medcom.id, Jakarta: Organisasi internasional yang bergerak dengan tujuan mempromosikan hak asasi manusia (HAM) di seluruh dunia, Amnesty International, menyoroti rancangan undang-undang (RUU) Kerukunan Beragama yang akan diluncurkan pemerintah.
Direktur Riset Amnesty Internasional untuk Asia Tenggara, Ruppert Abbot, menilai pemerintah sebetulnya memiliki tanggung jawab dalam melindungi mereka yang memiliki agama di luar yang enam tanpa menerbitkan RUU Kerukunan Umat Beragama yang baru.
Menurutnya, sebagai negara yang menganut toleransi dalam beragama, Indonesia tentu punya dua tanggung jawab besar untuk melindungi hak berekspresi dan hak berkeyakinan. Ini sudah tercantum dalam hak-hak sipil yang sudah ditandatangani pemerintah.
"Jadi kalau ada orang yang terganggu karena ini, seharusnya (pemerintah) Indonesia bisa memberikan perlindungan," kata Ruppert dalam seminar Blasphemy Law di Indonesia, di Energy Building SCBD, Jakarta, Senin (17/11/2014).
Ia mengaku hawatir RUU tentang Kerukunan Umat Beragama justru tidak mengakomodasi masyarakat yang tidak memeluk enam agama resmi pemerintah. Undang-undang hanya sebagai aturan konstitusi yang kembali tidak mentolerir mereka yang tergolong minoritas.
"Kami hawatir melihat draf RUU yang baru tentang kerukunan umat beragama, tidak memihak minoritas dan kembali melakukan diskriminasi yang mengatasnamakan penistaan agama," katanya.
medcom.id, Jakarta: Organisasi internasional yang bergerak dengan tujuan mempromosikan hak asasi manusia (HAM) di seluruh dunia, Amnesty International, menyoroti rancangan undang-undang (RUU) Kerukunan Beragama yang akan diluncurkan pemerintah.
Direktur Riset Amnesty Internasional untuk Asia Tenggara, Ruppert Abbot, menilai pemerintah sebetulnya memiliki tanggung jawab dalam melindungi mereka yang memiliki agama di luar yang enam tanpa menerbitkan RUU Kerukunan Umat Beragama yang baru.
Menurutnya, sebagai negara yang menganut toleransi dalam beragama, Indonesia tentu punya dua tanggung jawab besar untuk melindungi hak berekspresi dan hak berkeyakinan. Ini sudah tercantum dalam hak-hak sipil yang sudah ditandatangani pemerintah.
"Jadi kalau ada orang yang terganggu karena ini, seharusnya (pemerintah) Indonesia bisa memberikan perlindungan," kata Ruppert dalam seminar Blasphemy Law di Indonesia, di Energy Building SCBD, Jakarta, Senin (17/11/2014).
Ia mengaku hawatir RUU tentang Kerukunan Umat Beragama justru tidak mengakomodasi masyarakat yang tidak memeluk enam agama resmi pemerintah. Undang-undang hanya sebagai aturan konstitusi yang kembali tidak mentolerir mereka yang tergolong minoritas.
"Kami hawatir melihat draf RUU yang baru tentang kerukunan umat beragama, tidak memihak minoritas dan kembali melakukan diskriminasi yang mengatasnamakan penistaan agama," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(LAL)