Jakarta: Analis Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris menilai kritikan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dan politikus Amien Rais terhadap pemerintah tak pantas. Sebagai tokoh nasional bangsa, Amien dan Prabowo semestinya memberi kritikan yang lebih bijak.
"Bagaimana pun kritik yang disampaikan keduanya tidak elegan. Apalagi tidak didasarkan pada fakta, tentu ini tidak mendidik masyarakat," ungkap Syamsuddin, dalam Metro Pagi Primetime, Jumat, 23 Maret 2018.
Menurut Syamsuddin, apa yang disampaikan Amien dan Prabowo belum tentu memengaruhi perspektif masyarakat terhadap pemerintah. Bagaimana pun, kata dia, masyarakat sudah semakin cerdas dan bisa mengecek apakah pernyataan Prabowo atau Amien sesuai dengan fakta atau asumsi belaka.
"Kalau sifat kritik lebih pada mencela ketimbang membangun tentu publik juga akan bisa menilai," katanya.
Syamsuddin menyebut langkah pemerintah memberikan sertifikat tanah pada masyarakat bukanlah kebohongan seperti yang dituduhkan Amien Rais. Program tersebut justru menunjukkan bahwa pemerintah memahami harapan masyarakat yang menginginkan kepastian hukum atas status lahan yang mereka pakai.
Bukan tidak mungkin ketika pemerintah punya sanggahan atas apa yang dituduhkan, kritikan yang sudah terlontar justru menjadi bumerang bagi Amien atau Prabowo sendiri. Termasuk partai politik yang berafiliasi dengan kedua Amien dan Prabowo.
"Harus diakui juga ada langkah kebijakan pemerintah yang belum dicapai, janji politik Jokowi-JK 2014 belum dipenuhi. Tapi mesti proporsional, harus jujur, ada langkah positif yang dilakukan pemerintah. Memberikan sertifikat tanah itu langkah positif," kata Syamsuddin.
Pun dengan anggapan bahwa pada 2030 Indonesia akan bubar seperti apa yang disampaikan Prabowo menurut Syamsuddin tak perlu ditanggapi berlebihan. Faktanya, wacana ini pernah muncul di era orde baru namun tak terjadi saat ini.
"Saya kira pemerintah tak usah merespons juga kalau yang disampaikan tidak jelas. Kita ingat 1997 banyak ahli mengatakan Indonesia akan pecah seperti Uni Soviet dan Yugoslavia, faktanya tidak. Jadi tak perlu menanggapi berlebihan," jelas Syamsuddin.
Jakarta: Analis Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris menilai kritikan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dan politikus Amien Rais terhadap pemerintah tak pantas. Sebagai tokoh nasional bangsa, Amien dan Prabowo semestinya memberi kritikan yang lebih bijak.
"Bagaimana pun kritik yang disampaikan keduanya tidak elegan. Apalagi tidak didasarkan pada fakta, tentu ini tidak mendidik masyarakat," ungkap Syamsuddin, dalam
Metro Pagi Primetime, Jumat, 23 Maret 2018.
Menurut Syamsuddin, apa yang disampaikan Amien dan Prabowo belum tentu memengaruhi perspektif masyarakat terhadap pemerintah. Bagaimana pun, kata dia, masyarakat sudah semakin cerdas dan bisa mengecek apakah pernyataan Prabowo atau Amien sesuai dengan fakta atau asumsi belaka.
"Kalau sifat kritik lebih pada mencela ketimbang membangun tentu publik juga akan bisa menilai," katanya.
Syamsuddin menyebut langkah pemerintah memberikan sertifikat tanah pada masyarakat bukanlah kebohongan seperti yang dituduhkan Amien Rais. Program tersebut justru menunjukkan bahwa pemerintah memahami harapan masyarakat yang menginginkan kepastian hukum atas status lahan yang mereka pakai.
Bukan tidak mungkin ketika pemerintah punya sanggahan atas apa yang dituduhkan, kritikan yang sudah terlontar justru menjadi bumerang bagi Amien atau Prabowo sendiri. Termasuk partai politik yang berafiliasi dengan kedua Amien dan Prabowo.
"Harus diakui juga ada langkah kebijakan pemerintah yang belum dicapai, janji politik Jokowi-JK 2014 belum dipenuhi. Tapi mesti proporsional, harus jujur, ada langkah positif yang dilakukan pemerintah. Memberikan sertifikat tanah itu langkah positif," kata Syamsuddin.
Pun dengan anggapan bahwa pada 2030 Indonesia akan bubar seperti apa yang disampaikan Prabowo menurut Syamsuddin tak perlu ditanggapi berlebihan. Faktanya, wacana ini pernah muncul di era orde baru namun tak terjadi saat ini.
"Saya kira pemerintah tak usah merespons juga kalau yang disampaikan tidak jelas. Kita ingat 1997 banyak ahli mengatakan Indonesia akan pecah seperti Uni Soviet dan Yugoslavia, faktanya tidak. Jadi tak perlu menanggapi berlebihan," jelas Syamsuddin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MEL)