Jakarta: Penyebaran hoaks politik menjelang tahun politik semakin meningkat. Dari Juli hingga September 2018, tercatat sebanyak 135 hoaks politik yang beredar.
"Selama periode Juli-September 2018 ada 230 hoaks yang diklarifikasi, termasuk di dalamnya 135 hoaks politik," kata Presidium Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo), Anita Wahid, di Kantor Kementerian Komunikasi dan Informasi, Jakarta Pusat, Selasa, 16 Oktober 2018.
Ia menjelaskan, selama September 2018, ada lebih dari 52 hoaks politik. Menurutnya, kubu Joko Widodo-Ma'ruf Amin lebih sering terkena hoaks politik dengan 36 hoaks, sementara kubu Prabowo Subianto-Sandiaga Uno diserang 16 hoaks.
Menurutnya, hoaks politik akan berdampak pada menurunya kredibilitas penyelenggaraan pemilu. Selain itu, kualitas pemilu menurun dan merusak rasionalitas pemilih.
"Selain itu hoaks bisa menimbulkan konflik sosial yang mengarahkan kepada disintegrasi bangsa," tutur Anita.
Baca: Media Sosial Pasar Besar Penyebaran Hoaks dan Ujaran Kebencian
Menurutnya, elite politik harus menyadari jika kemenangan yang diraih dengan menghalalkan penyebaran hasut dan hoaks adalah kekalahan bangsa. Oleh karena itu, para elite politik harus lebih bertanggung jawab ketika melakukan kontestasi politik.
"Caranya dengan memberikan keteladanan dalam menggunakan media sosial secara bijak," ungkapnya.
Ia menyarankan semua pihak kembali pada cita-cita pendiri bangsa, yakni Indonesia sebagai negara yang berdaulat. Ia mengingatkan, yang lebih penting dari sekadar politik adalah kemanusiaan.
"Mereka para pendiri bangsa kerja keras hanya ingin Indonesia berdaulat, bersatu, adil dan makmur. Hoaks menghancurkan itu semua. Hoaks menghilangkan kemanusiaan," katanya.
Jakarta: Penyebaran hoaks politik menjelang tahun politik semakin meningkat. Dari Juli hingga September 2018, tercatat sebanyak 135 hoaks politik yang beredar.
"Selama periode Juli-September 2018 ada 230 hoaks yang diklarifikasi, termasuk di dalamnya 135 hoaks politik," kata Presidium Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo), Anita Wahid, di Kantor Kementerian Komunikasi dan Informasi, Jakarta Pusat, Selasa, 16 Oktober 2018.
Ia menjelaskan, selama September 2018, ada lebih dari 52 hoaks politik. Menurutnya, kubu Joko Widodo-Ma'ruf Amin lebih sering terkena hoaks politik dengan 36 hoaks, sementara kubu Prabowo Subianto-Sandiaga Uno diserang 16 hoaks.
Menurutnya, hoaks politik akan berdampak pada menurunya kredibilitas penyelenggaraan pemilu. Selain itu, kualitas pemilu menurun dan merusak rasionalitas pemilih.
"Selain itu hoaks bisa menimbulkan konflik sosial yang mengarahkan kepada disintegrasi bangsa," tutur Anita.
Baca: Media Sosial Pasar Besar Penyebaran Hoaks dan Ujaran Kebencian
Menurutnya, elite politik harus menyadari jika kemenangan yang diraih dengan menghalalkan penyebaran hasut dan hoaks adalah kekalahan bangsa. Oleh karena itu, para elite politik harus lebih bertanggung jawab ketika melakukan kontestasi politik.
"Caranya dengan memberikan keteladanan dalam menggunakan media sosial secara bijak," ungkapnya.
Ia menyarankan semua pihak kembali pada cita-cita pendiri bangsa, yakni Indonesia sebagai negara yang berdaulat. Ia mengingatkan, yang lebih penting dari sekadar politik adalah kemanusiaan.
"Mereka para pendiri bangsa kerja keras hanya ingin Indonesia berdaulat, bersatu, adil dan makmur. Hoaks menghancurkan itu semua. Hoaks menghilangkan kemanusiaan," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FZN)