Jakarta: Kinerja DPR RI pada 2018 diragukan. Sebab, dari 52 RUU prolegnas prioritas, hanya enam yang diselesaikan pada 2017. Kini DPR kembali menetapkan 50 RUU prolegnas prioritas pada 2018.
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) bidang legislasi, Lucius Karus pesimistis dengan kinerja DPR, mengingat tahun depan sudah masuk tahun politik.
Waktu dan tenaga anggota DPR akan habis untuk persiapan pemilu ketimbang menyelesaikan RUU.
"Saya kira kalau berkaca dari tiga tahun yang lewat, optimisme terhadap DPR untuk bekerja lebih baik sulit diharapkan. Mereka hampir pasti lebih banyak memikirkan estafet karier politik. Target yang dibuat terlalu banyak akan membunuh citra DPR karena hampir pasti sulit terealisasi," kata Lucius dikutip dari Media Indonesia, Jumat, 22 Desember 2017.
Baca: Kinerja Legislasi DPR Tercecer
Peneliti Formappi lainnya, I Made Leo Wiratma, tak heran melihat kinerja DPR sepanjang 2017 tidak lebih baik daripada tahun sebelumnya.
Salah satu faktornya ialah anggota dewan selama 2017 sangat banyak absen di rapat paripurna.
Berdasarkan catatan Formappi, selama 2017, Fraksi Hanura memiliki tingkat kehadiran paling baik ketimbang fraksi lain, yakni 50,7696%.
Sebaliknya yang paling rendah tingkat kehadirannya di rapat paripurna ialah Fraksi PKB, yakni 33,7196%.
Tidak hanya itu, Formappi juga menyoroti fungsi Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Menurut Leo, sepanjang tahun ini ada 10 kasus yang dilaporkan ke MKD.
Dari jumlah itu, empat di antaranya diduga dilakukan pimpinan DPR, yakni Fadli Zon dan Fahri Hamzah, yang masing-masing diadukan dua kali, dan Setya Novanto satu kali terkait kasus 'papa minta saham'.
"Namun, dari keseluruhan kasus itu tidak satu pun terselesaikan atau setidak-tidaknya tak jelas penyelesaiannya. Ini jadi bukti bahwa MKD sebetulnya mandul alias tak berfungsi sesuai dengan tujuan pendiriannya," kata Leo.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/ObzWzaYk" allowfullscreen></iframe>
Jakarta: Kinerja DPR RI pada 2018 diragukan. Sebab, dari 52 RUU prolegnas prioritas, hanya enam yang diselesaikan pada 2017. Kini DPR kembali menetapkan 50 RUU prolegnas prioritas pada 2018.
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) bidang legislasi, Lucius Karus pesimistis dengan kinerja DPR, mengingat tahun depan sudah masuk tahun politik.
Waktu dan tenaga anggota DPR akan habis untuk persiapan pemilu ketimbang menyelesaikan RUU.
"Saya kira kalau berkaca dari tiga tahun yang lewat, optimisme terhadap DPR untuk bekerja lebih baik sulit diharapkan. Mereka hampir pasti lebih banyak memikirkan estafet karier politik. Target yang dibuat terlalu banyak akan membunuh citra DPR karena hampir pasti sulit terealisasi," kata Lucius dikutip dari
Media Indonesia, Jumat, 22 Desember 2017.
Baca:
Kinerja Legislasi DPR Tercecer
Peneliti Formappi lainnya, I Made Leo Wiratma, tak heran melihat kinerja DPR sepanjang 2017 tidak lebih baik daripada tahun sebelumnya.
Salah satu faktornya ialah anggota dewan selama 2017 sangat banyak absen di rapat paripurna.
Berdasarkan catatan Formappi, selama 2017, Fraksi Hanura memiliki tingkat kehadiran paling baik ketimbang fraksi lain, yakni 50,7696%.
Sebaliknya yang paling rendah tingkat kehadirannya di rapat paripurna ialah Fraksi PKB, yakni 33,7196%.
Tidak hanya itu, Formappi juga menyoroti fungsi Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Menurut Leo, sepanjang tahun ini ada 10 kasus yang dilaporkan ke MKD.
Dari jumlah itu, empat di antaranya diduga dilakukan pimpinan DPR, yakni Fadli Zon dan Fahri Hamzah, yang masing-masing diadukan dua kali, dan Setya Novanto satu kali terkait kasus 'papa minta saham'.
"Namun, dari keseluruhan kasus itu tidak satu pun terselesaikan atau setidak-tidaknya tak jelas penyelesaiannya. Ini jadi bukti bahwa MKD sebetulnya mandul alias tak berfungsi sesuai dengan tujuan pendiriannya," kata Leo.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(FZN)