medcom.id, Jakarta: Mahkamah Konstitusi 'menghalalkan' dinasti politik dengan mencabut syarat dan ketentuan petahana di dalam UU Pilkada. Muncul kekhawatiran akan banyak dinasti politik bermunculan.
Walau demikian, pakar hukum tata negara Margarito Kamis menilai kekhawatiran itu tak berdasar.
"Saya pikir tidak juga. Saya sependapat dengan Mahkamah Konstitusi. Sejak awal politik dinasti muncul, bahkan sebelum UU Pilkada muncul," kata Margarito di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (9/7/2015).
Dia juga pernah menyampaikan kepada dewan dalam memberikan kesaksian dalam sidang MK. Menurut dia, tak ada yang bisa melarang individu dalam mencalonkan diri.
"Tidak ada dasar secara konstitusi melarang keluarga petahana mencalonkan diri," kata dia.
Jika mengkhawatirkan korupsi dan nepotisme, kata Margarito, harusnya pemilihlah yang semakin pinta-pintar dalam memilih. Hubungan darah tidak boleh dijadikan alasan untuk menahan seseorang untuk berkompetisi.
"Kalau alasannya korupsi, jujur kita pengecut, kenapa anda takut. Bukankah mereka itu di panggung, kita terserah memilih," kata dia.
Kemarin, Mahkamah Konstitusi (MK) membolehkan siapa saja yang memiliki hubungan darah atau perkawinan dengan kepala daerah untuk mencalonkan diri dalam Pilkada.
Dalam putusannya terkait pengujian Pasal 7 huruf r Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota terkait syarat yang melarang bakal calon kepala daerah memiliki hubungan darah/perkawinan dengan petahana, majelis hakim konstitusi menilai pasal itu bertentangan dengan Pasal 28 i ayat 2 UUD 1945.
medcom.id, Jakarta: Mahkamah Konstitusi 'menghalalkan' dinasti politik dengan mencabut syarat dan ketentuan petahana di dalam UU Pilkada. Muncul kekhawatiran akan banyak dinasti politik bermunculan.
Walau demikian, pakar hukum tata negara Margarito Kamis menilai kekhawatiran itu tak berdasar.
"Saya pikir tidak juga. Saya sependapat dengan Mahkamah Konstitusi. Sejak awal politik dinasti muncul, bahkan sebelum UU Pilkada muncul," kata Margarito di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (9/7/2015).
Dia juga pernah menyampaikan kepada dewan dalam memberikan kesaksian dalam sidang MK. Menurut dia, tak ada yang bisa melarang individu dalam mencalonkan diri.
"Tidak ada dasar secara konstitusi melarang keluarga petahana mencalonkan diri," kata dia.
Jika mengkhawatirkan korupsi dan nepotisme, kata Margarito, harusnya pemilihlah yang semakin pinta-pintar dalam memilih. Hubungan darah tidak boleh dijadikan alasan untuk menahan seseorang untuk berkompetisi.
"Kalau alasannya korupsi, jujur kita pengecut, kenapa anda takut. Bukankah mereka itu di panggung, kita terserah memilih," kata dia.
Kemarin, Mahkamah Konstitusi (MK) membolehkan siapa saja yang memiliki hubungan darah atau perkawinan dengan kepala daerah untuk mencalonkan diri dalam Pilkada.
Dalam putusannya terkait pengujian Pasal 7 huruf r Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota terkait syarat yang melarang bakal calon kepala daerah memiliki hubungan darah/perkawinan dengan petahana, majelis hakim konstitusi menilai pasal itu bertentangan dengan Pasal 28 i ayat 2 UUD 1945.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MEL)