Jakarta: Pengurus Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA) diminta membaca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 55/PUU-XVIII/2020. Putusan tersebut terkait uji materiel Pasal 173 ayat 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) terhadap Undang-Undang Dasar (UUD) 1945
“Yang anda uji Pasal 173 ayat 1 yang original atau anda menguji Pasal 173 ayat 1 yang sudah diberi pemaknaan? Coba baca putusan MK yang sudah memberi pemaknaan,” kata Hakim Konstitusi Saldi Isra di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa, 24 Mei 2022.
Saldi mengatakan PRIMA perlu mencermati putusan-putusan terdahulu. Supaya permohonan uji materi tidak tumpang tindih.
“Pelajari agar pemohon dapat membuat penjelasan yang lebih baik lagi, sehingga permohonan ini terhindar dari saling kontradiktif,” papar dia.
Hakim Konstitusi Wahiduddin Adam meminta PRIMA memperhatikan dalil nebis en idem. Dalil tersebut seolah meminta MK meninjau dan memperbaiki kembali putusan terdahulu dengan perkara serupa.
“Pemohon diharapkan membangun dan merekonstruksi dalil permohonan dan fokus pada perubahan Pasal 173 ayat (1) UU Pemilu usai Putusan MK Nomor 55/PUU-XVIII/2020 terdahulu,” tutur dia.
Baca: Dianggap Tak Relevan, Ketentuan Verifikasi Faktual Parpol Diuji
Sementara itu, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menyarankan PRIMA menjabarkan kedudukan hukum secara lebih rinci. Misalnya, menjelaskan pihak yang berwenang mewakili PRIMA dalam persidangan sesuai anggaran dasar (AD) dan anggaran rumah tangga (ART).
Enny juga meminta PRIMA menguraikan hak-hak konstitusional yang dilanggar akibat berlakunya putusan MK Nomor 55/PUU-XVIII/2020. Sebab, pihak PRIMA hanya menyebut bentuk pelanggarannya adalah kemubaziran.
“Maka di mana letak kemubazirannya itu? Entah dalam bentuk pembentukan partai politik dan uraikan secara komprehensif,” ujar dia.
Jakarta: Pengurus
Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA) diminta membaca putusan
Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 55/PUU-XVIII/2020. Putusan tersebut terkait
uji materiel Pasal 173 ayat 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) terhadap Undang-Undang Dasar (UUD) 1945
“Yang anda uji Pasal 173 ayat 1 yang original atau anda menguji Pasal 173 ayat 1 yang sudah diberi pemaknaan? Coba baca putusan MK yang sudah memberi pemaknaan,” kata Hakim Konstitusi Saldi Isra di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa, 24 Mei 2022.
Saldi mengatakan PRIMA perlu mencermati putusan-putusan terdahulu. Supaya permohonan uji materi tidak tumpang tindih.
“Pelajari agar pemohon dapat membuat penjelasan yang lebih baik lagi, sehingga permohonan ini terhindar dari saling kontradiktif,” papar dia.
Hakim Konstitusi Wahiduddin Adam meminta PRIMA memperhatikan dalil nebis en idem. Dalil tersebut seolah meminta MK meninjau dan memperbaiki kembali putusan terdahulu dengan perkara serupa.
“Pemohon diharapkan membangun dan merekonstruksi dalil permohonan dan fokus pada perubahan Pasal 173 ayat (1) UU Pemilu usai Putusan MK Nomor 55/PUU-XVIII/2020 terdahulu,” tutur dia.
Baca:
Dianggap Tak Relevan, Ketentuan Verifikasi Faktual Parpol Diuji
Sementara itu, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menyarankan PRIMA menjabarkan kedudukan hukum secara lebih rinci. Misalnya, menjelaskan pihak yang berwenang mewakili PRIMA dalam persidangan sesuai anggaran dasar (AD) dan anggaran rumah tangga (ART).
Enny juga meminta PRIMA menguraikan hak-hak konstitusional yang dilanggar akibat berlakunya putusan MK Nomor 55/PUU-XVIII/2020. Sebab, pihak PRIMA hanya menyebut bentuk pelanggarannya adalah kemubaziran.
“Maka di mana letak kemubazirannya itu? Entah dalam bentuk pembentukan partai politik dan uraikan secara komprehensif,” ujar dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)