Jakarta: Praktisi hukum pemilu Ahmad Irawan menilai tindakan Wakil Presiden Jusuf Kalla mengajukan diri sebagai pihak terkait dalam uji materi UU Pemilu di Mahkamah Konstitusi, tak tepat. Apalagi, kuasa hukum Kalla menyebut jabatan wapres setara dengan menteri.
Meskipun dalam bahasa konstitusional yang di dalam UUD 1945 Presiden dibantu wakil presiden dan menteri. Namun, kata Irawan bukan berarti kedua jabatan tersebut sama dalam kedudukan dan fungsi.
Jabatan wakil presiden dipilih melalui pemilihan umum. Sementara menteri ditunjuk berdasarkan hak prerogatif Presiden.
"Di Indonesia, Presiden dan Wakil Presiden itu the first man dan the second man. Kedudukannya merupakan satu kesatuan dan tidak terpisah serta dipilih melalui pemilihan umum melalui satu paket pasangan calon," kata Irawan kepada wartawan, Sabtu, 21 Juli 2018.
Ia menambahkan jika Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan uji materi ini, Indonesia berpotensi memiliki wakil presiden yang sama secara terus menerus.
Padahal, posisi wakil presiden dalam sistem ketatanegaraan Indonesia memberikan kekuasaan cadangan kepada wapres. Apabila Presiden berhalangan tetap, maka Wakil Presiden tampil sebagai pengganti hingga berakhir masa jabatan.
"Seorang menteri tidak bisa mengganti Presiden ketika berhalangan tetap. Kecuali Presiden dan Wakil Presiden dalam waktu bersamaan berhalangan tetap," ujar Irawan.
Irawan menilai, keikutsertaan Jusuf Kalla dalam proses uji materi Undang-undang yang diajukan Perindo sebagai pihak terkait dapat disimpulkan keinginan Jusuf Kalla untuk menjabat kembali sebagai Wakil Presiden, untuk periode ketiga.
Selain itu, ia juga mengatakan, keinginan Jusuf Kalla maju kembali sebagai Wakil Presiden menjadi bukti masa jabatan harus dibatasi. Jika tidak, Indonesia akan terus dipimpin orang yang sama dan itu tidak baik.
"Jika politik konstitusi kita berubah dari corak “dwitunggal” dan menempatkan Wakil Presiden kedudukannya setara Menteri, maka lebih baik jabatan Wakil Presiden dihapuskan," tutur Irawan.
Seperti diketahui, Partai Perindo menggugat Pasal 169 huruf n UU Nomor 7 tahun 2017. Partai besutan Hary Tanoesoedibjo itu menilai Pasal 169 huruf n menghalangi Jusuf Kalla maju sebagai calon wakil presiden pada Pilpres 2019.
Gugatan perindo terdaftar dengan Nomor 60/PUU-XVI/2018. Perindo mengaku dirugikan dengan Pasal 169 huruf n yang menyatakan capres dan cawapres bukanlah orang yang pernah menjadi presiden atau wakil presiden sebanyak dua periode.
Jakarta: Praktisi hukum pemilu Ahmad Irawan menilai tindakan Wakil Presiden Jusuf Kalla mengajukan diri sebagai pihak terkait dalam uji materi UU Pemilu di Mahkamah Konstitusi, tak tepat. Apalagi, kuasa hukum Kalla menyebut jabatan wapres setara dengan menteri.
Meskipun dalam bahasa konstitusional yang di dalam UUD 1945 Presiden dibantu wakil presiden dan menteri. Namun, kata Irawan bukan berarti kedua jabatan tersebut sama dalam kedudukan dan fungsi.
Jabatan wakil presiden dipilih melalui pemilihan umum. Sementara menteri ditunjuk berdasarkan hak prerogatif Presiden.
"Di Indonesia, Presiden dan Wakil Presiden itu the first man dan the second man. Kedudukannya merupakan satu kesatuan dan tidak terpisah serta dipilih melalui pemilihan umum melalui satu paket pasangan calon," kata Irawan kepada wartawan, Sabtu, 21 Juli 2018.
Ia menambahkan jika Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan uji materi ini, Indonesia berpotensi memiliki wakil presiden yang sama secara terus menerus.
Padahal, posisi wakil presiden dalam sistem ketatanegaraan Indonesia memberikan kekuasaan cadangan kepada wapres. Apabila Presiden berhalangan tetap, maka Wakil Presiden tampil sebagai pengganti hingga berakhir masa jabatan.
"Seorang menteri tidak bisa mengganti Presiden ketika berhalangan tetap. Kecuali Presiden dan Wakil Presiden dalam waktu bersamaan berhalangan tetap," ujar Irawan.
Irawan menilai, keikutsertaan Jusuf Kalla dalam proses uji materi Undang-undang yang diajukan Perindo sebagai pihak terkait dapat disimpulkan keinginan Jusuf Kalla untuk menjabat kembali sebagai Wakil Presiden, untuk periode ketiga.
Selain itu, ia juga mengatakan, keinginan Jusuf Kalla maju kembali sebagai Wakil Presiden menjadi bukti masa jabatan harus dibatasi. Jika tidak, Indonesia akan terus dipimpin orang yang sama dan itu tidak baik.
"Jika politik konstitusi kita berubah dari corak “dwitunggal” dan menempatkan Wakil Presiden kedudukannya setara Menteri, maka lebih baik jabatan Wakil Presiden dihapuskan," tutur Irawan.
Seperti diketahui, Partai Perindo menggugat Pasal 169 huruf n UU Nomor 7 tahun 2017. Partai besutan Hary Tanoesoedibjo itu menilai Pasal 169 huruf n menghalangi Jusuf Kalla maju sebagai calon wakil presiden pada Pilpres 2019.
Gugatan perindo terdaftar dengan Nomor 60/PUU-XVI/2018. Perindo mengaku dirugikan dengan Pasal 169 huruf n yang menyatakan capres dan cawapres bukanlah orang yang pernah menjadi presiden atau wakil presiden sebanyak dua periode.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DRI)