Jakarta: Pandangan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan yang ingin masa jabatan Presiden Joko Widodo (Jokowi) diperpanjang dianggap merepresentasikan pola pikir era Orde Baru. Apalagi, konstitusi jelas mengatur limitasi masa jabatan presiden hanya dua periode.
"Uniknya, sikap-sikap politik Luhut ini seolah didiamkan oleh Presiden Jokowi. Itulah yang membuat rakyat bertanya, mungkin saja presiden mau memperpanjang masa pemerintahannya dengan menunda pemilu," kata Dosen Ilmu Politik & International Studies Universitas Paramadina Ahmad Khoirul Umam kepada wartawan, Kamis, 17 Maret 2022.
Managing Director Paramadina Public Policy Institute (PPPI) ini berharap PDI Perjuangan (PDIP) selaku pemilik saham politik utama di pemerintahan melakukan upaya 'bersih-bersih'. PDIP harus memastikan tidak ada anasir-anasir jahat di sekitar presiden.
Jika tidak, kata Umam, PDIP akan kehilangan kontrol dan kendali atas presiden yang dipercaya selama ini untuk menjalankan amanah kepemimpinan nasional. Di sisi lain sikap PDIP yang menolak tegas wacana penundaan pemilu perlu diapresiasi.
"PDIP harus mengevaluasi total peran Luhut di pemerintahan. Bagaimana seorang Menko Kemaritiman dan Investasi seolah dibiarkan saja mengambil peran Menko Polhukam (Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan)," kata Umam.
Umam juga yakin tanpa sikap tegas dari presiden dan PDIP, perpecahan internal koalisi pemerintahan akan semakin terlihat jelas. Apalagi, ada sejumlah partai yang memaksakan idenya untuk menabrak konstitusi dengan mengusulkan penundaan pemilu. Sementara itu, ada partai pendukung utama yang menolak tegas gagasan tersebut.
"Sebagaimana perilakunya dalam kontroversi Undang-Undang (UU) KPK dan UU Cipta Kerja, lagi-lagi sikap Presiden Jokowi cenderung mencari aman dan menyelamatkan muka sendiri dengan mengeluarkan statemen-statemen bersayap yang seolah sedang memainkan strategi testing the water," kata Umam.
Baca: Dalang Perpanjangan Masa Jabatan Presiden Disebut Teroris Konstitusi
Dia khawatir dukungan politik untuk melakukan amandemen konstitusi terkonsolidasi di parlemen sehingga operasi politik untuk menunda pemilu akan dieksekusi. Perpecahan pandangan partai-partai koalisi tentang wacana penundaan pemilu, kata dia, bisa menjadi indikator awal bagi proses faksionalisme internal koalisi sekaligus awal pudarnya pamor kekuatan PDIP sebagai sponsor utama koalisi pemerintahan.
"Jika PDIP tidak mampu mengonsolidasikan dan mendisiplinkan kembali partai-partai koalisi, maka momentum wacana tunda pemilu ini akan menjadi awal dan liarnya perilaku politik partai-partai pendukung pemerintah, sesuai dengan kepentingan mereka masing-masing" tegas Umam.
Menurut dia, kondisi ini dapat membuat loyalitas menteri yang berasal dari partai politik menjadi goyah. Mereka tidak lagi setia pada presiden namun kepada partai politik masing-masing.
"Ini yang harus diantisipasi Presiden Jokowi dan PDIP sebagai sponsor utama koalisi pemerintahan saat ini," tegas dia.
Jakarta: Pandangan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi
Luhut Binsar Panjaitan yang ingin masa jabatan Presiden
Joko Widodo (Jokowi) diperpanjang dianggap merepresentasikan pola pikir era Orde Baru. Apalagi, konstitusi jelas mengatur
limitasi masa jabatan presiden hanya dua periode.
"Uniknya, sikap-sikap politik Luhut ini seolah didiamkan oleh Presiden Jokowi. Itulah yang membuat rakyat bertanya, mungkin saja presiden mau memperpanjang masa pemerintahannya dengan menunda pemilu," kata Dosen Ilmu Politik & International Studies Universitas Paramadina Ahmad Khoirul Umam kepada wartawan, Kamis, 17 Maret 2022.
Managing Director Paramadina Public Policy Institute (PPPI) ini berharap PDI Perjuangan (PDIP) selaku pemilik saham politik utama di pemerintahan melakukan upaya 'bersih-bersih'. PDIP harus memastikan tidak ada anasir-anasir jahat di sekitar presiden.
Jika tidak, kata Umam, PDIP akan kehilangan kontrol dan kendali atas presiden yang dipercaya selama ini untuk menjalankan amanah kepemimpinan nasional. Di sisi lain sikap PDIP yang menolak tegas wacana penundaan pemilu perlu diapresiasi.
"PDIP harus mengevaluasi total peran Luhut di pemerintahan. Bagaimana seorang Menko Kemaritiman dan Investasi seolah dibiarkan saja mengambil peran Menko Polhukam (Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan)," kata Umam.
Umam juga yakin tanpa sikap tegas dari presiden dan PDIP, perpecahan internal koalisi pemerintahan akan semakin terlihat jelas. Apalagi, ada sejumlah partai yang memaksakan idenya untuk menabrak konstitusi dengan mengusulkan penundaan pemilu. Sementara itu, ada partai pendukung utama yang menolak tegas gagasan tersebut.
"Sebagaimana perilakunya dalam kontroversi Undang-Undang (UU) KPK dan UU Cipta Kerja, lagi-lagi sikap Presiden Jokowi cenderung mencari aman dan menyelamatkan muka sendiri dengan mengeluarkan statemen-statemen bersayap yang seolah sedang memainkan strategi testing the water," kata Umam.
Baca:
Dalang Perpanjangan Masa Jabatan Presiden Disebut Teroris Konstitusi
Dia khawatir dukungan politik untuk melakukan amandemen konstitusi terkonsolidasi di parlemen sehingga operasi politik untuk menunda pemilu akan dieksekusi. Perpecahan pandangan partai-partai koalisi tentang wacana penundaan pemilu, kata dia, bisa menjadi indikator awal bagi proses faksionalisme internal koalisi sekaligus awal pudarnya pamor kekuatan PDIP sebagai sponsor utama koalisi pemerintahan.
"Jika PDIP tidak mampu mengonsolidasikan dan mendisiplinkan kembali partai-partai koalisi, maka momentum wacana tunda pemilu ini akan menjadi awal dan liarnya perilaku politik partai-partai pendukung pemerintah, sesuai dengan kepentingan mereka masing-masing" tegas Umam.
Menurut dia, kondisi ini dapat membuat loyalitas menteri yang berasal dari partai politik menjadi goyah. Mereka tidak lagi setia pada presiden namun kepada partai politik masing-masing.
"Ini yang harus diantisipasi Presiden Jokowi dan PDIP sebagai sponsor utama koalisi pemerintahan saat ini," tegas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(JMS)