Jakarta: Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Enny Nurbaningsih memastikan pasal tipikor yang dimasukan dalam revisi kitab undang-undang hukum pidana (KUHP) sama sekali tak melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pasal tersebut hanya mengatur konsep pidana Tipikor.
"Itulah yang perlu kami diskusikan. Bagaimana caranya menerapkan konsep pidana waktu tertentu. Karena pidana waktu tertentu bisa dijelaskan," kata Enny di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu, 30 Mei 2018.
Dalam pasal tipikor revisi KUHP diatur konsep pidana ancaman hukuman 15 tahun. Sementara dalam UU Tipikor disebutkan ancaman pidana 3-20 tahun.
"Jadi enggak ada lagi cerita orang dipidana berlipat kali. Yang ini kemudian kita ingin menyesuaikan 15 tahun jadi ramai kesannya kayak turun," ujarnya.
Enny memastikan pasal tipikor di revisi KUHP tidak mengatur konteks kewenangan. Adapun tipikor yang yang dimaksudkan dalam revisi ini mengacu pada UU KPK.
"Kalau melemahkan kan bicara kewenangan. Kewenangan apa yang kami ambil? UU KPK enggak diapa-apain kok. Jadi soal itu saja. Itu saja yang kami pikirkan bagaimana bisa menyesuaikan. Apakah karena pemberatan atau lainnya," pungkasnya.
Baca: KPK Beberkan Risiko RUU KUHP Terhadap Pemberantasan Korupsi
KPK berharap Rancangan Undang-undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang akan disahkan pada Agustus nanti tidak melemahkan pemberantasan korupsi. Mengingat masih ada sejumlah pasal tindak pidana korupsi dalam RUU KUHP tersebut.
"KPK berharap pengesahan RUU KUHP tidak melemahkan pemberantasan korupsi," kata juru bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Jakarta, Selasa, 29 Mei 2018.
Menurut Febri, pihaknya sudah beberapa kali melakukan kajian tentang RUU KHUP tersebut. Bahkan, teranyar Lembaga Antirasuah pun mendapat masukan dari lima perguruan tinggi yakni Unair, UGM, Unpar, Unhas Bosowa, dan Universitas Andalas agar pasal-pasal tindak pidana korupsi tidak dimasukkan dalam RUU KUHP.
Dalam revisi KUHP dimasukan pasal tipikor terkait korupsi swasta. Jika pasal itu disahkan, hanya Kepolisian dan Kejaksaan yang berwenang menangani korupsi di sektor swasta.
Saat ini, DPR dan pemerintah masih melakukan pembahasan terhadap revisi UU KUHP. Sementara revisi UU Tipikor masuk ke dalam program legislasi nasional DPR tahun 2015-2019.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/8Ky7jxrb" frameborder="0" scrolling="no" allowfullscreen></iframe>
Jakarta: Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Enny Nurbaningsih memastikan pasal tipikor yang dimasukan dalam revisi kitab undang-undang hukum pidana (KUHP) sama sekali tak melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pasal tersebut hanya mengatur konsep pidana Tipikor.
"Itulah yang perlu kami diskusikan. Bagaimana caranya menerapkan konsep pidana waktu tertentu. Karena pidana waktu tertentu bisa dijelaskan," kata Enny di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu, 30 Mei 2018.
Dalam pasal tipikor revisi KUHP diatur konsep pidana ancaman hukuman 15 tahun. Sementara dalam UU Tipikor disebutkan ancaman pidana 3-20 tahun.
"Jadi enggak ada lagi cerita orang dipidana berlipat kali. Yang ini kemudian kita ingin menyesuaikan 15 tahun jadi ramai kesannya kayak turun," ujarnya.
Enny memastikan pasal tipikor di revisi KUHP tidak mengatur konteks kewenangan. Adapun tipikor yang yang dimaksudkan dalam revisi ini mengacu pada UU KPK.
"Kalau melemahkan kan bicara kewenangan. Kewenangan apa yang kami ambil? UU KPK enggak diapa-apain kok. Jadi soal itu saja. Itu saja yang kami pikirkan bagaimana bisa menyesuaikan. Apakah karena pemberatan atau lainnya," pungkasnya.
Baca: KPK Beberkan Risiko RUU KUHP Terhadap Pemberantasan Korupsi
KPK berharap Rancangan Undang-undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang akan disahkan pada Agustus nanti tidak melemahkan pemberantasan korupsi. Mengingat masih ada sejumlah pasal tindak pidana korupsi dalam RUU KUHP tersebut.
"KPK berharap pengesahan RUU KUHP tidak melemahkan pemberantasan korupsi," kata juru bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Jakarta, Selasa, 29 Mei 2018.
Menurut Febri, pihaknya sudah beberapa kali melakukan kajian tentang RUU KHUP tersebut. Bahkan, teranyar Lembaga Antirasuah pun mendapat masukan dari lima perguruan tinggi yakni Unair, UGM, Unpar, Unhas Bosowa, dan Universitas Andalas agar pasal-pasal tindak pidana korupsi tidak dimasukkan dalam RUU KUHP.
Dalam revisi KUHP dimasukan pasal tipikor terkait korupsi swasta. Jika pasal itu disahkan, hanya Kepolisian dan Kejaksaan yang berwenang menangani korupsi di sektor swasta.
Saat ini, DPR dan pemerintah masih melakukan pembahasan terhadap revisi UU KUHP. Sementara revisi UU Tipikor masuk ke dalam program legislasi nasional DPR tahun 2015-2019.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FZN)