medcom.id, Lamongan: DPP Partai NasDem melakukan Ekspedisi Bahari selama tiga hari, 1-3 November 2017. Wilayah pesisir utara Pulau Jawa disambangi demi mendapatkan fakta nyata terhadap nelayan yang terdampak aturan pelarangan penggunaan alat tangkap ikan jenis cantrang.
Ketua DPP Partai NasDem Bidang Pertanian dan Maritim, Emmy Hafild, menelusuri lima titik pesisir di wilayah Jawa Tengah hingga Jawa Timur. Hasilnya, cantrang menjadi motor penggerak ekonomi para nelayan.
"Yang kami temukan ada dua hal, pertama cantrang itu memang mayoritas dan dia menghidupi puluhan ribu (hingga) ratusan ribu orang. Dan ini menjadi motor utama perekonomian di Jawa Tengah dan di pantura," ungkap Emmy menutup Ekspedisi Bahari di Pelabuhan Perikanan Brondong, Lamongan, Jumat 3 November 2017.
Alat tangkap selain cantrang, misalnya purse seine atau pukat cincin, dianggap lebih mahal dan tidak ekonomis. Seluruh hasil tangkapan cantrang laku dijual dan mampu meningkatkan kesejahteraan.
"(Meningkatkan kesejahteraan) baik dari pemilik, kapten kapal, maupun ABK. Bahkan buruh-buruhnya seperti buruh (bongkar muat ikan)," tegasnya.
Bila aturan pelarangan cantrang itu karena dianggap merusak lingkungan laut, Emmy meminta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) ikut melakukan uji petik seperti yang diminta nelayan. Uji petik melihat secara langsung dampak yang ditimbulkan dari penggunaan cantrang.
"Dalam uji petik itu ada dua hal yang kami ingin lihat. Pertama bagaimana cantrang itu dioperasikan, apakah memang cara beroperasinya itu merusak lingkungan atau tidak. Kedua mengenai ikan yang ditangkap," tuturnya.
Menurut Emmy, sebelum kebijakan dikeluarkan, pemerintah terlebih dahulu menganalisa dampak yang ditimbulkan. Bila berdampak negatif, maka harus dibuat rencana mitigasi serta peta jalan.
"Kalau itu (pelarangan cantrang) dilakukan pada Desember ini, menurut saya itu kesalahan yang amat besar dan merugikan bagi Presiden," ungkap dia.
Sebagai partai pendukung pemerintah, NasDem memberi rekomendasi dan solusi kepada Jokowi. Aturan pelarangan cantang harus memiliki alternatif rencana lainnya untuk mengantisipasi dampak yang ditimbulkan.
"Dengan cara seperti itu, Presiden akan mengambil keputusan apakah dia akan ambil alih kalau sekiranya menterinya enggak mau itu (aturan pelarangan cantrang) dicabut. Karena Presiden tahu bahwa ini riiskonya besar sekali. Risiko ekonomi, sosial itu besar," bebernya.
Pelarangan alat tangkap ikan jenis cantrang dianggap berdampak besar pada kondisi sosial ekonomi nelayan. Berdasarkan kajian Masyarakat Perikanan Nusantara (MPN), total potensi kerugiannya mencapai Rp3,4 triliun per tahun.
Sekjen MPN Nimmi Zulbainarni mengungkapkan, dampak kerugian ekonomi dari pelarangan cantrang di lima titik pesisir Pulau Jawa sebanyak Rp1,9 triliun. Sementara dampak sosialnya, 66.641 pekerja dari nelayan, pabrik pengolahan ikan hingga pengrajin tali selambar bakal kehilangan pekerjaan. Dampak sosial itu ditaksir senilai Rp1,5 triliun.
"Ini baru pelarangan cantrang saja, belum alat-alat tangkap ikan lainnya seperti pelarangan transhipment, pelarangan penangkapan lobster, kepiting, dan rajungan yang juga dilarang," pungkas Nimmi.
Larangan penggunaan alat tangkap cantrang diatur dalam Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan Nomor 2 Tahun 2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawls) dan Pukat Tarik (Seine Nets) di Wilayah Pengelolaan Perikanan RI. Di beleid itu, cantrang dan 16 alat tangkap lainnya hanya boleh digunakan hingga akhir 2016.
Menteri Perikanan dan Kelautan Susi Pudjiastuti kemudian mengeluarkan Permen Nomor 71 Tahun 2016 untuk menyempurnakan Permen KP 2/2015. Menindaklanjuti beleid tersebut, Susi mengeluarkan Surat Edaran 72/2016 tentang Pembatasan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Cantrang di Wilayah Pengelolaan Perikanan RI. Di situ, penggunaan alat cantrang dilarang mulai Juli 2017.
