Ilustrasi pilkada serentak. Foto: Dok/Metrotvnews
Ilustrasi pilkada serentak. Foto: Dok/Metrotvnews

KPU Didesak Ajukan Uji Materi UU Pilkada

Erandhi Hutomo Saputra • 06 Juni 2016 11:41
medcom.id, Jakarta: Hasil revisi UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pe milihan Kepala Daerah (Pilkada) yang telah disetujui DPR dan pemerintah dalam rapat paripurna, 2 Juni, masih memiliki sejumlah kelemahan. Kelemahan-kelemahan itu perlu diperbaiki.
 
Kelemahan itu antara lain berkaitan dengan syarat calon kepala daerah yang diatur dalam Pasal 7, yakni tidak ada larangan bagi seseorang yang berstatus tersangka untuk maju sebagai calon kepala daerah.
 
“Padahal, poin itu penting untuk menjaga standar integritas calon kepala daerah yang akan dipilih masyarakat dalam pilkada," tegas Koordinator Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil dalam diskusi bertajuk Catatan Hasil Revisi UU Pilkada, di Jakarta, kemarin.

Selain itu, terkait dengan keharusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) melaksanakan rekomendasi hasil rapat dengar pendapat atau rapat konsultasi dengan DPR dalam penyusunan peraturan KPU (PKPU).
 
"Artinya, rekomendasi dewan itu bersifat mengikat bagi KPU dan Bawaslu," ujar Fadli.
 
Menurut Fadli, ketentuan tersebut merusak prinsip kemandirian KPU dan Bawaslu sebagai penyelenggara pemilu yang independen.
 
“Tidak ada satu pun lembaga independen yang harus mengonsultasikan peraturan yang dibuat lembaganya kepada DPR karena sudah ada ruang untuk menguji peraturan yang bertentangan dengan UU melalui judicial review ke Mahkamah Agung (MA)," jelasnya.
 
Selain itu, forum konsultasi teknis penyelenggaraan pilkada juga dinilai sarat kepentingan politik. Pasalnya, kader-kader partai yang duduk di DPR ingin menunjukkan dominasi mereka terhadap penyelenggara pemilu sekaligus terhadap calon independen.
 
KPU Didesak Ajukan Uji Materi UU Pilkada
Direktur Eksekutif Indonesia Parliamentary Center (IPC) Ahmad Hanafi bersama dengan peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhand dan Satya Nugraha dari Data Science Indoensia (DSI) saat memaparkan hasil analisis sosial media terkait revisi UU Pilkada di Press Room Komisi Pemilhan Umum (KPU), Jakarta, Rabu (1/6/2016). Foto: MI/Mohamad Irfan.
 
Untuk itu, Perludem dan beberapa organisasi masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Pilkada Berintegritas mendesak KPU dan Bawaslu menguji ketentuan tersebut ke Mahkamah Konstitusi.
 
“Model konsultasi yang sifatnya mengikat ini harus diantisipasi sejak sekarang melalui judicial review. KPU dan Bawaslu punya legal standing dalam hal ini," tambahnya.
 
Politik uang
 
Penjelasan Pasal 73 ayat (1) RUU Pilkada menyebutkan pemberian uang makan, uang transpor, dan pengadaan bahan kampanye bukan politik uang. Untuk itu, KPU didorong untuk menyusun PKPU yang meniadakan pemberian uang secara tunai kepada peserta kampanye.
 
Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini mengusulkan pemberian uang makan dan uang transpor harus dalam bentuk makanan yang disediakan oleh rumah makan dan jasa transportasi yang dibuktikan dengan kuitansi.
 
“Tidak boleh ada dana cash kepada pemilih,“ ucap Titi.
 
Saat dihubungi terpisah, komisioner KPU Hadar Nafis Gumay menyatakan pihaknya tengah menganalisis pasal-pasal dalam perubahan UU Pilkada untuk pembuatan PKPU. KPU akan fokus pada penyusunan 3 PKPU mulai Senin (6/6/2016), yakni tentang tahapan, pencalonan, dan tata kerja pembentukan PPK dan PPS. Diharapkan 3 dari 12 PKPU untuk pilkada tahun depan akan selesai sebelum masa pendaftaran PPK dan PPS pada 21 Juni mendatang.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MBM)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan