Jakarta: Indonesia Corruption Watch (ICW) berharap Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset Tindak Pidana benar-benar terealisasi. Presiden Joko Widodo (Jokowi) diminta memastikan calon beleid itu menjadi hukum mengikat di Indonesia.
"ICW mendesak agar Presiden Joko Widodo tidak hanya lip service terkait rencana pengundangan RUU Perampasan Aset," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana melalui keterangan tertulis, Selasa, 21 Desember 2021.
DPR juga diminta memperlancar pengesahan calon aturan itu. ICW memprediksi pembahasan RUU Perampasan Aset Tindak Pidana bakal kurang mulus di DPR.
"Dari sisi DPR, ICW tidak meyakini proses legislasinya akan berjalan dengan lancar. Sebab, rekam jejak DPR selama ini jarang memprioritaskan undang-undang yang memperkuat penegakan hukum, khususnya pemberantasan korupsi," ujar Kurnia.
Kurnia menilai RUU Perampasan Aset Tindak Pidana penting disahkan. Undang-undang itu bisa membuat penegak hukum lebih mantap mengejar kerugian negara dari kasus korupsi.
"Mengingat gap antara kerugian keuangan negara dengan uang pengganti masih sangat tinggi. Misalnya, dalam catatan ICW, kerugian keuangan negara pada 2020 mencapai Rp56 triliun, sedangkan uang penggantinya hanya Rp19 triliun," tutur Kurnia.
Dia menyebut undang-undang itu bisa membuat penegak hukum lebih cepat merampas aset milik pelaku tindak pidana. Penegak hukum bisa merampas aset pelaku ketika ditemukan tindak pidana.
"Sederhananya, jika ditemukan adanya tindak pidana lalu ada aset yang tercemar dari tindak pidana tersebut, maka penegak hukum dapat memproses hukum lebih lanjut dengan tujuan perampasan," kata Kurnia.
Atas dasar itulah ICW mendesak RUU Perampasan Aset Tindak Pidana segera disahkan. Pemerintah dan penegak hukum diminta tidak memperlambat pengesahan calon aturan itu.
"Jika ini diundangkan, maka penegak hukum dapat mengidentifikasi aset para buronan dan memproses hukum aset tersebut agar segera dirampas untuk negara," ucap Kurnia.
Baca: Pemerintah dan DPR Diminta Duduk Bersama Bahas RUU Perampasan Aset
Jakarta: Indonesia Corruption Watch (ICW) berharap Rancangan Undang-Undang
(RUU) Perampasan Aset Tindak Pidana benar-benar terealisasi. Presiden Joko Widodo (
Jokowi) diminta memastikan calon beleid itu menjadi hukum mengikat di Indonesia.
"ICW mendesak agar Presiden Joko Widodo tidak hanya
lip service terkait rencana pengundangan RUU Perampasan Aset," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana melalui keterangan tertulis, Selasa, 21 Desember 2021.
DPR juga diminta memperlancar pengesahan calon aturan itu. ICW memprediksi pembahasan RUU Perampasan Aset Tindak Pidana bakal kurang mulus di DPR.
"Dari sisi DPR, ICW tidak meyakini proses legislasinya akan berjalan dengan lancar. Sebab, rekam jejak DPR selama ini jarang memprioritaskan undang-undang yang memperkuat penegakan hukum, khususnya pemberantasan korupsi," ujar Kurnia.
Kurnia menilai RUU Perampasan Aset Tindak Pidana penting disahkan. Undang-undang itu bisa membuat penegak hukum lebih mantap mengejar kerugian negara dari kasus korupsi.
"Mengingat
gap antara kerugian keuangan negara dengan uang pengganti masih sangat tinggi. Misalnya, dalam catatan ICW, kerugian keuangan negara pada 2020 mencapai Rp56 triliun, sedangkan uang penggantinya hanya Rp19 triliun," tutur Kurnia.
Dia menyebut undang-undang itu bisa membuat penegak hukum lebih cepat merampas aset milik pelaku tindak pidana. Penegak hukum bisa merampas aset pelaku ketika ditemukan tindak pidana.
"Sederhananya, jika ditemukan adanya tindak pidana lalu ada aset yang tercemar dari tindak pidana tersebut, maka penegak hukum dapat memproses hukum lebih lanjut dengan tujuan perampasan," kata Kurnia.
Atas dasar itulah ICW mendesak RUU Perampasan Aset Tindak Pidana segera disahkan. Pemerintah dan penegak hukum diminta tidak memperlambat pengesahan calon aturan itu.
"Jika ini diundangkan, maka penegak hukum dapat mengidentifikasi aset para buronan dan memproses hukum aset tersebut agar segera dirampas untuk negara," ucap Kurnia.
Baca:
Pemerintah dan DPR Diminta Duduk Bersama Bahas RUU Perampasan Aset
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)