Presiden Joko Widodo akhirnya angkat bicara, penggunaan cantrang kemudian diperbolehkan hingga 31 Desember 2017. Penggunaan cantrang hanya diizinkan di wilayah operasi tangkap ikan.
medcom.id, Lamongan: DPP Partai NasDem melakukan Ekspedisi Bahari selama tiga hari, 1-3 November 2017. Wilayah pesisir utara Pulau Jawa disambangi demi mendapatkan fakta nyata terhadap nelayan yang terdampak aturan pelarangan penggunaan alat tangkap ikan jenis cantrang.
Ketua DPP Partai NasDem Bidang Pertanian dan Maritim, Emmy Hafild, menelusuri lima titik pesisir di wilayah Jawa Tengah hingga Jawa Timur. Hasilnya, cantrang menjadi motor penggerak ekonomi para nelayan.
"Yang kami temukan ada dua hal, pertama cantrang itu memang mayoritas dan dia menghidupi puluhan ribu (hingga) ratusan ribu orang. Dan ini menjadi motor utama perekonomian di Jawa Tengah dan di pantura," ungkap Emmy menutup Ekspedisi Bahari di Pelabuhan Perikanan Brondong, Lamongan, Jumat 3 November 2017.
Alat tangkap selain cantrang, misalnya
purse seine atau pukat cincin, dianggap lebih mahal dan tidak ekonomis. Seluruh hasil tangkapan cantrang laku dijual dan mampu meningkatkan kesejahteraan.
"(Meningkatkan kesejahteraan) baik dari pemilik, kapten kapal, maupun ABK. Bahkan buruh-buruhnya seperti buruh (bongkar muat ikan)," tegasnya.
Bila aturan pelarangan cantrang itu karena dianggap merusak lingkungan laut, Emmy meminta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) ikut melakukan uji petik seperti yang diminta nelayan. Uji petik melihat secara langsung dampak yang ditimbulkan dari penggunaan cantrang.
"Dalam uji petik itu ada dua hal yang kami ingin lihat. Pertama bagaimana cantrang itu dioperasikan, apakah memang cara beroperasinya itu merusak lingkungan atau tidak. Kedua mengenai ikan yang ditangkap," tuturnya.
Menurut Emmy, sebelum kebijakan dikeluarkan, pemerintah terlebih dahulu menganalisa dampak yang ditimbulkan. Bila berdampak negatif, maka harus dibuat rencana mitigasi serta peta jalan.
"Kalau itu (pelarangan cantrang) dilakukan pada Desember ini, menurut saya itu kesalahan yang amat besar dan merugikan bagi Presiden," ungkap dia.
Sebagai partai pendukung pemerintah, NasDem memberi rekomendasi dan solusi kepada Jokowi. Aturan pelarangan cantang harus memiliki alternatif rencana lainnya untuk mengantisipasi dampak yang ditimbulkan.
"Dengan cara seperti itu, Presiden akan mengambil keputusan apakah dia akan ambil alih kalau sekiranya menterinya enggak mau itu (aturan pelarangan cantrang) dicabut. Karena Presiden tahu bahwa ini riiskonya besar sekali. Risiko ekonomi, sosial itu besar," bebernya.
Pelarangan alat tangkap ikan jenis cantrang dianggap berdampak besar pada kondisi sosial ekonomi nelayan. Berdasarkan kajian Masyarakat Perikanan Nusantara (MPN), total potensi kerugiannya mencapai Rp3,4 triliun per tahun.
Sekjen MPN Nimmi Zulbainarni mengungkapkan, dampak kerugian ekonomi dari pelarangan cantrang di lima titik pesisir Pulau Jawa sebanyak Rp1,9 triliun. Sementara dampak sosialnya, 66.641 pekerja dari nelayan, pabrik pengolahan ikan hingga pengrajin tali selambar bakal kehilangan pekerjaan. Dampak sosial itu ditaksir senilai Rp1,5 triliun.
"Ini baru pelarangan cantrang saja, belum alat-alat tangkap ikan lainnya seperti pelarangan transhipment, pelarangan penangkapan lobster, kepiting, dan rajungan yang juga dilarang," pungkas Nimmi.
Larangan penggunaan alat tangkap cantrang diatur dalam Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan Nomor 2 Tahun 2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawls) dan Pukat Tarik (Seine Nets) di Wilayah Pengelolaan Perikanan RI. Di beleid itu, cantrang dan 16 alat tangkap lainnya hanya boleh digunakan hingga akhir 2016.
Menteri Perikanan dan Kelautan Susi Pudjiastuti kemudian mengeluarkan Permen Nomor 71 Tahun 2016 untuk menyempurnakan Permen KP 2/2015. Menindaklanjuti beleid tersebut, Susi mengeluarkan Surat Edaran 72/2016 tentang Pembatasan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Cantrang di Wilayah Pengelolaan Perikanan RI. Di situ, penggunaan alat cantrang dilarang mulai Juli 2017.
Presiden Joko Widodo akhirnya angkat bicara, penggunaan cantrang kemudian diperbolehkan hingga 31 Desember 2017. Penggunaan cantrang hanya diizinkan di wilayah operasi tangkap ikan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(Des)