medcom.id, Jakarta: Aktivis dan pejuang agraria asal Sulawesi Tengah, Eva Susanti Bande mengatakan, dirinya tidak akan tobat dan berhenti dalam memperjuangkan hak-hak para petani untuk mendapatkan kembali lahannya dari tangan korporasi besar.
"Saya tidak akan tobat. Grasi adalah awal," kata Eva Bande dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa (23/12/2014).
Saat bertemu Presiden Jokowi pada Senin (22/12/2014) kemarin, ia menyampaikan agar grasi yang diberikan presiden kepadanya itu jangan hanya kepada seorang Eva Bande. Menurutnya,masih ada kawan-kawan lainnya yang masih dikriminalisasi.
Eva juga menyatakan kepada Presiden Jokowi bahwa grasi itu adalah langkah awal untuk melihat konflik-konflik agraria secara utuh, karena masih banyak perusahaan perampas lahan yang merajalela.
Grasi yang diberikan Presiden, ujar dia, juga menjadi "lampu terang" ke depan bagi langkah pembaruan agraria yang lebih baik ke depannya. Ia mengingatkan bahwa masih ada banyak konflik agraria yang terjadi hampir setiap hari.
"Jalan menyelesaikannya adalah membangun organisasi rakyat, cerdaskan rakyatnya," tegasnya.
Eva juga menginginkan pihak media massa untuk dapat mendukung sepenuhnya,karena menurut dia masih ada media yang disokong oleh pemilik modal sehingga tidak menjelaskan duduk persoalannya secara benar.
Sementara itu, Solidaritas Perempuan menyatakan, tindakan pemerintahan Presiden Joko Widodo yang mengeluarkan grasi untuk aktivis Eva Bande sama dengan memperbaiki tindakan pemerintahan sebelumnya.
"Solidaritas Perempuan memandang grasi Eva ini bukan sebagai bentuk pengakuan kesalahan, namun sebagai upaya negara, dalam hal ini pemerintahan baru, yang bertanggung jawab atas kesalahan pemerintahan sebelumnya karena telah mengkriminalisasi dan menghukum Eva," kata Ketua Solidaritas Perempuan Wahidah Rustam.
Untuk itu, ujar dia, pembebasan Eva harus menjadi pintu masuk bagi pembebasan para petani dan aktivis yang dipenjara akibat memperjuangkan hak atas tanah dan sumber kehidupannya, serta penghentian kriminalisasi
terhadap setiap upaya memperjuangkan hak dalam perlawanan terhadap pemilik modal.
Sebagaimana diberitakan, aktivis pembela petani miskin asal Kota Palu, Eva Bande, secara resmi menghirup udara bebas, Jumat (19/12/2014), setelah mendapat grasi dari Presiden Joko Widodo tertanggal 15 Desember 2014.
Eva Bande adalah aktivis pembela petani yang divonis penjara selama 4,5 tahun karena terbukti menjadi penghasut warga untuk membakar, dan merusak perkebunan dan alat berat milik PT Kurnia Luwuk Sejati di Kabupaten Banggai pada Mei 2010.
Eva ditangkap bermula dari penutupan jalan produksi petani di Desa Piondo oleh perusahaan sawit PT Kurnia Luwuk Sejati. Jalan itu biasa dilalui petani ke kebun kakao dan persawahan. Ratusan petani pengguna jalan itu marah dan menuntut perusahaan segera memperbaiki jalan yang mereka lalu. Warga marah karena perusahaan tak mau memperbaiki jalan yang berlubang karena kendaraan berat mereka.
medcom.id, Jakarta: Aktivis dan pejuang agraria asal Sulawesi Tengah, Eva Susanti Bande mengatakan, dirinya tidak akan tobat dan berhenti dalam memperjuangkan hak-hak para petani untuk mendapatkan kembali lahannya dari tangan korporasi besar.
"Saya tidak akan tobat. Grasi adalah awal," kata Eva Bande dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa (23/12/2014).
Saat bertemu Presiden Jokowi pada Senin (22/12/2014) kemarin, ia menyampaikan agar grasi yang diberikan presiden kepadanya itu jangan hanya kepada seorang Eva Bande. Menurutnya,masih ada kawan-kawan lainnya yang masih dikriminalisasi.
Eva juga menyatakan kepada Presiden Jokowi bahwa grasi itu adalah langkah awal untuk melihat konflik-konflik agraria secara utuh, karena masih banyak perusahaan perampas lahan yang merajalela.
Grasi yang diberikan Presiden, ujar dia, juga menjadi "lampu terang" ke depan bagi langkah pembaruan agraria yang lebih baik ke depannya. Ia mengingatkan bahwa masih ada banyak konflik agraria yang terjadi hampir setiap hari.
"Jalan menyelesaikannya adalah membangun organisasi rakyat, cerdaskan rakyatnya," tegasnya.
Eva juga menginginkan pihak media massa untuk dapat mendukung sepenuhnya,karena menurut dia masih ada media yang disokong oleh pemilik modal sehingga tidak menjelaskan duduk persoalannya secara benar.
Sementara itu, Solidaritas Perempuan menyatakan, tindakan pemerintahan Presiden Joko Widodo yang mengeluarkan grasi untuk aktivis Eva Bande sama dengan memperbaiki tindakan pemerintahan sebelumnya.
"Solidaritas Perempuan memandang grasi Eva ini bukan sebagai bentuk pengakuan kesalahan, namun sebagai upaya negara, dalam hal ini pemerintahan baru, yang bertanggung jawab atas kesalahan pemerintahan sebelumnya karena telah mengkriminalisasi dan menghukum Eva," kata Ketua Solidaritas Perempuan Wahidah Rustam.
Untuk itu, ujar dia, pembebasan Eva harus menjadi pintu masuk bagi pembebasan para petani dan aktivis yang dipenjara akibat memperjuangkan hak atas tanah dan sumber kehidupannya, serta penghentian kriminalisasi
terhadap setiap upaya memperjuangkan hak dalam perlawanan terhadap pemilik modal.
Sebagaimana diberitakan, aktivis pembela petani miskin asal Kota Palu, Eva Bande, secara resmi menghirup udara bebas, Jumat (19/12/2014), setelah mendapat grasi dari Presiden Joko Widodo tertanggal 15 Desember 2014.
Eva Bande adalah aktivis pembela petani yang divonis penjara selama 4,5 tahun karena terbukti menjadi penghasut warga untuk membakar, dan merusak perkebunan dan alat berat milik PT Kurnia Luwuk Sejati di Kabupaten Banggai pada Mei 2010.
Eva ditangkap bermula dari penutupan jalan produksi petani di Desa Piondo oleh perusahaan sawit PT Kurnia Luwuk Sejati. Jalan itu biasa dilalui petani ke kebun kakao dan persawahan. Ratusan petani pengguna jalan itu marah dan menuntut perusahaan segera memperbaiki jalan yang mereka lalu. Warga marah karena perusahaan tak mau memperbaiki jalan yang berlubang karena kendaraan berat mereka.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(LOV)