Jakarta: Pengamat politik Gungun Heryanto menilai fenomena perang tagar di media sosial hal yang biasa. Ada perubahan konteks sosial politik yang sangat dinamis saat ini.
"Dan ini sebenarnya fenomena biasa saja. Tagar ini adalah ekspresi simbolik. Misal ada yang tertarik ganti Presiden dan ada yang tetap lanjutkan," kata Gun Gun dalam diskusi 'Politik Tagar Bikin Gempar' di Warung Daun, Jakarta Pusat, Sabtu, 6 Mei 2018.
Gungun menilai, penggunaan tagar bernilai politis bukan hal negatif di era demokrasi. Hal ini bisa menggugah partisipasi masyarakat agar tak golput saat pemilu.
"Jadi merasa warga itu bisa menjadi bagian dalam proses-proses ini. Proses ini maksudnya adalah Pemilu," ujar dia.
Fenomena tagar di media sosial pun dinilai menguntungkan relawan dalam memobilisasi massa. Karena, kampanye tak harus menggunakan media arus utama.
"Relawan timses ini juga diuntungkan dengan ini, murah meriah, mobilisasi luar biasa, sebenernya bisa menjadi ceruk yang sangat potensial," kata Gun Gun.
Di sisi lain, pengunaan media sosial sebagai media kampanye bagai pisau bermata dua. Selain punya manfaat baik, juga punya potensi untuk menimbulkan dampak yang buruk.
"Di sisi lain harus mengantisipasi paradoks yang muncul. Misalnya muncul black propaganda, black campaign, character assasination, intimidasi, persekusi," pungkas Gungun.
Jakarta: Pengamat politik Gungun Heryanto menilai fenomena perang tagar di media sosial hal yang biasa. Ada perubahan konteks sosial politik yang sangat dinamis saat ini.
"Dan ini sebenarnya fenomena biasa saja. Tagar ini adalah ekspresi simbolik. Misal ada yang tertarik ganti Presiden dan ada yang tetap lanjutkan," kata Gun Gun dalam diskusi 'Politik Tagar Bikin Gempar' di Warung Daun, Jakarta Pusat, Sabtu, 6 Mei 2018.
Gungun menilai, penggunaan tagar bernilai politis bukan hal negatif di era demokrasi. Hal ini bisa menggugah partisipasi masyarakat agar tak golput saat pemilu.
"Jadi merasa warga itu bisa menjadi bagian dalam proses-proses ini. Proses ini maksudnya adalah Pemilu," ujar dia.
Fenomena tagar di media sosial pun dinilai menguntungkan relawan dalam memobilisasi massa. Karena, kampanye tak harus menggunakan media arus utama.
"Relawan timses ini juga diuntungkan dengan ini, murah meriah, mobilisasi luar biasa, sebenernya bisa menjadi ceruk yang sangat potensial," kata Gun Gun.
Di sisi lain, pengunaan media sosial sebagai media kampanye bagai pisau bermata dua. Selain punya manfaat baik, juga punya potensi untuk menimbulkan dampak yang buruk.
"Di sisi lain harus mengantisipasi paradoks yang muncul. Misalnya muncul
black propaganda,
black campaign,
character assasination, intimidasi, persekusi," pungkas Gungun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DRI)