Jakarta: Pemerintah diminta berhati-hati menyikapi status kewarganegaraan warga negara Indonesia (WNI) eks kombatan ISIS. Mencabut status kewarganegaraan seseorang harus mengacu pada aturan perundang-undangan.
Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Ahmad Taufan Damanik mengatakan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan sudah mengatur jelas soal status warga negara. Setiap orang bisa dicabut status kewarganegaannya bila menjadi warga negara lain, menerima paspor dari negara lain, dan bersumpah setia pada negara lain
"Pertanyaannya ISIS negara bukan? UN (United Nations/PBB) mengatakan ISIS ini organisasi teroris, bukan negara," ujar Taufan dalam diskusi Cross Check by Medcom.id bertajuk 'Menimbang Kombatan ISIS Pulang' di Upnormal Coffee and Roasters, Jalan Wahid Hasyim, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu, 9 Februari 2020.
Kamp Al-Hol di Suriah menjadi tempat tinggal keluarga dari anggota ISIS. Foto: AFP
Taufan mengatakan status kewarganegaraan juga akan hilang jika dalam waktu lima tahun WNI di luar negeri tidak melapor ke perwakilan Indonesia. Dengan catatan, WNI tersebut tidak dalam perjalanan dinas atau menempuh pendidikan.
"Apakah semua (WNI eks ISIS) itu lima tahun, ada yang itu (menempuh perjalanan dinas dan pendidikan)? jadi dia enggak kena (aturan). Itu jadi persoalan," ucap Taufan.
Taufan menegaskan pemerintah tak bisa mengabaikan ketentuan dalam UU Kewarganegaraan untuk mencabut status WNI eks ISIS. Ada konsekuensi bila pemerintah salah dalam mencabut kewarganegaraan seseorang. Negara Uni Eropa juga disebut mendapat banyak sorotan dan kecaman atas pencabutan status kewarganegaraan secara sepihak.
"British mengatakan bikin aturan baru removal of citizenship. Aturan itu bisa cabut WN orang. Kalau kita mau melakukan itu harus revisi UU itu, tambahkan pasal kalau terlibat dalam organisasi kriminal internasional bisa dicabut (kewarganegaraan) harus ada itu," ujar Taufan.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/Wb70WGak" frameborder="0" scrolling="no" allowfullscreen></iframe>
Jakarta: Pemerintah diminta berhati-hati menyikapi status kewarganegaraan warga negara Indonesia (WNI) eks kombatan ISIS. Mencabut status kewarganegaraan seseorang harus mengacu pada aturan perundang-undangan.
Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Ahmad Taufan Damanik mengatakan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan sudah mengatur jelas soal status warga negara. Setiap orang bisa dicabut status kewarganegaannya bila menjadi warga negara lain, menerima paspor dari negara lain, dan bersumpah setia pada negara lain
"Pertanyaannya ISIS negara bukan? UN (
United Nations/PBB) mengatakan ISIS ini organisasi teroris, bukan negara," ujar Taufan dalam diskusi Cross Check by Medcom.id bertajuk 'Menimbang Kombatan ISIS Pulang' di Upnormal Coffee and Roasters, Jalan Wahid Hasyim, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu, 9 Februari 2020.
Kamp Al-Hol di Suriah menjadi tempat tinggal keluarga dari anggota ISIS. Foto: AFP
Taufan mengatakan status kewarganegaraan juga akan hilang jika dalam waktu lima tahun
WNI di luar negeri tidak melapor ke perwakilan Indonesia. Dengan catatan, WNI tersebut tidak dalam perjalanan dinas atau menempuh pendidikan.
"Apakah semua (WNI eks ISIS) itu lima tahun, ada yang itu (menempuh perjalanan dinas dan pendidikan)? jadi dia enggak kena (aturan). Itu jadi persoalan," ucap Taufan.
Taufan menegaskan pemerintah tak bisa mengabaikan ketentuan dalam UU Kewarganegaraan untuk mencabut status WNI eks ISIS. Ada konsekuensi bila pemerintah salah dalam mencabut kewarganegaraan seseorang. Negara Uni Eropa juga disebut mendapat banyak sorotan dan kecaman atas pencabutan status kewarganegaraan secara sepihak.
"British mengatakan bikin aturan baru
removal of citizenship. Aturan itu bisa cabut WN orang. Kalau kita mau melakukan itu harus revisi UU itu, tambahkan pasal kalau terlibat dalam organisasi kriminal internasional bisa dicabut (kewarganegaraan) harus ada itu," ujar Taufan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)