Yasonna seusai menerima berkas perubahan AD/ART dan kepengurusan baru PDIP yang diserahkan Hasto Kristiyanto dan Ahmad Basarah, Rabu 6 Mei 2015. Foto: MI/Immanuel Antonius
Yasonna seusai menerima berkas perubahan AD/ART dan kepengurusan baru PDIP yang diserahkan Hasto Kristiyanto dan Ahmad Basarah, Rabu 6 Mei 2015. Foto: MI/Immanuel Antonius

Yasonna: Akan Lebih Baik Ketua DPR dari PDIP

Tri Kurniawan • 07 Januari 2016 13:52
medcom.id, Jakarta: Pertarungan Koalisi Merah Putih dan Koalisi Indonesia Hebat pada Pilpres 2014 berlanjut hingga 2015. Puncaknya adalah perubahan Undang-undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.
 
Politikus dari partai politik KMP menguasai struktur pimpinan dan alat kelengkapan Dewan. Bagi Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto, 2015 merupakan tahun pancaroba politik.
 
"Pilpres kompetisi sangat keras. Dampaknya terus, sehingga kita melihat apa yang disuarakan rakyat melalui pemilihan legislatif tidak tercermin di dalam susunan dan komposisi pimpinan dan alat kelengkapan Dewan," kata Hasto dalam program Mata Najwa di Metro TV, Rabu malam 6 Januari 2016.

Yasonna: Akan Lebih Baik Ketua DPR dari PDIP
Jokowi sebelum dilantik menjadi Presiden menemui Prabowo Subianto, calon Presiden yang diusung KMP pada Pilpres 2014. Foto: MI/Ramdani
 
Hasto mengatakan, Joko Widodo menjadi Presiden karena mendapat dukungan kuat dari rakyat. Tapi tidak satu pun kader partai politik pendukung pemerintah menjadi representasi suara rakyat dengan duduk di deretan kursi pimpinan atau alat kelengkapan.
 
Hasto membantah PDI Perjuangan meminta-minta jatah agar kadernya duduk di kursi pimpinan dan alat kelengkapan. Tapi, menurut dia, membangun politik berkeadaban harus mampu memanfaatkan suara rakyat untuk kepentingan yang baik.
 
Yasonna: Akan Lebih Baik Ketua DPR dari PDIP
Anggota Badan Legislasi DPR membahas revisi UU MD3, Senin 24 November 2014. Antara Foto/Ismar Patrizki
 
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly mengatakan, UU MD3 yang dibahas sangat partisan merupakan biang kerok semakin lama partai politik terpecah belah. Yasonna menilai ada unsur balas dendam dalam perubahan UU MD3.
 
"Dibelah sedemikian rupa, kalau tidak menguasai eksekutif kami kuasai Parlemen," ujar Yasonna yang juga kader PDI Perjuangan.
 
Formasi pimpinan Dewan, yakni Setya Novanto (Golkar/mundur 16 Desember 2015), Fadli Zon (Gerindra), Taufik Kurniawan (PAN), Fahri Hamzah (PKS), dan Agus Hermanto (Demokrat), menurut Yasonna, sangat menafikkan suara rakyat. PDI Perjuangan, pemenang Pemilu 2014 tidak mendapat kursi di pimpinan dan alat kelengkapan Dewan.
 
Yasonna: Akan Lebih Baik Ketua DPR dari PDIP
Setya Novanto membacakan surat penguduran diri dari jabatan Ketua Dewan.  Antara Foto
 
Yasonna mengaku berbicara atas nama menteri dan kader PDI Perjuangan. Setelah perubahan UU MD3, lanjut dia, terjadi pertarungan politik. Anggota Dewan tidak mampu memanfaatkan waktu untuk menyelesaikan tugas dan fungsinya.
 
Cacat UU MD3 lainnya, kata dia, waktu reses menjadi lebih banyak. Wajar bila target legislasi tak terpenuhi. "Kami baru mau bahas UU, (anggota Dewan) sudah reses. Rancangan UU yang masuk ke DPR umumnya diusulkan pemerintah. Kalau dari DPR hanya revisi," kata Yasonna.
 
Setelah Novanto mundur, Fadli dipercaya sebagai Pelaksana Tugas Ketua DPR. Yasonna mengatakan, tak menutup kemungkinan konsolidasi antara pemerintah dan Dewan akan lebih baik. Najwa Shihab, ancor Mata Najwa, lantas bertanya ke Yasonna bagaimana bila Ketua DPR dari PDI Perjuangan? "Akan lebih baik saya kira," jawab Yasonna.
 
Mata Najwa Rabu 6 Januari mengambil tema Harap-harap Cemas 2016. Selain Hasto dan Yasonna, Tim Mata Najwa mendatangkan Fadli Zon, Ketua Dewan Pertimbangan Golkar Akbar Tandjung, Sekjen PAN Eddy Soeparno, budayawan Slamet Rahardjo, dan pengamat politik Yunarto Wijaya.
 
Klik Mata Najwa untuk menyaksikan video record program Mata Najwa.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(TRK)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan