Jakarta: Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman mengaku kehadirannya mendampingi Komisioner KPU Evi Novida Ginting mendaftarkan gugatan pemecatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atas inisiatif sendiri. Arief menjalani sidang etik lantaran diduga melanggar aturan saat mendampingi Evi.
"Institusi (KPU) tidak pernah menugaskan saya ke sana. Kami (komisoner) tidak pernah membahas datang ke sana atau tidak. Itu murni saya berempati dengan yang bersangkutan," ujar Arief dalam persidangan yang digelar Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) secara virtual, Rabu, 18 November 2020.
Pernyataan Arief tidak diterima anggota majelis DKPP Teguh Prasetyo. Teguh menilai status ketua KPU selalu melekat pada diri Arief dalam menjalankan aktivitas sehari-hari.
"Di luar apa yang ditugaskan KPU itu (urusan) pribadi, secara normatik bisa berargumen seperti itu. Tetapi etik itu, posisi sebagai ketua ini melekat terus, meskipun konteksnya tidak dalam surat tugas," jelas dia.
Teguh menambahkan masyarakat sudah memiliki persepsi negatif. Sebab, seorang ketua KPU menemani jajarannya yang tengah tersandung kasus etik.
(Baca: Jokowi Batalkan Pemberhentian Evi Novida Ginting)
"Persepsi publik, Anda duduk di situ sudah menimbulkan berbagai persangkaan, persepsi, meskipun Anda hanya empati," ujar dia.
Teguh menganalogikan sikap Arief serupa dengan jajaran penyelenggara pemilu di pusat atau daerah bertemu dengan peserta Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020. Dia mengingatkan hal itu menunjukkan pelanggaran netralitas selaku penyelenggara pemilu.
Sebelumnnya, DKPP menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu oleh Ketua KPU Arief Budiman. Ia diadukan oleh Jupri dengan nomor perkara 123-PKE-DKPP/X/2020.
Jupri mengadukan Arief terkait dugaan pelanggaran etik saat mendampingi Komisioner KPU Evi Novida Ginting Manik ke PTUN Jakarta. Evi sempat diberhentikan DKPP pada 18 Maret 2020.
Pemohon juga mempermasalahkan keputusan Arief menerbitkan Surat KPU RI Nomor 665/SDM.13.SD/05/KPU/VIII/2020 tanggal 18 Agustus 2020. Surat tersebut meminta Evi kembali aktif melaksanakan tugas sebagai anggota KPU periode 2017-2022.
Jakarta: Ketua Komisi Pemilihan Umum (
KPU) Arief Budiman mengaku kehadirannya mendampingi Komisioner KPU Evi Novida Ginting mendaftarkan gugatan pemecatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atas inisiatif sendiri. Arief menjalani sidang etik lantaran diduga melanggar aturan saat mendampingi Evi.
"Institusi (KPU) tidak pernah menugaskan saya ke sana. Kami (komisoner) tidak pernah membahas datang ke sana atau tidak. Itu murni saya berempati dengan yang bersangkutan," ujar Arief dalam persidangan yang digelar Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) secara virtual, Rabu, 18 November 2020.
Pernyataan Arief tidak diterima anggota majelis DKPP Teguh Prasetyo. Teguh menilai status ketua KPU selalu melekat pada diri Arief dalam menjalankan aktivitas sehari-hari.
"Di luar apa yang ditugaskan KPU itu (urusan) pribadi, secara normatik bisa berargumen seperti itu. Tetapi etik itu, posisi sebagai ketua ini melekat terus, meskipun konteksnya tidak dalam surat tugas," jelas dia.
Teguh menambahkan masyarakat sudah memiliki persepsi negatif. Sebab, seorang ketua KPU menemani jajarannya yang tengah tersandung kasus etik.
(Baca:
Jokowi Batalkan Pemberhentian Evi Novida Ginting)
"Persepsi publik, Anda duduk di situ sudah menimbulkan berbagai persangkaan, persepsi, meskipun Anda hanya empati," ujar dia.
Teguh menganalogikan sikap Arief serupa dengan jajaran penyelenggara pemilu di pusat atau daerah bertemu dengan peserta Pemilihan Kepala Daerah (
Pilkada) Serentak 2020. Dia mengingatkan hal itu menunjukkan pelanggaran netralitas selaku penyelenggara pemilu.
Sebelumnnya, DKPP menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu oleh Ketua KPU Arief Budiman. Ia diadukan oleh Jupri dengan nomor perkara 123-PKE-DKPP/X/2020.
Jupri mengadukan Arief terkait dugaan pelanggaran etik saat mendampingi Komisioner KPU Evi Novida Ginting Manik ke PTUN Jakarta. Evi sempat diberhentikan DKPP pada 18 Maret 2020.
Pemohon juga mempermasalahkan keputusan Arief menerbitkan Surat KPU RI Nomor 665/SDM.13.SD/05/KPU/VIII/2020 tanggal 18 Agustus 2020. Surat tersebut meminta Evi kembali aktif melaksanakan tugas sebagai anggota KPU periode 2017-2022.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)