Ilustrasi. Foto: Medcom.id
Ilustrasi. Foto: Medcom.id

Jangan Lagi Lewat DPR, Presiden Diminta Tunjuk Langsung Anggota KPU dan Bawaslu

Cahya Mulyana • 20 Februari 2022 23:36
Jakarta: Pemilihan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) semakin dikritik. Stigma pemilihan dua lembaga itu ditumpangi kepentingan politik semakin menguat.
 
Tersebar luasnya nama calon anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI, menimbulkan persepsi sudah disepakati partai-partai di DPR RI sebelum proses pemilihan.
 
Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini pun menyarankan pemilihan komisioner KPU-Bawaslu harus diubah. Prosesnya jangan lagi melalui kesepakatan politik lewat DPR.

"Lebih baik ke depannya, Presiden langsung yang mengusulkan tujuh dan lima nama anggota KPU dan Bawaslu kepada DPR," katanya dilansir Media Indonesia, Minggu, 20 Februari 2022.
 
Baca: Uji Kepatutan dan Kelayakan Calon Anggota KPU-Bawaslu Disampaikan Besok
 
Ia menilai, proses seleksi yang memberikan kewenangan pada DPR untuk menentukan nama-nama calon anggota KPU dan Bawaslu saat ini memicu interaksi dan lobi-lobi politik antara calon dan partai-partai parlemen.
 
"Banyak yang menghaluskannya dengan istilah bagian dari komunikasi politik, padahal jelas hal itu adalah bagian dari lobi," terangnya.
 
Akan tetapi, lanjut dia, semestinya DPR tetap menempatkan prosedur uji kelayakan dan kepatutan sebagai penentu akhir keterpilihan calon. Bukan hanya sebagai bentuk penghargaan pada ikhtiar para calon, tetapi juga bentuk akuntabilitas pada publik untuk memperlakukan setiap calon secara adil dan bertanggung jawab.
 
Oleh karena itu, kata Titi, memutuskan nama-nama terpilih sebelum pelaksanaan uji kelayakan dan kepatutan merupakan sikap yang sangat tidak etis. Serta membuat waktu, tenaga, dan energi terbuang cuma-cuma.
 
"Para calon pun dirugikan, termasuk mereka yang terpilih karena mendapat stigma menjadi bagian dari kesepakatan politik DPR tersebut. Padahal, mereka punya kompetensi dan rekam jejak baik untuk terpilih menjadi anggota KPU dan Bawaslu," paparnya.
 
Kalau memang seperti itu, Titi mendorong mekanisme seleksi KPU dan Bawaslu diubah dengan ditentukan Presiden. Selanjutnya DPR hanya perlu menyarakan menyetujui atau menolak nama-nama yang diusulkan Presiden tersebut.
 
"Kalau DPR menolak, maka Presiden diminta mengirimkan nama-nama pengganti, sebaliknya kalau DPR menyetujui maka langsung bisa ditetapkan. Dengan demikian sikap Presiden dan DPR bisa lebih tegas dibaca oleh publik tanpa harus banyak melalukan akrobat politik yang justru membuat kecurigaan publik," jelas dia.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DEV)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan