Jakarta: Direktur Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari menduga putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkait penundaan Pemilu 2024 bukan sesuatu yang tidak disengaja. Sebab majelis hakim seharusnya tahu dampaknya terhadap Pemilu.
“Teman-teman Themis itu sedang membaca data putusan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) selama 2019 hingga 2023, semua kecuali putusan di LPHI kalau saya tidak salah semua yang terkait PMH itu dinyatakan tidak dapat diterima,” kata Feri Amsari dalam tayangan Metro TV, Selasa, 7 Maret 2023.
“Jadi kenapa tiba-tiba satu-satunya putusan ini (Partai Prima kepada KPU) tiba-tiba kemudian dilakukan proses persidangan,” tutur anggota Firma Themis Indonesia itu.
Catatan Firma Hukum Teknis Indonesia mengungkapkan sejak 2018 PN Jakarta Pusat menerima setidaknya 17 permohonan gugatan dengan tergugat adalah badan atau pejabat pemerintahan. Namun, dari 17 gugatan tersebut, tidak ada satupun yang dikabulkan.
Dalam putusannya majelis hakim PN Jakarta Pusat selalu menyatakan, pengadilan tidak berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara yang masuk ranah perdata.
“Dari 17 perkara yang berkaitan dengan PMH ternyata semuanya tidak diterima oleh PN Jakpus. Nah, kenapa kemudian khusus kasus yang diajukan Partai Prima ini tiba-tiba muncul. Menurut saya mereka juga mengabaikan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2019 terutama pasal 10 dan pasal 11,” tambah Feri.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id
Jakarta: Direktur Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari menduga putusan
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkait
penundaan Pemilu 2024 bukan sesuatu yang tidak disengaja. Sebab majelis hakim seharusnya tahu dampaknya terhadap
Pemilu.
“Teman-teman Themis itu sedang membaca data putusan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) selama 2019 hingga 2023, semua kecuali putusan di LPHI kalau saya tidak salah semua yang terkait PMH itu dinyatakan tidak dapat diterima,” kata Feri Amsari dalam tayangan Metro TV, Selasa, 7 Maret 2023.
“Jadi kenapa tiba-tiba satu-satunya putusan ini (Partai Prima kepada KPU) tiba-tiba kemudian dilakukan proses persidangan,” tutur anggota Firma Themis Indonesia itu.
Catatan Firma Hukum Teknis Indonesia mengungkapkan sejak 2018 PN Jakarta Pusat menerima setidaknya 17 permohonan gugatan dengan tergugat adalah badan atau pejabat pemerintahan. Namun, dari 17 gugatan tersebut, tidak ada satupun yang dikabulkan.
Dalam putusannya majelis hakim PN Jakarta Pusat selalu menyatakan, pengadilan tidak berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara yang masuk ranah perdata.
“Dari 17 perkara yang berkaitan dengan PMH ternyata semuanya tidak diterima oleh PN Jakpus. Nah, kenapa kemudian khusus kasus yang diajukan Partai Prima ini tiba-tiba muncul. Menurut saya mereka juga mengabaikan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2019 terutama pasal 10 dan pasal 11,” tambah Feri.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MBM)