medcom.id, Jakarta: Sejumlah pihak mengkritik keteledoran pemerintah terkait pengangkatan Arcandra Tahar sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Dengan sumber informasi yang begitu besar, seharusnya pemerintah bisa memverifikasi secara mudah kewarganegaraan seorang calon pejabat.
"Mestinya dengan mudah kewarganegaraan ganda ini bisa ditemukan, sehingga ada nasihat dari Sekretariat Kabinet untuk membatalkan penunjukan (Arcandra sebagai menteri)," ujar pengamat hukum dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Bivitri Susanti kepada Metrotvnews.com, Selasa (16/8/2016).
Bivitri mengatakan, munculnya kasus ini mengindikasikan pemerintah tidak profesinal dalam mengolah data. Apalagi, data informasi kewarganegaraan ini menyangkut pejabat setingkat menteri. Bivitri menuturkan, dunia informasi yang sedemikian terbuka saat ini akan sulit menutup-nutupi kesalahan.
"Entah informasinya disembunyikan atau tidak dipedulikan oleh presiden, dengan anggapan bahwa secara instan dapat diperbaiki oleh presiden, padahal tidak," kata dia.
Mantan Menteri ESDM Arcandra Tahar memberikan keterangan kepada media usai mengikuti rapat koordinasi di Kantor Kemenko Maritim, Jakarta, Selasa (9/8/2016). Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Menurut Bivitri, kedua belah pihak, baik pemerintah maupun Arcandra Tahar, melakukan kesalahan. Pemerintah, kata dia, punya masalah ketika mengolah informasi untuk dijadikan faktor penentuan seorang menteri. Sementara Arcandra, lanjut Bivitri, menganggap remeh isu kewarganegaraan ini. Padahal pria asal Pariaman ini punya paspor Amerika Serikat dan status kewarganegaraan Indonesia otomatis hilang.
"Ini terjadi ada masalah bagaimana informasi itu diolah dan dijadikan faktor untuk menentukan seorang menteri. Di sisi lain, saya kira AT (Arcandra)-nya sendiri mungkin saja dia sudah menyatakan tapi informasinya tidak digunakan, hanya dianggap remeh, toh dia punya dua paspor dan menurut undang-undang tidak boleh ada dua kewarganegaraan," tuturnya.
Bukan Kecolongan
Bivitri mengatakan, tidak mungkin pemerintah kecolongan terkait dengan penunjukan Arcandra Tahar sebagai Menteri ESDM. Sebab, perangkat memperoleh informasi sangat luas untuk mengorek latar belakang dan kiprahnya.
"Kita punya Menteri Luar Negri, kita punya hubungan diplomatik juga dengan Amerika Serikat kalau misalnya mau diklarifikasi dari awal, mudah untuk dilakukan. Kalau misalnya Israel, kita tidak punya hubungan diplomatik, oke lah tapi ini Amerika Serikat," ujarnya.
Mantan Menteri ESDM Arcandra Tahar memasuki mobil usai mengikuti rapat koordinasi di Kantor Kemenko Maritim, Jakarta, Selasa (9/8/2016). Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Menurut Bivitri, isu kewarganegaraan sangat penting lantaran undang-undang Kementerian Negara telah mengatur syarat menjadi penjabat negara wajib berstatus hanya warga negara Indonesia. Sebagai negara hukum, kata dia, seluruh warga negara hingga presiden sekalipun wajib mempedomani undang-undang.
"Saya kira ini bukan soal administratif biasa. Negara hukum, undang-undang berlaku secara umum. Mau dia menteri, mau dia presiden, kita menganut kewarganegaraan terbatas," kata Bivitri.
medcom.id, Jakarta: Sejumlah pihak mengkritik keteledoran pemerintah terkait pengangkatan Arcandra Tahar sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Dengan sumber informasi yang begitu besar, seharusnya pemerintah bisa memverifikasi secara mudah kewarganegaraan seorang calon pejabat.
"Mestinya dengan mudah kewarganegaraan ganda ini bisa ditemukan, sehingga ada nasihat dari Sekretariat Kabinet untuk membatalkan penunjukan (Arcandra sebagai menteri)," ujar pengamat hukum dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Bivitri Susanti kepada
Metrotvnews.com, Selasa (16/8/2016).
Bivitri mengatakan, munculnya kasus ini mengindikasikan pemerintah tidak profesinal dalam mengolah data. Apalagi, data informasi kewarganegaraan ini menyangkut pejabat setingkat menteri. Bivitri menuturkan, dunia informasi yang sedemikian terbuka saat ini akan sulit menutup-nutupi kesalahan.
"Entah informasinya disembunyikan atau tidak dipedulikan oleh presiden, dengan anggapan bahwa secara instan dapat diperbaiki oleh presiden, padahal tidak," kata dia.
Mantan Menteri ESDM Arcandra Tahar memberikan keterangan kepada media usai mengikuti rapat koordinasi di Kantor Kemenko Maritim, Jakarta, Selasa (9/8/2016). Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Menurut Bivitri, kedua belah pihak, baik pemerintah maupun Arcandra Tahar, melakukan kesalahan. Pemerintah, kata dia, punya masalah ketika mengolah informasi untuk dijadikan faktor penentuan seorang menteri. Sementara Arcandra, lanjut Bivitri, menganggap remeh isu kewarganegaraan ini. Padahal pria asal Pariaman ini punya paspor Amerika Serikat dan status kewarganegaraan Indonesia otomatis hilang.
"Ini terjadi ada masalah bagaimana informasi itu diolah dan dijadikan faktor untuk menentukan seorang menteri. Di sisi lain, saya kira AT (Arcandra)-nya sendiri mungkin saja dia sudah menyatakan tapi informasinya tidak digunakan, hanya dianggap remeh, toh dia punya dua paspor dan menurut undang-undang tidak boleh ada dua kewarganegaraan," tuturnya.
Bukan Kecolongan
Bivitri mengatakan, tidak mungkin pemerintah kecolongan terkait dengan penunjukan Arcandra Tahar sebagai Menteri ESDM. Sebab, perangkat memperoleh informasi sangat luas untuk mengorek latar belakang dan kiprahnya.
"Kita punya Menteri Luar Negri, kita punya hubungan diplomatik juga dengan Amerika Serikat kalau misalnya mau diklarifikasi dari awal, mudah untuk dilakukan. Kalau misalnya Israel, kita tidak punya hubungan diplomatik, oke lah tapi ini Amerika Serikat," ujarnya.
Mantan Menteri ESDM Arcandra Tahar memasuki mobil usai mengikuti rapat koordinasi di Kantor Kemenko Maritim, Jakarta, Selasa (9/8/2016). Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Menurut Bivitri, isu kewarganegaraan sangat penting lantaran undang-undang Kementerian Negara telah mengatur syarat menjadi penjabat negara wajib berstatus hanya warga negara Indonesia. Sebagai negara hukum, kata dia, seluruh warga negara hingga presiden sekalipun wajib mempedomani undang-undang.
"Saya kira ini bukan soal administratif biasa. Negara hukum, undang-undang berlaku secara umum. Mau dia menteri, mau dia presiden, kita menganut kewarganegaraan terbatas," kata Bivitri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(MBM)