Jakarta: PDI Perjuangan menyebut sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait pembantunya yang ingin menjadi calon presiden (capres) hanya sebatas restu. Bukan sebagai bentuk dukungan politik.
"Jangan dianggap itu terlalu over ekspetasi kalau itu adalah dukungan politik untuk berkontestasi pada Pilpres (Pemilihan Presiden 2024) yang akan datang," kata Ketua DPP PDI Perjuangan Ahmad Basarah di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 15 Agustus 2022.
Restu Jokowi dianggap hanya sebatas etika politik. Sebab, kepala negara tidak bisa menghambat menterinya nyapres.
"Artinya restu dan dukungan itu tidak harus diterjemahkan sebagai sebuah keinginan politik bagi presiden untuk mendukung salah satu atau salah dua atau salah tiga menteri-menteri," ungkap dia.
Di sisi lain, para menteri tidak diwajibkan harus mendapat restu dari presiden saat ingin jadi capres. Menurut dia, menteri melapor ke presiden hanya sebatas asas kepatutan.
"Bahwa seorang bawahan jika ingin mengambil keputusan tertentu, apalagi menyangkut prinsip bernegara, seyogyanya melapor dan minta restu kepada presiden yang sedang menjadi atasannya," sebut dia.
Basarah menyampaikan hal itu pernah dilakukan Ketua Umum (Ketum) PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri. Saat itu, Presiden Kelima Indonesia tersebut menanyakan kepada pembantunya apakah ada yang ingin mencalonkan diri pada pilpres 2004.
"Artinya dalam praktek bernegara kita pernah terjadi suatu tata cara atau suatu etika kenegaraan seorang menteri meminta izin ke atasannya," ujar dia.
Jakarta:
PDI Perjuangan menyebut sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait pembantunya yang ingin menjadi calon presiden (capres) hanya sebatas restu. Bukan sebagai bentuk dukungan politik.
"Jangan dianggap itu terlalu
over ekspetasi kalau itu adalah dukungan politik untuk berkontestasi pada Pilpres (
Pemilihan Presiden 2024) yang akan datang," kata Ketua DPP PDI Perjuangan Ahmad Basarah di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 15 Agustus 2022.
Restu Jokowi dianggap hanya sebatas etika politik. Sebab, kepala negara tidak bisa menghambat
menterinya nyapres.
"Artinya restu dan dukungan itu tidak harus diterjemahkan sebagai sebuah keinginan politik bagi presiden untuk mendukung salah satu atau salah dua atau salah tiga menteri-menteri," ungkap dia.
Di sisi lain, para menteri tidak diwajibkan harus mendapat restu dari presiden saat ingin jadi
capres. Menurut dia, menteri melapor ke presiden hanya sebatas asas kepatutan.
"Bahwa seorang bawahan jika ingin mengambil keputusan tertentu, apalagi menyangkut prinsip bernegara, seyogyanya melapor dan minta restu kepada presiden yang sedang menjadi atasannya," sebut dia.
Basarah menyampaikan hal itu pernah dilakukan Ketua Umum (Ketum) PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri. Saat itu, Presiden Kelima Indonesia tersebut menanyakan kepada pembantunya apakah ada yang ingin mencalonkan diri pada pilpres 2004.
"Artinya dalam praktek bernegara kita pernah terjadi suatu tata cara atau suatu etika kenegaraan seorang menteri meminta izin ke atasannya," ujar dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(END)