Metrorvnews.com, Jakarta: Seluruh fraksi di DPR RI didorong menolak rencana pembangunan gedung baru dan kenaikan biaya kunjungan kerja ke luar negeri. Sebab, hal itu hanya akan menggerus citra DPR.
"Selain itu, akan sangat boros anggaran," kata perwakilan koalisi masyarakat sipil dari Indonesia Budget Center, Roy Salam, di Fraksi PAN, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis 7 September 2017.
Menurut dia, DPR seharusnya lebih memperhatikan peningkatan kinerja ketimbang terbuai kenikmatan berbagai fasilitas kelembagaan dengan mengajukan anggaran setiap tahun. "Permintaan anggaran dengan porsi jumbo tidak merepresentasikan kebutuhan prioritas untuk meningkatkan kinerja," ucap dia.
Ia mencatat, dalam tiga tahun anggaran pada 2015-2017, DPR sudah memperoleh 'jatah' anggaran rata-rata sebesar Rp4,72 triliun atau sekitar 0.24% terhadap total belanja Negara. Jumlah ini meningkat 0,18% dibandingkan dengan anggaran DPR periode sebelumnya.
Roy juga melihat DPR kerap meminta kenaikan anggaran hingga mencapai 17% per tahunnya. Namun, kinerja anggota Dewan acap kali mendapat sorotan dari masyarakat.
"Kinerja DPR terus mendapat sorotan miring dari masyarakat. Kinerja legislasi misalnya. Dalam tiga tahun sidang, DPR baru menyelesaikan pembahasan RUU sebanyak 28% (45 RUU) dari target 160 RUU hingga 2019," kata dia.
Maket gedung baru DPR. Foto: MI/Susanto
DPR berencana membangun gedung baru. Gedung yang ada saat ini dianggap tak memadai guna menunjang kinerja mereka. Gedung DPR yang ada juga dinilai sudah mengalami pergeseran dan banyak keretakan.
Selain itu, DPR mengusulkan penaikan anggaran kunker ke luar negeri hingga 70% menjadi Rp343,5 miliar dalam RAPBN 2018. Jumlah tersebut naik sekitar Rp141,8 miliar dari anggaran tahun ini sebesar Rp201,7 miliar.
DPR, kata dia, seharusnya memikirkan kembali urgensi dari penaikan anggaran itu. Ia tak ingin pelesiran ke luar negeri seolah menjadi agenda rutin setiap alat kelengkapan dewan. "Seharusnya (kunker ke luar negeri) dilakukan secara selektif berdasarkan urgensi dan kemanfaatannya," kata dia.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/3NO0g6Wb" allowfullscreen></iframe>
Metrorvnews.com, Jakarta: Seluruh fraksi di DPR RI didorong menolak rencana pembangunan gedung baru dan kenaikan biaya kunjungan kerja ke luar negeri. Sebab, hal itu hanya akan menggerus citra DPR.
"Selain itu, akan sangat boros anggaran," kata perwakilan koalisi masyarakat sipil dari Indonesia Budget Center, Roy Salam, di Fraksi PAN, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis 7 September 2017.
Menurut dia, DPR seharusnya lebih memperhatikan peningkatan kinerja ketimbang terbuai kenikmatan berbagai fasilitas kelembagaan dengan mengajukan anggaran setiap tahun. "Permintaan anggaran dengan porsi jumbo tidak merepresentasikan kebutuhan prioritas untuk meningkatkan kinerja," ucap dia.
Ia mencatat, dalam tiga tahun anggaran pada 2015-2017, DPR sudah memperoleh 'jatah' anggaran rata-rata sebesar Rp4,72 triliun atau sekitar 0.24% terhadap total belanja Negara. Jumlah ini meningkat 0,18% dibandingkan dengan anggaran DPR periode sebelumnya.
Roy juga melihat DPR kerap meminta kenaikan anggaran hingga mencapai 17% per tahunnya. Namun, kinerja anggota Dewan acap kali mendapat sorotan dari masyarakat.
"Kinerja DPR terus mendapat sorotan miring dari masyarakat. Kinerja legislasi misalnya. Dalam tiga tahun sidang, DPR baru menyelesaikan pembahasan RUU sebanyak 28% (45 RUU) dari target 160 RUU hingga 2019," kata dia.
Maket gedung baru DPR. Foto: MI/Susanto
DPR berencana membangun gedung baru. Gedung yang ada saat ini dianggap tak memadai guna menunjang kinerja mereka. Gedung DPR yang ada juga dinilai sudah mengalami pergeseran dan banyak keretakan.
Selain itu, DPR mengusulkan penaikan anggaran kunker ke luar negeri hingga 70% menjadi Rp343,5 miliar dalam RAPBN 2018. Jumlah tersebut naik sekitar Rp141,8 miliar dari anggaran tahun ini sebesar Rp201,7 miliar.
DPR, kata dia, seharusnya memikirkan kembali urgensi dari penaikan anggaran itu. Ia tak ingin pelesiran ke luar negeri seolah menjadi agenda rutin setiap alat kelengkapan dewan. "Seharusnya (kunker ke luar negeri) dilakukan secara selektif berdasarkan urgensi dan kemanfaatannya," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UWA)