medcom.id, Jakarta: Tuntutan publik agar Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) menetapkan keputusan tentang pelanggaran etik yang dilakukan Setya Novanto dalam kasus 'papa minta saham' tidak surut.
Terbaru, Lembaga Bantuan Hukum Keadilan Bogor Raya menggugat MKD ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat karena tidak mengeluarkan putusan bahwa Novanto melanggar etika.
Sorotan publik itu menunjukkan cara kerja MKD yang masih amburadul. Demikian dikemukakan anggota MKD Fraksi NasDem Akbar Faizal ketika dihubungi, kemarin.
"Makanya saya pernah usulkan di paripurna, (MKD) untuk dibekukan dulu sampai segala mekanisme dan cara kerja MKD diperbarui. Yang sekarang ini benar-benar amburadul," ungkapnya.
Menurut Akbar Faisal, gugatan LBH Keadilan Bogor Raya merupakan langkah yang tepat demi tuntasnya kasus pencatutan nama Presiden dan Wapres untuk meminta saham PT Freeport Indonesia dan proyek PLTA tersebut.
MKD tidak perlu membuka persidangan baru.
"Supaya MKD merevisi keputusannya yang memang tidak ada keputusan. Dan juga supaya DPR berbenah diri," ujar Akbar.
Namun, anggota MKD Fraksi Gerindra Supratman mengatakan sebaliknya. Menurutnya, sidang yang sudah dinyatakan ditutup tidak mungkin bisa dibuka kembali.
Supratman menyatakan MKD juga telah menetapkan amar putusan, yakni menerima pengunduran diri Setya Novanto dari jabatan Ketua DPR RI.
"Hal itu konsekuensi dari sebagian besar anggota MKD menilai yang bersangkutan melakukan pelanggaran. Sanksi terberatnya ialah pemberhentian dalam jabatan dan hal tersebut sudah terpenuhi."
Di sisi hukum, Kejaksaan Agung terus mengupayakan pemanggilan pengusaha minyak M Riza Chalid guna dimintai keterangan dalam penyelidikan kasus pemufakatan jahat permintaan saham PT Freeport Indonesia yang melibatkan Novanto.
Kejagung telah tiga kali memanggil, tetapi Riza yang diduga berada di luar negeri tidak pernah datang.
"Kami minta (bantuan pelacakan oleh) kepolisian juga. Mereka kan punya banyak jaringannya di Interpol dan otoritas keamanan di luar negeri," ujar Jaksa Agung M Prasetyo di Jakarta, Kamis (31/12).
Pemanggilan Novanto masih menunggu surat izin dari Presiden.
Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Arminsyah mengatakan tidak menutup kemungkinan status proses penyelidikan dinaikkan ke penyidikan tanpa melalui keterangan Riza dan Novanto.
medcom.id, Jakarta: Tuntutan publik agar Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) menetapkan keputusan tentang pelanggaran etik yang dilakukan Setya Novanto dalam kasus 'papa minta saham' tidak surut.
Terbaru, Lembaga Bantuan Hukum Keadilan Bogor Raya menggugat MKD ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat karena tidak mengeluarkan putusan bahwa Novanto melanggar etika.
Sorotan publik itu menunjukkan cara kerja MKD yang masih amburadul. Demikian dikemukakan anggota MKD Fraksi NasDem Akbar Faizal ketika dihubungi, kemarin.
"Makanya saya pernah usulkan di paripurna, (MKD) untuk dibekukan dulu sampai segala mekanisme dan cara kerja MKD diperbarui. Yang sekarang ini benar-benar amburadul," ungkapnya.
Menurut Akbar Faisal, gugatan LBH Keadilan Bogor Raya merupakan langkah yang tepat demi tuntasnya kasus pencatutan nama Presiden dan Wapres untuk meminta saham PT Freeport Indonesia dan proyek PLTA tersebut.
MKD tidak perlu membuka persidangan baru.
"Supaya MKD merevisi keputusannya yang memang tidak ada keputusan. Dan juga supaya DPR berbenah diri," ujar Akbar.
Namun, anggota MKD Fraksi Gerindra Supratman mengatakan sebaliknya. Menurutnya, sidang yang sudah dinyatakan ditutup tidak mungkin bisa dibuka kembali.
Supratman menyatakan MKD juga telah menetapkan amar putusan, yakni menerima pengunduran diri Setya Novanto dari jabatan Ketua DPR RI.
"Hal itu konsekuensi dari sebagian besar anggota MKD menilai yang bersangkutan melakukan pelanggaran. Sanksi terberatnya ialah pemberhentian dalam jabatan dan hal tersebut sudah terpenuhi."
Di sisi hukum, Kejaksaan Agung terus mengupayakan pemanggilan pengusaha minyak M Riza Chalid guna dimintai keterangan dalam penyelidikan kasus pemufakatan jahat permintaan saham PT Freeport Indonesia yang melibatkan Novanto.
Kejagung telah tiga kali memanggil, tetapi Riza yang diduga berada di luar negeri tidak pernah datang.
"Kami minta (bantuan pelacakan oleh) kepolisian juga. Mereka kan punya banyak jaringannya di Interpol dan otoritas keamanan di luar negeri," ujar Jaksa Agung M Prasetyo di Jakarta, Kamis (31/12).
Pemanggilan Novanto masih menunggu surat izin dari Presiden.
Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Arminsyah mengatakan tidak menutup kemungkinan status proses penyelidikan dinaikkan ke penyidikan tanpa melalui keterangan Riza dan Novanto.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(KRI)