Koordinator Divisi Monitoring Pelayanan Publik ICW Febri Hendri memberikan keterangan pers usai bertemu dengan Direktur Tipikor Mabes Polri di Bareskrim Mabes Polri, Jaksel, Selasa (18/3). Foto: Antara/Muhammad Adimaja
Koordinator Divisi Monitoring Pelayanan Publik ICW Febri Hendri memberikan keterangan pers usai bertemu dengan Direktur Tipikor Mabes Polri di Bareskrim Mabes Polri, Jaksel, Selasa (18/3). Foto: Antara/Muhammad Adimaja

ICW Desak Pemerintah Revisi UU BPK

Eko Nordiansyah • 24 April 2016 17:28
medcom.id, Jakarta: Indonesian Corruption Watch (ICW) mendesak pemerintah segera merevisi Undang-undang No.15 tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) serta UU No.15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
 
Peneliti ICW, Febri Hendri mengatakan, revisi ini bertujuan memperbaiki integritas BPK pascamunculnya nama Ketua BPK dilaporan Panama Papers. Nama Harry Azhar Aziz diduga memiliki Shell Company melalui firma hukum asal Panama Mossack Fonseca.
 
"Sehingga anggota BPK yang terpilih memiliki integritas yang tinggi dan mampu bersikap independen dan objektif dalam melaksanakan tugas konstitusionalnya," ujar Febri di kantor Kemitraan, Jalan Wolter Monginsidi, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Minggu (24/4/2016).

Dia meminta revisi UU itu bisa membuat anggota BPK yang terpilih agar tidak aktif dalam politik dalam lima tahun terakhir. Bahkan, anggota BPK diminta tak memiliki hubungan kekerabatan dengan anggota DPR maupun partai politik.
 
"Anggota BPK tidak boleh aktif politik lima tahun terkahir. Tidak boleh punya hubungan darah dengan anggota DPR dan partai politik. Ini agar BPK tidak terkait dengan kepetingan politik," jelas dia.
 
ICW Desak Pemerintah Revisi UU BPK
Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Harry Azhar Aziz saat difoto di Gedung BPK RI, Jakarta, Selasa (14/7). Foto: MI/Immanuel Antonius
 
Selain itu, terkait dengan proses pemilihan Ketua BPK juga harus dilakukan secara transparan. Sedangkan anggota pimpinan BPK yang mencapai sembilan orang seharusnya dikurangi sehingga lebih efisien.
 
"BPK perlu ada panitia seleksi seperti KPK supaya publik bisa lihat pemilihannya bagaimana. Pimpinan BPK enggak perlu sampai sembilan, cukup dua, karena kalau banyak itu hanya jadi instrumen politik," kata dia.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MBM)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan