusnya, ucapan dan pernyataan Gatot bersikap normatif dan biasa saja. Sebab, ketika berbicara keras dan bermuatan tertentu, akan terlihat secara gamblang dan menampilkan pesan politis yang dinilai dia tak etis tentu akan menimbulkan keramaian di masyarakat.
Kontroversi yang berlarut ini dilihat Hendardi secara eksplisit berhubungan dengan isu kebangkitan komunisme.
"Terlihat kuat bahwa isu kebangkitan komunisme ternyata datang dari anasir-anasir TNI. Isu pembelian senjata, selanjutnya digunakan untuk membenarkan tindakan-tindakan efensif lanjutan institusi TNI," ujar dia.
Sebelumnya, di hadapan para purnawirawan, Gatot menyebut, ada institusi non militer yang berupaya mendatangkan 5.000 pucuk senjata secara ilegal, dan itu mencatut nama Presiden Jokowi.
"Ada kelompok institusi yang akan beli 5.000 pucuk senjata, bukan militer. Memakai nama Presiden. Seolah-olah dari Presiden yang berbuat, padahal saya yakin itu bukan presiden. Informasi yang saya dapat kalau tidak A1 tidak akan saya sampaikan di sini," kata Gatot di aula Gatot Subroto, Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur, Jumat 22 September 2017.
Gatot menegaskan, tidak boleh ada institusi di Indonesia yang memiliki senjata selain TNI dan Polri. "Dan polisi pun tidak boleh memiliki senjata yang bisa menembak tank dan bisa menembak pesawat dan bisa menembak kapal, saya serbu kalau ada. Ini ketentuan," ujar Gatot.
medcom.id, Jakarta: Pernyataan Panglima TNI, Jenderal Gatot Nurmantyo tentang 5.000 pucuk senjata api, harus disikapi secara hati-hati oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Sebab pernyataan itu bermakna politis.
"Presiden Jokowi mesti berhati-hati mengambil sikap atas Panglima TNI. Karena Panglima TNI sedang mencari momentum untuk memperkuat profil politik bagi dirinya," kata Ketua SETARA Instutute Hendardi melalui keterangan tertulis, Minggu 24 September 2017.
Seharusnya, ucapan dan pernyataan Gatot bersikap normatif dan biasa saja. Sebab, ketika berbicara keras dan bermuatan tertentu, akan terlihat secara gamblang dan menampilkan pesan politis yang dinilai dia tak etis tentu akan menimbulkan keramaian di masyarakat.
Kontroversi yang berlarut ini dilihat Hendardi secara eksplisit berhubungan dengan isu kebangkitan komunisme.
"Terlihat kuat bahwa isu kebangkitan komunisme ternyata datang dari anasir-anasir TNI. Isu pembelian senjata, selanjutnya digunakan untuk membenarkan tindakan-tindakan efensif lanjutan institusi TNI," ujar dia.
Sebelumnya, di hadapan para purnawirawan, Gatot menyebut, ada institusi non militer yang berupaya mendatangkan 5.000 pucuk senjata secara ilegal, dan itu mencatut nama Presiden Jokowi.
"Ada kelompok institusi yang akan beli 5.000 pucuk senjata, bukan militer. Memakai nama Presiden. Seolah-olah dari Presiden yang berbuat, padahal saya yakin itu bukan presiden. Informasi yang saya dapat kalau tidak A1 tidak akan saya sampaikan di sini," kata Gatot di aula Gatot Subroto, Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur, Jumat 22 September 2017.
Gatot menegaskan, tidak boleh ada institusi di Indonesia yang memiliki senjata selain TNI dan Polri. "Dan polisi pun tidak boleh memiliki senjata yang bisa menembak tank dan bisa menembak pesawat dan bisa menembak kapal, saya serbu kalau ada. Ini ketentuan," ujar Gatot.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(SCI)