medcom.id, Jakarta: Konflik Partai Golkar yang berlarut-larut bakal menjadi kerugian tersendiri buat partai. Tak hanya saat ini, konflik akan menyulitkan Golkar dikemudian hari. Karena itu, keduanya harus mengalah dan menempuh jalan damai.
"Kedua-duanya harus mengalah. Dan lakukan jalan damai," kata Direktur Eksekutif Poltracking Indonesia, Hanta Yuda saat dihubungi Metrotvnews.com, Kamis (3/4/2015) malam.
Hanta menjelaskan, dalam partai politik sebetulnya ada tiga cara menyelesaikan konflik, pertama cara kooperatif. Di sini partai yang berkonflik mencapai win-win solution, saling berbagi kekuasaan bila memang dalam pemilihan salah satu pihak kalah. Partai Golkar sebetulnya kata dia piawai melakukan ini.
"Tapi tidak dilakukan saat ini," pungkas dia.
Kedua kata dia secara kompetitif, di mana saat pemilihan dilakukan voting. Tapi lanjut Hanta hal ini juga tidak dilakukan. Pangkal masalahnya kata dia saat berlangsung Munas Bali, seharusnya saat itu dilakukan voting, tapi tidak.
"Karena tradisi partai Golkar dari awal itu voting, saat Munas Bali kenapa tidak ditempuh voting? seharusnya Munas diulang. Sejarah Golkar dari zaman Eddi Sudrajat kalah voting kemudian buat partai baru, Akbar Tandjung kalah terima, Prabowo kalah buat Gerindra, Wiranto kalah buat Hanura, selesai. Kompetisi di Pekanbaru, Surya Paloh kalah kemudian membuat Nasdem, tapi di Munas Bali tidak dilakukan," tegas dia.
Yang dilakukan partai kata dia justru cara ketiga yakni cara generatif. "Saling menghancurkan, menghabisi. Segala masalah dibawa ke pengadilan lalu berharap dibawa kasasi yang dirugikan Golkar," tambah dia.
Kerugian itu kata dia dapat terlihat di DPR akan terjadi dualisme, kekuatan DPR juga bakal terbagi dua. Tentunya juga bakal menyulitkan Golkar dalam pengusungan kepala daerah dalam pemilihan serentak Desember mendatang juga pengurusan di DPD 1 dan DPD 2 bakal terbelah.
"Golkar harus memikirkan 2019 nanti, karena itu lebih baik duduk bersama," pungkas dia.
Meski sudah terlambat dan sulit, jalan damai kata Hanta harus segera dilakukan.
medcom.id, Jakarta: Konflik Partai Golkar yang berlarut-larut bakal menjadi kerugian tersendiri buat partai. Tak hanya saat ini, konflik akan menyulitkan Golkar dikemudian hari. Karena itu, keduanya harus mengalah dan menempuh jalan damai.
"Kedua-duanya harus mengalah. Dan lakukan jalan damai," kata Direktur Eksekutif Poltracking Indonesia, Hanta Yuda saat dihubungi Metrotvnews.com, Kamis (3/4/2015) malam.
Hanta menjelaskan, dalam partai politik sebetulnya ada tiga cara menyelesaikan konflik, pertama cara kooperatif. Di sini partai yang berkonflik mencapai win-win solution, saling berbagi kekuasaan bila memang dalam pemilihan salah satu pihak kalah. Partai Golkar sebetulnya kata dia piawai melakukan ini.
"Tapi tidak dilakukan saat ini," pungkas dia.
Kedua kata dia secara kompetitif, di mana saat pemilihan dilakukan voting. Tapi lanjut Hanta hal ini juga tidak dilakukan. Pangkal masalahnya kata dia saat berlangsung Munas Bali, seharusnya saat itu dilakukan voting, tapi tidak.
"Karena tradisi partai Golkar dari awal itu voting, saat Munas Bali kenapa tidak ditempuh voting? seharusnya Munas diulang. Sejarah Golkar dari zaman Eddi Sudrajat kalah voting kemudian buat partai baru, Akbar Tandjung kalah terima, Prabowo kalah buat Gerindra, Wiranto kalah buat Hanura, selesai. Kompetisi di Pekanbaru, Surya Paloh kalah kemudian membuat Nasdem, tapi di Munas Bali tidak dilakukan," tegas dia.
Yang dilakukan partai kata dia justru cara ketiga yakni cara generatif. "Saling menghancurkan, menghabisi. Segala masalah dibawa ke pengadilan lalu berharap dibawa kasasi yang dirugikan Golkar," tambah dia.
Kerugian itu kata dia dapat terlihat di DPR akan terjadi dualisme, kekuatan DPR juga bakal terbagi dua. Tentunya juga bakal menyulitkan Golkar dalam pengusungan kepala daerah dalam pemilihan serentak Desember mendatang juga pengurusan di DPD 1 dan DPD 2 bakal terbelah.
"Golkar harus memikirkan 2019 nanti, karena itu lebih baik duduk bersama," pungkas dia.
Meski sudah terlambat dan sulit, jalan damai kata Hanta harus segera dilakukan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)