Jakarta: Pemerintah memiliki sejumlah pekerjaan rumah (PR) di sektor maritim. Pengamat maritim Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas Strategic Center (IKAL SC), Marcellus Hakeng Jayawibawa, memerinci pekerjaan yang perlu dirampungkan.
Pertama, penetapan landas kontinen Indonesia. Menurut Hakeng, hal itu diperlukan untuk lebih memastikan kedaulatan dan keamanan wilayah bawah laut Indonesia.
"Jadi, Indonesia masih memiliki pekerjaan tertunda dalam hal penyelesaian batas landas kontinen sejauh 350 mil dari garis pantai sesuai UNCLOS 1982," ujar Hakeng melalui keterangan tertulis, Kamis, 28 Desember 2023.
Kepastian tersebut, kata dia, sangat diperlukan guna mempertahankan integritas wilayah negara. Kemudian, melindungi kepentingan keamanan nasional.
Pekerjaan lain, yakni permasalahan Laut China Selatan (LCS). Hakeng menyebut China dan Vietnam secara terang-terangan membangun pulau-pulau buatan di wilayah itu. Indonesia, kata dia, mesti berpedoman terhadap putusan Mahkamah Arbitrase Internasional (Permanent Court of Arbitration/PCA) di Den Haag, Belanda, pada 12 Juli 2016.
Putusan tersebut menyatakan, hak China atas seluruh wilayah Laut China Selatan tidak sah. Atas dasar itu, Hakeng melihat tindakan Vietnam dan Tiongkok perlu diwaspadai pemerintah Indonesia.
"Langkah kedua negara itu berpotensi mengancam kedaulatan negara lain yang juga menginginkan dapat menggarap potensi perikanan, minyak, dan gas yang ada di LCS," kata Hakeng.
Selanjutnya, Hakeng menggarisbawahi kebijakan ekspor pasir laut. Dia mengatakan kebijakan itu berpotensi merugikan Indonesia.
Pengerukan pasir kemudian diekspor, kata Hakeng, dapat mengganggu ketahanan nasional dari beberapa aspek. Pengerukan pasir laut mengakibatkan kerusakan ekosistem laut dan pesisir.
Permasalahan lain yakni pelabuhan tikus di Indonesia. Masifnya keberadaan pelabuhan tikus, kata Hakeng, merupakan masalah serius yang perlu segera diatasi.
"Pelabuhan-pelabuhan ini sering digunakan untuk kegiatan ilegal, seperti penyelundupan, perdagangan manusia, dan perdagangan narkoba," kata dia.
Jakarta:
Pemerintah memiliki sejumlah pekerjaan rumah (PR) di sektor
maritim. Pengamat maritim Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas Strategic Center (IKAL SC), Marcellus Hakeng Jayawibawa, memerinci pekerjaan yang perlu dirampungkan.
Pertama, penetapan landas kontinen Indonesia. Menurut Hakeng, hal itu diperlukan untuk lebih memastikan kedaulatan dan keamanan wilayah bawah laut Indonesia.
"Jadi, Indonesia masih memiliki pekerjaan tertunda dalam hal penyelesaian batas landas kontinen sejauh 350 mil dari garis pantai sesuai UNCLOS 1982," ujar Hakeng melalui keterangan tertulis, Kamis, 28 Desember 2023.
Kepastian tersebut, kata dia, sangat diperlukan guna mempertahankan integritas wilayah negara. Kemudian, melindungi kepentingan keamanan nasional.
Pekerjaan lain, yakni permasalahan Laut China Selatan (LCS). Hakeng menyebut China dan Vietnam secara terang-terangan membangun pulau-pulau buatan di wilayah itu. Indonesia, kata dia, mesti berpedoman terhadap putusan Mahkamah Arbitrase Internasional (
Permanent Court of Arbitration/PCA) di Den Haag, Belanda, pada 12 Juli 2016.
Putusan tersebut menyatakan, hak China atas seluruh wilayah Laut China Selatan tidak sah. Atas dasar itu, Hakeng melihat tindakan Vietnam dan Tiongkok perlu diwaspadai pemerintah Indonesia.
"Langkah kedua negara itu berpotensi mengancam kedaulatan negara lain yang juga menginginkan dapat menggarap potensi perikanan, minyak, dan gas yang ada di LCS," kata Hakeng.
Selanjutnya, Hakeng menggarisbawahi kebijakan ekspor pasir laut. Dia mengatakan kebijakan itu berpotensi merugikan Indonesia.
Pengerukan pasir kemudian diekspor, kata Hakeng, dapat mengganggu ketahanan nasional dari beberapa aspek. Pengerukan pasir laut mengakibatkan kerusakan ekosistem laut dan pesisir.
Permasalahan lain yakni pelabuhan tikus di Indonesia. Masifnya keberadaan pelabuhan tikus, kata Hakeng, merupakan masalah serius yang perlu segera diatasi.
"Pelabuhan-pelabuhan ini sering digunakan untuk kegiatan ilegal, seperti penyelundupan, perdagangan manusia, dan perdagangan narkoba," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)