Jakarta: Ketua Sub Komisi Pendidikan Komisi Nasional (Komnas) Perempuan Masruchah mengungkapkan pengaduan kasus kekerasan seksual masih minim. Korban kekerasan seksual cenderung tak mau mengadu dan menutup kasusnya.
"Ketika data ada, artinya lembaga negara layanan masyarakat bekerja. Misalnya di DKI Jakarta, Jawa Timur, dan Jawa Barat. Artinya elemen yang menangani kekerasan perempuan jalan," kata Masruchah dalam diskusi di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa, 30 Juli 2019.
Masruchah mengatakan daerah dengan angka kekerasan yang kecil belum tentu mengindikasikan situasi kondusif. Ia justru menduga lembaga perlindungan setempat tidak bekerja dengan baik.
Masruchah menjabarkan bentuk kekerasan seksual yang sering diadukan di daerah. Hubungan sedarah menduduki peringkat teratas dengan pelaku ayah, paman, atau kerabat keluarga lainnya.
Kemudian, Masruchah juga menyebutkan bahwa perkosaan dalam perkawinan juga menjadi topik yang diperdebatkan saat ini, apakah masuk dalam kekerasan seksual atau tidak. Definisi perkosaan secara teknis dan psikologis juga beragam dan terus berubah dalam penggodokan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS).
"Apakah diancam atau tidak, bila iya, ini perkosaan. Sementara definisi perkosaan juga beragam, apakah sampai penetrasi penis dan vagina atau bagaimana," tambah dia.
Komnas Perempuan menyebutkan sepanjang 1998-2011 terdapat 400.939 kasus kekerasan yang terjadi terhadap perempuan. Sebanyak 93.960 kasus di antaranya adalah kasus kekerasan seksual.
Saat ini, DPR tengah menggodok RUU PKS. Anggota Komisi VIII DPR Diah Pitaloka mengungkapkan RUU PKS sedang menunggu Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidanan (RKUHP).
"Iya, jadi sekarang perbincangan kita di RKUHP dulu. Bagaimana RKUHP merespons persoalan ini. Bukan bicara draf-nya dulu, tapi merespons cara pandang ini terhadap kekerasan seksual. Itu yang saya ingin RKUHP juga membahasnya," kata Diah.
Jakarta: Ketua Sub Komisi Pendidikan Komisi Nasional (Komnas) Perempuan Masruchah mengungkapkan pengaduan kasus kekerasan seksual masih minim. Korban kekerasan seksual cenderung tak mau mengadu dan menutup kasusnya.
"Ketika data ada, artinya lembaga negara layanan masyarakat bekerja. Misalnya di DKI Jakarta, Jawa Timur, dan Jawa Barat. Artinya elemen yang menangani kekerasan perempuan jalan," kata Masruchah dalam diskusi di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa, 30 Juli 2019.
Masruchah mengatakan daerah dengan angka kekerasan yang kecil belum tentu mengindikasikan situasi kondusif. Ia justru menduga lembaga perlindungan setempat tidak bekerja dengan baik.
Masruchah menjabarkan bentuk kekerasan seksual yang sering diadukan di daerah. Hubungan sedarah menduduki peringkat teratas dengan pelaku ayah, paman, atau kerabat keluarga lainnya.
Kemudian, Masruchah juga menyebutkan bahwa perkosaan dalam perkawinan juga menjadi topik yang diperdebatkan saat ini, apakah masuk dalam kekerasan seksual atau tidak. Definisi perkosaan secara teknis dan psikologis juga beragam dan terus berubah dalam penggodokan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS).
"Apakah diancam atau tidak, bila iya, ini perkosaan. Sementara definisi perkosaan juga beragam, apakah sampai penetrasi penis dan vagina atau bagaimana," tambah dia.
Komnas Perempuan menyebutkan sepanjang 1998-2011 terdapat 400.939 kasus kekerasan yang terjadi terhadap perempuan. Sebanyak 93.960 kasus di antaranya adalah kasus kekerasan seksual.
Saat ini, DPR tengah menggodok RUU PKS. Anggota Komisi VIII DPR Diah Pitaloka mengungkapkan RUU PKS sedang menunggu Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidanan (RKUHP).
"Iya, jadi sekarang perbincangan kita di RKUHP dulu. Bagaimana RKUHP merespons persoalan ini. Bukan bicara draf-nya dulu, tapi merespons cara pandang ini terhadap kekerasan seksual. Itu yang saya ingin RKUHP juga membahasnya," kata Diah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AGA)