Perwakilan LSM menggelar aksi dan menggunakan kostum hitam putih yang diklaim menggambarkan putusan PTUN besok/MTVN/Adin
Perwakilan LSM menggelar aksi dan menggunakan kostum hitam putih yang diklaim menggambarkan putusan PTUN besok/MTVN/Adin

Putusan Dualisme Pimpinan DPD Pertaruhkan Wajah Peradilan Indonesia

M Sholahadhin Azhar • 07 Juni 2017 14:17
medcom.id, Jakarta: Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta tentang gugatan pimpinan DPD periode 2014-2019 GKR Hemas pada Mahkamah Agung (MA), Kamis 8 Juni 2017, memiliki dampak signifikan. Wajah sistem hukum di Tanah Air dipertaruhkan.
 
"Ini bukan pertaruhan bagi Ratu Hemas atau Oesman Sapta Odang, tapi dunia peradilan kita," tegas peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz di depan Gedung MA, Jakarta Pusat, Rabu 7 Juni 2017.
 
ICW dan beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) lain seperti Kode Inisiatif, Perludem, IPC, Formappi, Ansipol, GPPI, LPI, KOPEL, dan lainnya mengingatkan pentingnya putusan PTUN terhadap masyarakat. Mereka melakukan aksi damai di depan MA.

Mengenakan baju putih dan hitam, mereka membuka payung berwarna senada dan berorasi. Warna baju yang dikenakan mewakili arah putusan PTUN besok.
 
Putih melambangkan lembaga peradilan bersih dengan menganulir pemanduan sumpah MA terhadap OSO dan kawan-kawan. Sementara hitam berarti PTUN memihak MA.
 
"Ya wassalam dengan segala putusan MA, karena MA sendiri tidak menghargai keputusannya," tegas Donal.
 
Orasi belasan perwakilan LSM itu ditutup dengan tabur bunga di depan Gedung MA. Bunga melambangkan sikap berkabung pada keberpihakan terhadap kepemimpinan yang tidak sah.
 
Seperti diketahui, dalam putusan sela sidang gugatan MA terkait kepemimpinan DPD, MA selaku termohon mendapat perintah memfasilitasi OSO dalam persidangan. Namun, PTUN sebagai lembaga peradilan harus bisa menjamin independensi kepada publik.
 
"Kami percaya independensi PTUN yang bekerja atas demi keadilan berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa," sebut Kuasa Hukum GKR Hemas, Irman Putrasidin.
 
Sidang gugatan pada DPD telah melewati agenda kesimpulan dari kubu GKR Hemas dan MA. Kedua pihak optimistis memenangkan perkara itu. Ketua Majelis Hakim, Udjang Abdullah, menjadwalkan putusan pada Kamis 8 Juni 2017.
 
Gonjang-ganjing DPD bermula saat MA mengeluarkan putusan atas perkara uji materi peraturan DPD RI Nomor 1 Tahun 2016 tentang Tata Tertib (Tatib) terhadap UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Perundang-undangan. MA mengabulkan gugatan para pemohon dan mencabut peraturan tersebut.
 
Salah satu poin Peraturan DPD RI Nomor 1 Tahun 2016 adalah pemotongan masa jabatan pimpinan DPD, dari lima tahun menjadi 2,5 tahun. Dikabulkannya gugatan oleh MA membuat masa jabatan pimpinan DPD kembali menjadi lima tahun.
 
Dalam sidang paripurna DPD yang digelar 4 April 2017, seharusnya Sekjen DPD membacakan putusan MA soal masa jabatan pimpinan DPD menjadi lima tahun. Sayangnya, putusan tak dibacakan dan DPD memilih pimpinan baru sesuai hasil kesepakatan rapat paripurna sebelumnya.
 
OSO terpilih menjadi Ketua DPD RI secara aklamasi. Damayanti Lubis dan Nono Sampono ditetapkan sebagai wakil ketua DPD RI mendampaingi OSO.
 
Kubu Hemas menilai jabatan OSO sebagai ketua DPD ilegal karena tidak menaati aturan hukum dan tata tertib. Menurut Hemas, kubunya sudah melaksanakan apa yang diminta MA dalam menjalankan Tata Tertib DPD RI Nomor 1 Tahun 2014 terkait penambahan masa jabatan pimpinan menjadi lima tahun. Ujungnya, pihak GKR Hemas memperkarakan tindakan MA ke PTUN Jakarta.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OJE)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan